Pengertian Hukum Waris Islam
Liputan6.com, Jakarta Hukum waris Islam, yang juga dikenal sebagai ilmu faraidh, merupakan seperangkat aturan yang mengatur peralihan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Sistem pewarisan ini didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Al-Quran dan Hadits.
Dalam konteks Indonesia, hukum waris Islam diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berlaku berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. KHI mendefinisikan hukum kewarisan sebagai "hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing."
Beberapa prinsip dasar yang melandasi hukum waris Islam antara lain:
Advertisement
- Asas ijbari - peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan pada kehendak pewaris atau ahli waris
- Asas bilateral - seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu dari garis keturunan laki-laki dan perempuan
- Asas individual - harta warisan dapat dibagi-bagi kepada ahli waris untuk dimiliki secara perorangan
- Asas keadilan berimbang - keseimbangan antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan
Pemahaman yang komprehensif tentang hukum waris Islam sangat penting agar pembagian harta warisan dapat dilaksanakan secara adil dan sesuai dengan tuntunan syariat. Hal ini juga dapat mencegah terjadinya sengketa waris di kemudian hari.
Syarat dan Rukun Pembagian Warisan dalam Islam
Agar proses pewarisan dapat terlaksana sesuai ketentuan syariat, terdapat beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi:
Syarat Pembagian Warisan
- Meninggalnya pewaris - kematian pewaris harus dapat dipastikan, baik secara hakiki, hukmi (berdasarkan putusan pengadilan), maupun taqdiri (anggapan)
- Hidupnya ahli waris - ahli waris harus dipastikan masih hidup saat pewaris meninggal
- Tidak adanya penghalang kewarisan - tidak terdapat hal-hal yang menghalangi seseorang menjadi ahli waris, seperti pembunuhan, perbedaan agama, atau perbudakan
Rukun Pembagian Warisan
- Al-Muwarrits (pewaris) - orang yang telah meninggal dan meninggalkan harta warisan
- Al-Warits (ahli waris) - orang yang berhak menerima harta warisan
- Al-Mauruts (harta warisan) - harta peninggalan pewaris setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat
Pemenuhan syarat dan rukun ini menjadi landasan penting untuk memastikan keabsahan proses pewarisan menurut hukum Islam. Tanpa terpenuhinya syarat dan rukun tersebut, pembagian warisan dapat dianggap tidak sah atau cacat secara hukum syariat.
Advertisement
Golongan Ahli Waris dalam Hukum Islam
Dalam hukum waris Islam, ahli waris dikelompokkan menjadi beberapa golongan berdasarkan kedekatan hubungan dengan pewaris dan besaran bagian yang diterima. Pengelompokan ini penting untuk menentukan prioritas dan porsi warisan yang akan diterima.
Dzawil Furudh (Ashabul Furudh)
Kelompok ahli waris yang bagiannya telah ditentukan secara pasti dalam Al-Quran, meliputi:
- Suami
- Istri
- Ayah
- Ibu
- Anak perempuan
- Saudara laki-laki seibu
- Saudara perempuan seibu
- Saudara perempuan sekandung
- Saudara perempuan seayah
Ashabah
Ahli waris yang tidak memiliki bagian pasti dan berhak atas sisa harta setelah dibagikan kepada Dzawil Furudh. Terbagi menjadi:
- Ashabah Bi Nafsi - ahli waris laki-laki yang berhak mendapat semua sisa
- Ashabah Bil Ghair - ahli waris perempuan yang menjadi ashabah karena bersama saudara laki-lakinya
- Ashabah Ma'al Ghair - saudara perempuan yang menjadi ashabah karena bersama anak perempuan
Dzawil Arham
Kelompok kerabat yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan pewaris namun tidak termasuk Dzawil Furudh maupun Ashabah. Mereka baru berhak mewarisi jika tidak ada ahli waris dari dua kelompok sebelumnya.
Pemahaman tentang pengelompokan ahli waris ini sangat penting dalam menentukan siapa saja yang berhak menerima warisan dan berapa bagiannya. Hal ini membantu menciptakan keadilan dan menghindari konflik dalam pembagian harta warisan.
Besaran Bagian Ahli Waris Menurut Hukum Islam
Hukum waris Islam telah mengatur secara rinci besaran bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris. Ketentuan ini didasarkan pada ayat-ayat Al-Quran, terutama dalam Surah An-Nisa. Berikut adalah rincian bagian para ahli waris:
Anak
- Anak laki-laki: menerima seluruh harta jika tunggal, atau berbagi sama rata jika lebih dari satu
- Anak perempuan: 1/2 jika tunggal, 2/3 jika dua orang atau lebih
- Jika anak laki-laki dan perempuan ada bersama: bagian anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan
Orang Tua
- Ayah: 1/6 jika ada anak, jika tidak ada anak mendapat sisa setelah bagian ibu
- Ibu: 1/6 jika ada anak atau dua saudara atau lebih, 1/3 jika tidak ada anak dan kurang dari dua saudara
Suami/Istri
- Suami: 1/2 jika tidak ada anak, 1/4 jika ada anak
- Istri: 1/4 jika tidak ada anak, 1/8 jika ada anak
Saudara
- Saudara laki-laki sekandung: menerima sisa setelah Dzawil Furudh
- Saudara perempuan sekandung: 1/2 jika tunggal, 2/3 jika dua atau lebih
- Saudara laki-laki atau perempuan seibu: 1/6 jika tunggal, 1/3 jika dua atau lebih
Penting untuk diingat bahwa pembagian ini dapat berubah tergantung pada kombinasi ahli waris yang ada. Dalam beberapa kasus, mungkin diperlukan perhitungan khusus seperti 'Aul (pengurangan proporsional) atau Radd (pengembalian sisa) untuk menyelesaikan pembagian warisan.
Advertisement
Langkah-langkah Pembagian Harta Warisan
Proses pembagian harta warisan dalam Islam memerlukan langkah-langkah yang sistematis untuk memastikan keadilan dan kesesuaian dengan syariat. Berikut adalah tahapan yang perlu dilakukan:
1. Inventarisasi Harta Peninggalan
Langkah pertama adalah mendata seluruh harta peninggalan pewaris, termasuk aset bergerak dan tidak bergerak. Pastikan untuk memisahkan harta pribadi pewaris dari harta bersama jika pewaris meninggalkan pasangan.
2. Penyelesaian Kewajiban Pewaris
Sebelum dibagikan kepada ahli waris, harta peninggalan harus dikurangi untuk:
- Biaya pengurusan jenazah
- Pelunasan hutang-hutang pewaris
- Pelaksanaan wasiat (maksimal 1/3 dari total harta)
3. Identifikasi Ahli Waris
Tentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris berdasarkan hubungan kekerabatan dengan pewaris. Perhatikan juga ada tidaknya penghalang kewarisan.
4. Penentuan Bagian Masing-masing Ahli Waris
Berdasarkan ketentuan faraidh, tentukan besaran bagian yang berhak diterima oleh masing-masing ahli waris. Gunakan tabel bagian waris sebagai panduan.
5. Perhitungan dan Pembagian
Lakukan perhitungan matematis untuk menentukan nilai riil yang akan diterima setiap ahli waris. Jika terdapat kesulitan, dapat meminta bantuan ahli faraidh atau menggunakan kalkulator waris.
6. Musyawarah Keluarga
Meskipun pembagian telah ditentukan secara syariat, sangat dianjurkan untuk melakukan musyawarah keluarga. Hal ini dapat membantu menyelesaikan perbedaan pandangan dan mencapai kesepakatan yang adil.
7. Pelaksanaan Pembagian
Setelah semua pihak sepakat, laksanakan pembagian harta warisan sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan. Pastikan proses ini didokumentasikan dengan baik untuk menghindari sengketa di kemudian hari.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, diharapkan pembagian harta warisan dapat berjalan lancar dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Namun, jika terdapat perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan, dapat meminta bantuan mediator atau menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Agama.
Contoh Perhitungan Pembagian Warisan
Untuk memberikan pemahaman yang lebih konkret tentang cara pembagian harta warisan menurut Islam, berikut adalah beberapa contoh kasus beserta perhitungannya:
Kasus 1: Pewaris Meninggalkan Istri dan 2 Anak (1 Laki-laki, 1 Perempuan)
Misalkan harta warisan setelah dikurangi kewajiban adalah Rp 120 juta.
- Bagian istri: 1/8 = Rp 15 juta
- Sisa untuk anak-anak: Rp 105 juta
- Anak laki-laki : anak perempuan = 2 : 1
- Total bagian = 3
- Anak laki-laki: 2/3 x Rp 105 juta = Rp 70 juta
- Anak perempuan: 1/3 x Rp 105 juta = Rp 35 juta
Kasus 2: Pewaris Meninggalkan Suami, Ibu, dan 2 Saudara Perempuan Seibu
Misalkan harta warisan adalah Rp 240 juta.
- Bagian suami: 1/2 = Rp 120 juta
- Bagian ibu: 1/6 = Rp 40 juta
- Bagian 2 saudara perempuan seibu: 1/3 = Rp 80 juta (masing-masing Rp 40 juta)
Kasus 3: Pewaris Meninggalkan Ayah, Ibu, dan 1 Anak Perempuan
Misalkan harta warisan adalah Rp 180 juta.
- Bagian anak perempuan: 1/2 = Rp 90 juta
- Bagian ayah: 1/6 + sisa = 1/6 + 1/3 = Rp 30 juta + Rp 60 juta = Rp 90 juta
- Bagian ibu: 1/6 = Rp 30 juta
Penting untuk diingat bahwa perhitungan ini dapat menjadi lebih kompleks tergantung pada kombinasi ahli waris yang ada. Dalam beberapa kasus, mungkin diperlukan penyesuaian seperti 'Aul (kenaikan angka penyebut) atau Radd (pengembalian sisa) untuk menyelesaikan pembagian.
Selalu disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli faraidh atau menggunakan kalkulator waris yang terpercaya untuk memastikan akurasi perhitungan, terutama dalam kasus-kasus yang lebih rumit.
Advertisement
Wasiat dalam Hukum Waris Islam
Wasiat merupakan salah satu aspek penting dalam hukum waris Islam yang perlu dipahami dengan baik. Wasiat adalah pesan terakhir dari seseorang mengenai apa yang hendak dilakukan terhadap hartanya setelah ia meninggal dunia.
Definisi dan Dasar Hukum Wasiat
Secara syariat, wasiat didefinisikan sebagai pemberian hak kepemilikan secara sukarela yang pelaksanaannya ditangguhkan setelah pemberi wasiat meninggal dunia. Dasar hukum wasiat terdapat dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 180:
"Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa."
Ketentuan Wasiat dalam Islam
- Wasiat hanya boleh dilakukan maksimal 1/3 dari total harta peninggalan
- Wasiat tidak boleh diberikan kepada ahli waris, kecuali disetujui oleh ahli waris lainnya
- Penerima wasiat bukan termasuk ahli waris
- Wasiat dapat dibatalkan atau diubah selama pemberi wasiat masih hidup
- Wasiat sebaiknya dilakukan secara tertulis dan disaksikan oleh minimal dua orang saksi
Hubungan Wasiat dengan Pembagian Warisan
Dalam proses pembagian harta warisan, wasiat harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum harta dibagikan kepada para ahli waris. Urutan pelaksanaannya adalah:
- Biaya pengurusan jenazah
- Pelunasan hutang-hutang pewaris
- Pelaksanaan wasiat (maksimal 1/3 harta)
- Pembagian sisa harta kepada ahli waris
Hikmah Wasiat dalam Islam
Adanya ketentuan wasiat dalam Islam memiliki beberapa hikmah, antara lain:
- Memberi kesempatan kepada pewaris untuk berbuat baik kepada orang lain atau lembaga sosial
- Menjadi sarana untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan yang mungkin kurang harmonis semasa hidup
- Membantu meringankan beban kerabat yang tidak termasuk ahli waris
- Menjadi amal jariyah bagi pewaris setelah meninggal
Pemahaman yang baik tentang konsep wasiat dan penerapannya dapat membantu menciptakan keadilan dan kemaslahatan dalam pembagian harta peninggalan, sekaligus menjadi sarana ibadah bagi pewaris.
Penyelesaian Sengketa Waris dalam Islam
Meskipun hukum waris Islam telah mengatur pembagian warisan secara rinci, dalam praktiknya sengketa waris masih sering terjadi. Berikut adalah beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa waris menurut Islam:
1. Musyawarah Keluarga
Langkah pertama dan utama dalam menyelesaikan sengketa waris adalah melalui musyawarah keluarga. Islam sangat menganjurkan penyelesaian masalah secara kekeluargaan. Dalam musyawarah ini, semua pihak yang terlibat dapat menyampaikan pendapat dan mencari solusi yang adil bagi semua.
2. Mediasi
Jika musyawarah keluarga tidak mencapai kesepakatan, dapat ditempuh jalur mediasi dengan melibatkan pihak ketiga yang netral. Mediator bisa berasal dari tokoh agama, pemuka adat, atau profesional yang memahami hukum waris Islam.
3. Tahkim (Arbitrase)
Tahkim adalah proses penyelesaian sengketa di mana para pihak sepakat untuk menyerahkan penyelesaian kepada seorang hakam (arbiter) yang keputusannya akan diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak.
4. Pengadilan Agama
Jika cara-cara di atas tidak berhasil, sengketa waris dapat dibawa ke Pengadilan Agama. Pengadilan Agama memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara waris bagi umat Islam di Indonesia berdasarkan UU No. 3 Tahun 2006.
Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Waris
Dalam menyelesaikan sengketa waris, beberapa prinsip yang perlu diperhatikan antara lain:
- Islah (perdamaian) - mengutamakan penyelesaian secara damai
- Adil - memastikan setiap pihak mendapatkan haknya sesuai ketentuan syariat
- Transparansi - keterbukaan dalam proses pembagian harta warisan
- Kekeluargaan - menjaga hubungan baik antar anggota keluarga
- Musyawarah - mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan bersama
Pencegahan Sengketa Waris
Untuk mencegah terjadinya sengketa waris, beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
- Memberikan pemahaman kepada keluarga tentang hukum waris Islam
- Melakukan pencatatan harta kekayaan secara rinci
- Membuat wasiat yang jelas dan sesuai ketentuan syariat
- Melakukan pembagian warisan segera setelah pewaris meninggal
- Mengedepankan sikap qana'ah (merasa cukup) dan tidak tamak terhadap harta warisan
Dengan menerapkan cara-cara penyelesaian sengketa yang islami dan mengutamakan pencegahan, diharapkan pembagian warisan dapat berjalan dengan lancar dan menjaga keharmonisan keluarga.
Advertisement
Perbedaan Hukum Waris Islam dengan Sistem Waris Lainnya
Hukum waris Islam memiliki karakteristik yang khas dan berbeda dengan sistem waris lainnya. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara hukum waris Islam dengan sistem waris adat dan sistem waris perdata barat:
1. Sumber Hukum
- Hukum Waris Islam: bersumber dari Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad ulama
- Hukum Waris Adat: bersumber dari kebiasaan dan tradisi masyarakat setempat
- Hukum Waris Perdata Barat: bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata/BW)
2. Asas Pewarisan
- Hukum Waris Islam: menganut asas individual bilateral
- Hukum Waris Adat: bervariasi, ada yang menganut asas kolektif, mayorat, atau individual
- Hukum Waris Perdata Barat: menganut asas individual
3. Ahli Waris
- Hukum Waris Islam: ditentukan berdasarkan hubungan darah dan perkawinan, dengan porsi yang telah ditetapkan
- Hukum Waris Adat: bervariasi tergantung sistem kekerabatan (patrilineal, matrilineal, atau parental)
- Hukum Waris Perdata Barat: berdasarkan empat golongan ahli waris
4. Bagian Warisan
- Hukum Waris Islam: bagian setiap ahli waris telah ditentukan (1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, 2/3)
- Hukum Waris Adat: bervariasi, ada yang dibagi rata, ada yang berdasarkan kebutuhan
- Hukum Waris Perdata Barat: pembagian sama rata dalam satu golongan
5. Hak Mewarisi
- Hukum Waris Islam: ada penghalang mewarisi seperti perbedaan agama
- Hukum Waris Adat: umumnya tidak mengenal penghalang mewarisi
- Hukum Waris Perdata Barat: penghalang mewarisi terbatas pada hal-hal tertentu seperti pembunuhan
6. Wasiat
- Hukum Waris Islam: wasiat dibatasi maksimal 1/3 harta dan tidak boleh untuk ahli waris
- Hukum Waris Adat: umumnya tidak mengenal konsep wasiat
- Hukum Waris Perdata Barat: wasiat dapat mencakup seluruh harta (legitieme portie)
7. Harta Bersama
- Hukum Waris Islam: mengenal konsep harta bersama yang dibagi dulu sebelum pewarisan
- Hukum Waris Adat: bervariasi, ada yang mengenal harta bersama ada yang tidak
- Hukum Waris Perdata Barat: mengenal konsep harta bersama dalam perkawinan
Pemahaman tentang perbedaan ini penting, terutama dalam konteks Indonesia yang memiliki pluralitas hukum. Dalam praktiknya, pemilihan hukum waris yang akan digunakan sering kali tergantung pada kesepakatan keluarga dan kondisi sosial budaya setempat.
Kesimpulan
Pembagian harta warisan menurut hukum Islam merupakan sistem yang komprehensif dan adil, didasarkan pada ketentuan Al-Quran dan Hadits. Beberapa poin penting yang perlu diingat:
- Hukum waris Islam mengatur secara rinci siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing.
- Proses pembagian warisan harus memperhatikan syarat dan rukun yang telah ditetapkan.
- Wasiat memiliki kedudukan penting namun dibatasi maksimal 1/3 dari total harta.
- Penyelesaian sengketa waris sebaiknya dilakukan secara musyawarah dan kekeluargaan.
- Pemahaman yang baik tentang hukum waris Islam dapat mencegah konflik dan menjaga keharmonisan keluarga.
Meskipun demikian, penerapan hukum waris Islam di Indonesia tetap memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat. Dalam beberapa kasus, diperlukan ijtihad dan penyesuaian untuk mencapai kemaslahatan bersama.
Akhirnya, penting untuk diingat bahwa tujuan utama dari pembagian warisan dalam Islam bukan sekadar membagi harta, tetapi juga untuk menjaga keadilan, memelihara hubungan kekeluargaan, dan mencapai ridha Allah SWT. Dengan pemahaman dan penerapan yang benar, hukum waris Islam dapat menjadi sarana untuk menciptakan keharmonisan dan kesejahteraan dalam keluarga dan masyarakat.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement