Sukses

Apa Itu SHGB Rumah: Panduan Lengkap Sertifikat Hak Guna Bangunan

Pelajari seluk-beluk SHGB rumah, perbedaannya dengan SHM, cara mengurus dan memperpanjang, serta tips penting sebelum membeli properti bersertifikat HGB.

Liputan6.com, Jakarta Ketika berencana membeli properti, khususnya rumah, salah satu aspek krusial yang perlu diperhatikan adalah status kepemilikan tanah. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis hak atas tanah, dan salah satu yang paling umum dijumpai adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).

Memahami apa itu SHGB rumah menjadi sangat penting bagi calon pembeli properti maupun pemilik rumah yang ingin mengetahui status legalitas propertinya.

2 dari 9 halaman

Definisi SHGB: Memahami Konsep Dasar

SHGB atau Sertifikat Hak Guna Bangunan merupakan dokumen legal yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Konsep ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), tepatnya pada Pasal 35 ayat 1.

Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang memberikan kepemilikan penuh atas tanah dan bangunan, SHGB hanya memberikan hak untuk menggunakan tanah dan memiliki bangunan di atasnya untuk jangka waktu tertentu. Ini berarti pemegang SHGB bukan pemilik tanah, melainkan hanya memiliki izin untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah tersebut.

Beberapa poin penting terkait SHGB:

  1. Masa berlaku SHGB umumnya 30 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 20 tahun.
  2. SHGB dapat diberikan di atas tanah negara, tanah hak pengelolaan, atau tanah hak milik.
  3. Pemegang SHGB wajib menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan kondisi yang ditetapkan.
  4. SHGB dapat dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, atau waris.
3 dari 9 halaman

Sejarah dan Latar Belakang SHGB di Indonesia

Konsep Hak Guna Bangunan (HGB) di Indonesia memiliki akar sejarah yang panjang, berawal dari masa kolonial Belanda dan berkembang seiring dengan perubahan sistem hukum agraria nasional. Pemahaman tentang latar belakang historis ini penting untuk mengerti mengapa SHGB menjadi salah satu bentuk hak atas tanah yang dominan di Indonesia.

Pada masa penjajahan Belanda, sistem hukum tanah yang berlaku adalah hukum agraria kolonial yang dikenal dengan Agrarische Wet 1870. Sistem ini membagi tanah menjadi beberapa kategori, termasuk hak erfpacht yang mirip dengan konsep HGB saat ini. Setelah kemerdekaan, Indonesia berupaya untuk mereformasi sistem hukum agraria warisan kolonial.

Titik balik penting terjadi pada tahun 1960 dengan disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA ini menghapuskan dualisme hukum agraria dan menciptakan sistem hukum tanah nasional yang baru. Dalam UUPA inilah konsep Hak Guna Bangunan diperkenalkan sebagai salah satu hak atas tanah yang diakui.

Beberapa alasan di balik penciptaan HGB antara lain:

  1. Memberikan fleksibilitas dalam penggunaan tanah untuk pembangunan.
  2. Memfasilitasi investasi dan pembangunan ekonomi tanpa harus memberikan hak kepemilikan penuh atas tanah.
  3. Menyeimbangkan kepentingan individu dan kepentingan umum dalam pemanfaatan tanah.
  4. Memungkinkan pengelolaan tanah yang lebih efisien oleh pemerintah.

Sejak diperkenalkan, konsep HGB telah mengalami beberapa penyesuaian melalui berbagai peraturan pelaksana, namun esensi dasarnya tetap dipertahankan. Pemahaman akan sejarah ini membantu kita mengerti mengapa SHGB menjadi pilihan umum dalam transaksi properti di Indonesia, terutama untuk properti komersial dan perumahan yang dikembangkan oleh developer.

4 dari 9 halaman

Perbedaan Mendasar antara SHGB dan SHM

Memahami perbedaan antara Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) sangat penting bagi siapa pun yang terlibat dalam transaksi properti. Kedua jenis sertifikat ini memiliki karakteristik yang berbeda dan implikasi hukum yang berbeda pula. Berikut adalah perbandingan mendetail antara SHGB dan SHM:

  • Jangka Waktu Kepemilikan:
    • SHGB: Memiliki batas waktu, umumnya 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga 20 tahun.
    • SHM: Berlaku seumur hidup dan dapat diwariskan tanpa batas waktu.
  • Hak atas Tanah:
    • SHGB: Pemegang hanya memiliki hak untuk menggunakan tanah dan memiliki bangunan di atasnya.
    • SHM: Pemegang memiliki hak penuh atas tanah dan bangunan.
  • Subjek Hak:
    • SHGB: Dapat dimiliki oleh WNI, badan hukum Indonesia, dan dalam kasus tertentu, WNA.
    • SHM: Hanya dapat dimiliki oleh WNI dan badan hukum tertentu yang ditetapkan pemerintah.
  • Nilai Properti:
    • SHGB: Umumnya memiliki nilai jual yang lebih rendah dibandingkan SHM.
    • SHM: Memiliki nilai jual yang lebih tinggi karena status kepemilikan yang lebih kuat.
  • Fleksibilitas Penggunaan:
    • SHGB: Penggunaan tanah harus sesuai dengan tujuan pemberian hak.
    • SHM: Pemilik memiliki kebebasan lebih dalam menggunakan tanah.
  • Proses Peralihan Hak:
    • SHGB: Peralihan hak lebih kompleks, terutama jika mendekati masa berakhirnya hak.
    • SHM: Proses peralihan hak relatif lebih sederhana.
  • Biaya Kepemilikan:
    • SHGB: Ada biaya tambahan untuk perpanjangan hak setiap periode tertentu.
    • SHM: Tidak ada biaya perpanjangan hak.

Memahami perbedaan ini penting dalam membuat keputusan pembelian properti. SHGB sering kali menjadi pilihan untuk properti komersial atau investasi jangka pendek, sementara SHM lebih disukai untuk hunian pribadi atau investasi jangka panjang. Setiap calon pembeli perlu mempertimbangkan kebutuhan dan tujuan mereka sebelum memutuskan antara properti dengan status SHGB atau SHM.

5 dari 9 halaman

Proses Pengurusan dan Perpanjangan SHGB

Memahami proses pengurusan dan perpanjangan SHGB adalah hal krusial bagi pemilik properti. Berikut adalah langkah-langkah detail dalam mengurus dan memperpanjang SHGB:

Pengurusan SHGB Baru:

  1. Persiapan Dokumen: Siapkan dokumen seperti KTP, NPWP, bukti kepemilikan tanah, dan izin mendirikan bangunan (IMB).
  2. Pengajuan Permohonan: Ajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat dengan melampirkan dokumen yang diperlukan.
  3. Pemeriksaan Berkas: Petugas akan memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen yang diajukan.
  4. Pengukuran dan Pemetaan: Jika diperlukan, akan dilakukan pengukuran dan pemetaan tanah.
  5. Penerbitan SK Pemberian Hak: Setelah semua persyaratan terpenuhi, akan diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak.
  6. Pembayaran BPHTB: Lakukan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
  7. Penerbitan Sertifikat: Setelah semua proses selesai, SHGB akan diterbitkan.

Perpanjangan SHGB:

  1. Waktu Pengajuan: Ajukan perpanjangan minimal 2 tahun sebelum SHGB berakhir.
  2. Persiapan Dokumen: Siapkan dokumen seperti SHGB asli, KTP, NPWP, dan bukti pembayaran PBB.
  3. Pengajuan Permohonan: Ajukan permohonan perpanjangan ke Kantor Pertanahan setempat.
  4. Pemeriksaan Lapangan: Petugas akan melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan kesesuaian penggunaan tanah.
  5. Penerbitan SK Perpanjangan: Jika disetujui, akan diterbitkan Surat Keputusan Perpanjangan Hak.
  6. Pembayaran BPHTB: Lakukan pembayaran BPHTB sesuai ketentuan yang berlaku.
  7. Pencatatan Perpanjangan: Perpanjangan akan dicatat pada sertifikat SHGB yang ada.

Biaya perpanjangan SHGB dihitung berdasarkan rumus yang ditetapkan pemerintah, umumnya berdasarkan nilai tanah dan lama perpanjangan yang diajukan. Proses ini biasanya memakan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan, tergantung pada kompleksitas kasus dan beban kerja Kantor Pertanahan setempat.

Penting untuk diingat bahwa keterlambatan dalam mengajukan perpanjangan dapat mengakibatkan proses yang lebih rumit dan berpotensi kehilangan hak. Oleh karena itu, pemilik SHGB disarankan untuk selalu memantau masa berlaku sertifikat mereka dan mengajukan perpanjangan tepat waktu.

6 dari 9 halaman

Keuntungan dan Kerugian Memiliki Properti dengan Status SHGB

Memiliki properti dengan status SHGB memiliki sejumlah keuntungan dan kerugian yang perlu dipertimbangkan. Pemahaman yang baik tentang hal ini akan membantu dalam pengambilan keputusan terkait investasi properti.

1. Keuntungan SHGB

  • Harga Lebih Terjangkau: Properti dengan SHGB umumnya memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan properti berstatus SHM, membuatnya lebih terjangkau bagi banyak pembeli.
  • Fleksibilitas untuk Bisnis: SHGB sering digunakan untuk properti komersial, memberikan fleksibilitas bagi pebisnis untuk mengembangkan usaha tanpa harus membeli tanah secara penuh.
  • Kemudahan Investasi: Bagi investor, SHGB menawarkan opsi investasi dengan modal awal yang lebih rendah dan potensi keuntungan yang baik dalam jangka pendek hingga menengah.
  • Aksesibilitas bagi WNA: Dalam beberapa kasus, SHGB dapat dimiliki oleh Warga Negara Asing, memberikan akses kepada mereka untuk memiliki properti di Indonesia.
  • Peluang Pengembangan: Bagi developer, SHGB memungkinkan pengembangan lahan skala besar tanpa harus memiliki tanah secara penuh.

2. Kerugian SHGB

  • Keterbatasan Waktu: SHGB memiliki batas waktu, yang berarti pemilik harus memperpanjang haknya setelah periode tertentu, menimbulkan biaya dan proses administratif tambahan.
  • Nilai Investasi Lebih Rendah: Dibandingkan dengan SHM, properti SHGB umumnya memiliki nilai investasi yang lebih rendah dan peningkatan nilai yang lebih lambat.
  • Keterbatasan Penggunaan: Penggunaan tanah harus sesuai dengan tujuan pemberian hak, membatasi fleksibilitas pemilik dalam menggunakan properti.
  • Risiko Tidak Diperpanjang: Ada risiko bahwa perpanjangan SHGB tidak disetujui, meskipun jarang terjadi, yang dapat mengakibatkan hilangnya hak atas properti.
  • Kompleksitas dalam Transaksi: Proses jual beli atau pengalihan hak properti SHGB bisa lebih kompleks, terutama jika mendekati masa berakhirnya hak.
  • Potensi Konflik: Dalam kasus tertentu, bisa terjadi konflik kepentingan antara pemegang SHGB dan pemilik tanah (jika SHGB diberikan di atas tanah hak milik orang lain).

Mempertimbangkan keuntungan dan kerugian ini sangat penting sebelum memutuskan untuk membeli atau berinvestasi dalam properti berstatus SHGB. Bagi sebagian orang, keuntungan seperti harga yang lebih terjangkau dan fleksibilitas untuk bisnis mungkin lebih berat daripada kerugiannya. Namun, bagi yang mencari investasi jangka panjang atau kepastian kepemilikan yang lebih kuat, SHM mungkin menjadi pilihan yang lebih baik.

7 dari 9 halaman

Cara Mengubah SHGB Menjadi SHM

Mengubah status SHGB menjadi SHM adalah langkah yang sering diambil oleh pemilik properti untuk mendapatkan hak kepemilikan yang lebih kuat. Proses ini, meskipun memerlukan waktu dan biaya, dapat meningkatkan nilai properti secara signifikan. Berikut adalah langkah-langkah detail untuk mengubah SHGB menjadi SHM:

  1. Periksa Kelayakan:
    • Pastikan properti memenuhi syarat untuk diubah menjadi SHM (misalnya, luas tanah tidak melebihi 2000 m2 untuk perumahan).
    • Verifikasi bahwa Anda adalah Warga Negara Indonesia, karena SHM hanya bisa dimiliki oleh WNI.
  2. Kumpulkan Dokumen:
    • Sertifikat SHGB asli
    • Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga
    • Fotokopi SPPT PBB tahun terakhir
    • Bukti lunas PBB
    • Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau surat keterangan dari kelurahan
  3. Ajukan Permohonan:
    • Datangi Kantor Pertanahan setempat
    • Isi formulir permohonan peningkatan hak
    • Serahkan semua dokumen yang diperlukan
  4. Pemeriksaan Berkas:
    • Petugas akan memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen
    • Jika ada kekurangan, Anda akan diminta melengkapinya
  5. Pengukuran dan Pemetaan:
    • Petugas akan melakukan pengukuran ulang tanah jika diperlukan
    • Hasil pengukuran akan dicocokkan dengan data yang ada
  6. Penerbitan SK Pemberian Hak:
    • Jika semua persyaratan terpenuhi, akan diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak Milik
  7. Pembayaran BPHTB dan PPh:
    • Hitung dan bayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
    • Bayar Pajak Penghasilan (PPh) jika diperlukan
  8. Penerbitan Sertifikat SHM:
    • Setelah semua proses selesai dan pembayaran dilakukan, SHM akan diterbitkan
    • SHGB lama akan ditarik dan digantikan dengan SHM baru

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan:

  • Proses ini bisa memakan waktu beberapa bulan, tergantung pada beban kerja Kantor Pertanahan dan kompleksitas kasus.
  • Biaya yang dibutuhkan bisa cukup besar, termasuk biaya administrasi, BPHTB, dan kemungkinan PPh.
  • Tidak semua SHGB bisa diubah menjadi SHM, terutama jika tanah tersebut berada di atas tanah negara atau tanah hak pengelolaan.
  • Konsultasikan dengan notaris atau konsultan hukum untuk memastikan proses berjalan lancar dan sesuai hukum yang berlaku.

Mengubah SHGB menjadi SHM dapat menjadi investasi yang berharga dalam jangka panjang, meningkatkan nilai properti dan memberikan kepastian hukum yang lebih kuat. Namun, pertimbangkan dengan cermat apakah manfaat yang diperoleh sebanding dengan biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk proses ini.

8 dari 9 halaman

Tips Penting Sebelum Membeli Properti Bersertifikat HGB

Membeli properti dengan status SHGB memerlukan pertimbangan khusus. Berikut adalah beberapa tips penting yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk membeli properti bersertifikat HGB:

  1. Periksa Masa Berlaku SHGB:
    • Cek tanggal berakhirnya SHGB pada sertifikat.
    • Pertimbangkan sisa masa berlaku dalam rencana investasi Anda.
  2. Verifikasi Legalitas Sertifikat:
    • Lakukan pengecekan keaslian sertifikat di Kantor Pertanahan setempat.
    • Pastikan tidak ada sengketa atau masalah hukum terkait properti tersebut.
  3. Hitung Biaya Tambahan:
    • Perkirakan biaya perpanjangan SHGB di masa depan.
    • Pertimbangkan kemungkinan biaya peningkatan hak menjadi SHM jika diinginkan.
  4. Pahami Keterbatasan Penggunaan:
    • Cek apakah penggunaan properti sesuai dengan tujuan pemberian HGB.
    • Pastikan rencana Anda untuk properti tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan HGB.
  5. Pertimbangkan Lokasi dan Potensi Pengembangan:
    • Analisis rencana tata ruang wilayah di lokasi properti.
    • Nilai potensi pengembangan area sekitar yang dapat mempengaruhi nilai properti.
  6. Konsultasikan dengan Ahli:
    • Minta pendapat notaris atau konsultan hukum properti.
    • Diskusikan dengan agen properti berpengalaman tentang prospek investasi.
  7. Bandingkan dengan Properti SHM:
    • Bandingkan harga dan potensi investasi dengan properti serupa berstatus SHM.
    • Pertimbangkan apakah perbedaan harga sebanding dengan perbedaan status hak.
  8. Periksa Riwayat Perpanjangan:
    • Jika SHGB pernah diperpanjang, cek apakah ada masalah dalam proses perpanjangan sebelumnya.
    • Ini bisa menjadi indikasi kemudahan perpanjangan di masa depan.
  9. Pertimbangkan Tujuan Pembelian:
    • Jika untuk investasi jangka pendek, SHGB mungkin lebih sesuai.
    • Untuk hunian jangka panjang, pertimbangkan kemungkinan mengubah ke SHM.
  10. Cek Kebijakan Bank:
    • Jika berencana menggunakan KPR, cek kebijakan bank terkait pembiayaan properti SHGB.
    • Beberapa bank mungkin memiliki syarat khusus untuk properti SHGB.

Dengan memperhatikan tips-tips di atas, Anda dapat membuat keputusan yang lebih informed dalam membeli properti bersertifikat HGB. Ingatlah bahwa setiap investasi properti memiliki risiko dan manfaatnya sendiri, dan penting untuk menyesuaikan keputusan dengan tujuan dan kemampuan finansial Anda.

9 dari 9 halaman

Mitos dan Fakta Seputar SHGB

Seiring dengan popularitas SHGB dalam transaksi properti, muncul berbagai mitos yang perlu diluruskan. Berikut adalah beberapa mitos umum tentang SHGB beserta fakta yang sebenarnya:

Mitos 1: SHGB Tidak Aman untuk Investasi

Fakta: SHGB adalah bentuk kepemilikan yang sah dan aman secara hukum. Meskipun memiliki jangka waktu terbatas, SHGB dapat diperpanjang dan bahkan ditingkatkan menjadi SHM dalam kondisi tertentu. Banyak investor sukses menggunakan properti SHGB sebagai instrumen investasi yang menguntungkan.

Mitos 2: SHGB Tidak Bisa Dijadikan Jaminan Kredit

Fakta: Properti dengan status SHGB dapat dijadikan jaminan kredit di bank. Banyak bank menerima SHGB sebagai agunan, meskipun mungkin dengan persyaratan yang sedikit berbeda dibandingkan dengan SHM.

Mitos 3: Perpanjangan SHGB Selalu Rumit dan Mahal

Fakta: Proses perpanjangan SHGB sebenarnya cukup straightforward jika dilakukan tepat waktu. Biayanya pun telah diatur oleh pemerintah dan umumnya masih dalam batas wajar. Kerumitan biasanya muncul jika perpanjangan terlambat dilakukan.

Mitos 4: SHGB Tidak Bisa Diwariskan

Fakta: SHGB dapat diwariskan selama masa berlakunya belum habis. Ahli waris dapat melanjutkan kepemilikan dan bahkan mengajukan perpanjangan atau peningkatan hak jika diperlukan.

Mitos 5: Semua SHGB Bisa Diubah Menjadi SHM

Fakta: Tidak semua SHGB bisa diubah menjadi SHM. Hal ini tergantung pada status tanah di bawahnya dan kebijakan pemerintah setempat. SHGB di atas tanah negara, misalnya, umumnya tidak bisa diubah menjadi SHM.

Mitos 6: Properti SHGB Selalu Lebih Murah dari SHM

Fakta: Meskipun umumnya properti SHGB memang lebih murah, harga juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti lokasi, kondisi properti, dan potensi pengembangan area. Beberapa properti SHGB di lokasi strategis bisa lebih mahal dari properti SHM di lokasi kurang prime.

Mitos 7: SHGB Hanya untuk Properti Komersial

Fakta: Meskipun umum digunakan untuk properti komersial, SHGB juga banyak digunakan untuk properti residensial, terutama di kawasan perumahan yang dikembangkan oleh developer.

Mitos 8: Pemegang SHGB Tidak Memiliki Hak Penuh atas Bangunan

Fakta: Pemegang SHGB memiliki hak penuh atas bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut. Yang terbatas hanyalah hak atas tanahnya, bukan bangunannya.

Memahami fakta-fakta ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dalam transaksi properti. Selalu lakukan due diligence dan konsultasikan dengan ahli properti atau hukum sebelum membuat keputusan besar terkait properti SHGB.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence