Liputan6.com, Jakarta Rabies merupakan penyakit mematikan yang dapat menyerang hewan dan manusia. Memahami ciri hewan rabies sangatlah penting untuk melindungi diri dan keluarga dari risiko penularan. Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang rabies, mulai dari definisi, penyebab, gejala, hingga cara pencegahan dan penanganannya.
Apa Itu Rabies?
Rabies adalah penyakit virus zoonosis yang menyerang sistem saraf pusat hewan berdarah panas dan manusia. Virus penyebab rabies termasuk dalam genus Lyssavirus dari keluarga Rhabdoviridae. Penyakit ini hampir selalu berakibat fatal jika gejala klinis telah muncul.
Virus rabies umumnya ditularkan melalui gigitan atau cakaran hewan yang terinfeksi. Air liur hewan yang mengandung virus dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka atau selaput lendir. Hewan yang paling sering menularkan rabies antara lain anjing, kucing, kelelawar, rakun, dan rubah.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar melalui saraf tepi menuju otak dan sumsum tulang belakang. Proses ini dapat berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan, tergantung lokasi gigitan dan jumlah virus yang masuk. Ketika virus mencapai otak, akan terjadi peradangan yang menyebabkan berbagai gejala neurologis.
Advertisement
Sejarah dan Penyebaran Rabies
Rabies telah dikenal sejak zaman kuno. Catatan tertua tentang penyakit ini ditemukan di Mesir pada tahun 2300 SM. Pada abad ke-1 Masehi, penulis Romawi Cornelius Celsus mendeskripsikan gejala rabies dan menyarankan pengobatan dengan membakar luka gigitan.
Di Indonesia, kasus rabies pertama kali dilaporkan pada tahun 1884 di Jawa Barat. Sejak saat itu, penyakit ini terus menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Saat ini, sebagian besar provinsi di Indonesia masih tergolong endemis rabies, kecuali beberapa daerah seperti Jawa, Bali, dan Papua.
Secara global, rabies masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di banyak negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 59.000 kematian akibat rabies terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia, dengan 95% kasus terjadi di Asia dan Afrika.
Ciri-ciri Hewan yang Terinfeksi Rabies
Mengenali ciri hewan rabies sangat penting untuk mencegah penularan. Berikut adalah tanda-tanda yang perlu diwaspadai:
1. Perubahan Perilaku
Salah satu ciri utama hewan rabies adalah perubahan perilaku yang drastis. Hewan yang biasanya jinak dapat menjadi agresif tanpa sebab yang jelas. Sebaliknya, hewan liar bisa tiba-tiba menjadi tidak takut pada manusia. Perubahan ini disebabkan oleh kerusakan pada sistem saraf akibat infeksi virus rabies.
2. Hipersalivasi
Hewan yang terinfeksi rabies sering mengeluarkan air liur berlebihan atau berbusa. Hal ini terjadi karena virus menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot mulut dan tenggorokan, sehingga hewan kesulitan menelan. Air liur yang menumpuk inilah yang kemudian keluar dan terlihat seperti busa di sekitar mulut.
3. Hidrofobia
Ketakutan terhadap air (hidrofobia) merupakan gejala khas rabies yang juga dapat terlihat pada hewan. Hewan yang terinfeksi mungkin menolak untuk minum atau menunjukkan reaksi panik saat melihat air. Gejala ini terkait dengan kesulitan menelan yang dialami hewan akibat kelumpuhan otot tenggorokan.
4. Perubahan Suara
Hewan yang terkena rabies dapat mengalami perubahan suara. Misalnya, anjing yang terinfeksi mungkin mengeluarkan gonggongan yang tidak biasa atau terdengar serak. Hal ini disebabkan oleh kerusakan pada pita suara akibat infeksi virus.
5. Kejang dan Kelumpuhan
Pada tahap lanjut, hewan rabies dapat mengalami kejang-kejang atau kelumpuhan progresif. Kelumpuhan biasanya dimulai dari bagian belakang tubuh dan merambat ke depan. Hewan mungkin terlihat kesulitan berjalan atau bahkan tidak mampu bergerak sama sekali.
6. Perubahan Pola Makan
Hewan yang terinfeksi rabies sering kehilangan nafsu makan. Mereka mungkin menolak makanan atau air yang biasanya disukai. Dalam beberapa kasus, hewan bahkan dapat memakan benda-benda yang tidak biasa dimakan.
7. Luka atau Bekas Gigitan
Adanya luka atau bekas gigitan pada tubuh hewan, terutama di daerah kepala atau leher, dapat menjadi indikasi kemungkinan infeksi rabies. Hal ini terutama perlu diwaspadai jika hewan tersebut pernah berkelahi dengan hewan liar atau tidak dikenal.
Penting untuk diingat bahwa tidak semua hewan rabies akan menunjukkan seluruh gejala di atas. Beberapa hewan mungkin hanya menunjukkan satu atau dua gejala, sementara yang lain bisa menunjukkan kombinasi gejala yang berbeda. Oleh karena itu, setiap perilaku tidak biasa pada hewan, terutama hewan liar atau tidak dikenal, harus diwaspadai sebagai kemungkinan rabies.
Advertisement
Penyebab Rabies pada Hewan
Rabies disebabkan oleh virus dari genus Lyssavirus, yang termasuk dalam keluarga Rhabdoviridae. Virus ini memiliki bentuk seperti peluru dan mengandung RNA untai tunggal. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko hewan terkena rabies antara lain:
1. Kontak dengan Hewan Terinfeksi
Faktor risiko utama adalah kontak langsung dengan hewan yang sudah terinfeksi rabies. Gigitan merupakan cara penularan yang paling umum, namun cakaran atau jilatan pada luka terbuka juga dapat menjadi jalur masuknya virus.
2. Kurangnya Vaksinasi
Hewan peliharaan yang tidak divaksinasi secara rutin memiliki risiko lebih tinggi terkena rabies. Vaksinasi merupakan cara paling efektif untuk mencegah infeksi pada hewan domestik.
3. Lingkungan dengan Populasi Hewan Liar Tinggi
Daerah dengan populasi hewan liar yang tinggi, seperti kelelawar, rakun, atau rubah, memiliki risiko penularan rabies yang lebih besar. Hewan-hewan ini dapat menjadi reservoir alami virus rabies.
4. Perubahan Habitat
Perubahan lingkungan akibat aktivitas manusia dapat menyebabkan hewan liar bermigrasi ke daerah pemukiman, meningkatkan kemungkinan kontak dengan hewan domestik dan manusia.
5. Kurangnya Pengawasan
Hewan peliharaan yang dibiarkan berkeliaran tanpa pengawasan memiliki risiko lebih tinggi untuk berinteraksi dengan hewan liar yang mungkin terinfeksi rabies.
Gejala Rabies pada Manusia
Gejala rabies pada manusia biasanya muncul setelah masa inkubasi yang bervariasi, mulai dari beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah terpapar virus. Gejala-gejala ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap:
1. Tahap Prodromal
Pada tahap awal, gejala yang muncul mirip dengan flu, meliputi:
- Demam
- Sakit kepala
- Kelelahan
- Mual dan muntah
- Ketidaknyamanan atau nyeri di tempat gigitan
2. Tahap Neurologis Akut
Setelah beberapa hari, gejala neurologis mulai muncul:
- Kebingungan dan agitasi
- Halusinasi
- Hidrofobia (ketakutan terhadap air)
- Aerofobia (ketakutan terhadap udara)
- Hipersalivasi (produksi air liur berlebihan)
- Kesulitan menelan
- Kejang-kejang
3. Tahap Koma
Pada tahap akhir, penderita akan mengalami:
- Koma
- Kegagalan organ multiple
- Kematian
Penting untuk diingat bahwa sekali gejala klinis muncul, rabies hampir selalu berakibat fatal. Oleh karena itu, tindakan pencegahan dan penanganan dini sangat krusial.
Advertisement
Diagnosis Rabies
Diagnosis rabies pada hewan maupun manusia dapat menjadi tantangan tersendiri, terutama pada tahap awal infeksi. Beberapa metode diagnosis yang digunakan antara lain:
1. Observasi Klinis
Pada hewan, observasi perilaku selama 10-14 hari setelah gigitan dapat membantu mendeteksi tanda-tanda rabies. Jika hewan menunjukkan gejala atau mati dalam periode ini, kemungkinan besar terinfeksi rabies.
2. Tes Laboratorium
Beberapa tes laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosis rabies meliputi:
- Direct Fluorescent Antibody (DFA) Test: Metode standar untuk mendeteksi antigen virus rabies pada jaringan otak.
- Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR): Dapat mendeteksi RNA virus rabies pada berbagai jenis sampel.
- Rapid Immunodiagnostic Test (RIDT): Tes cepat yang dapat dilakukan di lapangan untuk mendeteksi antigen virus rabies.
3. Biopsi Kulit
Pada manusia, biopsi kulit dari area belakang leher dapat digunakan untuk mendeteksi antigen virus rabies sebelum gejala klinis muncul.
4. Analisis Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat membantu mendeteksi antibodi terhadap virus rabies atau RNA virus.
5. Pencitraan Otak
CT scan atau MRI otak mungkin menunjukkan perubahan yang konsisten dengan ensefalitis, meskipun tidak spesifik untuk rabies.
Diagnosis dini rabies sangat penting untuk manajemen kasus dan tindakan pencegahan. Namun, konfirmasi diagnosis seringkali hanya dapat dilakukan post-mortem melalui pemeriksaan jaringan otak.
Penanganan dan Pengobatan Rabies
Penanganan rabies terbagi menjadi dua kategori utama: tindakan pencegahan setelah terpapar (post-exposure prophylaxis/PEP) dan perawatan suportif untuk kasus yang sudah berkembang. Berikut adalah penjelasan lebih rinci:
1. Post-Exposure Prophylaxis (PEP)
PEP merupakan tindakan krusial yang harus segera dilakukan setelah seseorang terpajan atau diduga terpajan virus rabies. Langkah-langkah PEP meliputi:
- Pembersihan luka: Cuci luka dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit. Ini dapat mengurangi risiko infeksi hingga 90%.
- Pemberian imunoglobulin rabies (RIG): Diberikan di sekitar luka untuk menetralkan virus sebelum sistem imun tubuh merespons.
- Vaksinasi: Seri vaksin rabies diberikan pada hari ke-0, 3, 7, dan 14 setelah paparan.
2. Perawatan Suportif
Jika gejala rabies sudah muncul, pengobatan berfokus pada perawatan suportif untuk mengurangi penderitaan pasien. Ini meliputi:
- Pemberian sedatif untuk mengurangi agitasi
- Analgesik untuk mengatasi nyeri
- Antikonvulsan untuk mengendalikan kejang
- Dukungan pernapasan jika diperlukan
- Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Protokol Milwaukee
Protokol Milwaukee adalah pendekatan eksperimental yang pernah berhasil menyelamatkan beberapa pasien rabies. Metode ini melibatkan induksi koma dan pemberian antivirus. Namun, tingkat keberhasilannya masih sangat rendah dan kontroversial.
4. Pengobatan pada Hewan
Untuk hewan yang diduga terinfeksi rabies, tindakan yang dilakukan biasanya adalah:
- Isolasi dan observasi selama 10-14 hari untuk hewan domestik
- Eutanasia untuk hewan liar atau hewan yang menunjukkan gejala jelas rabies
Penting untuk diingat bahwa pencegahan tetap menjadi kunci utama dalam mengatasi rabies. Vaksinasi rutin pada hewan peliharaan dan edukasi masyarakat tentang risiko dan penanganan gigitan hewan sangat penting dalam upaya mengendalikan penyebaran rabies.
Advertisement
Pencegahan Rabies
Pencegahan rabies melibatkan berbagai strategi yang diterapkan baik pada hewan maupun manusia. Berikut adalah langkah-langkah pencegahan yang efektif:
1. Vaksinasi Hewan
Vaksinasi rutin pada hewan peliharaan, terutama anjing dan kucing, merupakan langkah paling efektif untuk mencegah penyebaran rabies. Di banyak negara, vaksinasi rabies pada hewan peliharaan bersifat wajib. Jadwal vaksinasi biasanya:
- Vaksin pertama pada usia 3-4 bulan
- Booster satu tahun kemudian
- Vaksinasi ulang setiap 1-3 tahun, tergantung jenis vaksin dan peraturan setempat
2. Pengendalian Populasi Hewan Liar
Mengurangi populasi hewan liar di daerah pemukiman dapat membantu mengurangi risiko penularan rabies. Ini dapat dilakukan melalui:
- Program penangkapan dan vaksinasi hewan liar
- Penggunaan umpan vaksin oral untuk hewan liar
- Manajemen sampah yang baik untuk mengurangi sumber makanan hewan liar
3. Edukasi Masyarakat
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang rabies sangat penting. Ini meliputi:
- Pengetahuan tentang ciri-ciri hewan rabies
- Pentingnya menghindari kontak dengan hewan liar atau tidak dikenal
- Langkah-langkah yang harus diambil jika tergigit atau tercakar hewan
4. Vaksinasi Pre-Exposure untuk Manusia
Vaksinasi pre-exposure direkomendasikan untuk individu dengan risiko tinggi terpapar rabies, seperti:
- Dokter hewan dan staf klinik hewan
- Petugas penanganan hewan liar
- Peneliti yang bekerja dengan virus rabies
- Traveler yang berkunjung ke daerah endemis rabies
5. Manajemen Luka Gigitan
Jika tergigit atau tercakar hewan:
- Segera cuci luka dengan sabun dan air mengalir selama minimal 15 menit
- Aplikasikan antiseptik seperti povidone iodine
- Segera cari bantuan medis untuk evaluasi risiko dan kemungkinan pemberian PEP
6. Karantina dan Observasi
Hewan yang diduga terinfeksi rabies harus dikarantina dan diobservasi selama 10-14 hari. Jika hewan tetap sehat selama periode ini, kemungkinan besar tidak terinfeksi rabies saat menggigit.
7. Regulasi dan Kebijakan
Pemerintah memiliki peran penting dalam pencegahan rabies melalui:
- Penerapan undang-undang wajib vaksin untuk hewan peliharaan
- Pengawasan impor hewan
- Program eliminasi rabies di tingkat nasional
Dengan menerapkan strategi pencegahan yang komprehensif, risiko penularan rabies dapat dikurangi secara signifikan. Namun, kewaspadaan dan edukasi berkelanjutan tetap diperlukan untuk menjaga keberhasilan program pencegahan rabies.
Mitos dan Fakta Seputar Rabies
Terdapat banyak mitos yang beredar di masyarakat terkait rabies. Penting untuk membedakan antara mitos dan fakta untuk memastikan penanganan yang tepat. Berikut beberapa mitos umum dan faktanya:
Mitos 1: Hanya anjing yang dapat menularkan rabies
Fakta: Meskipun anjing merupakan vektor utama rabies di banyak negara, semua mamalia berdarah panas dapat terinfeksi dan menularkan rabies. Ini termasuk kucing, kelelawar, rakun, dan bahkan manusia.
Mitos 2: Rabies selalu menyebabkan hewan menjadi agresif dan "gila"
Fakta: Tidak semua hewan rabies menunjukkan perilaku agresif. Ada juga bentuk "diam" dari rabies di mana hewan menjadi lesu dan tidak responsif.
Mitos 3: Jika seekor anjing selamat setelah menggigit seseorang, itu berarti anjing tersebut tidak rabies
Fakta: Hewan yang terinfeksi rabies dapat menularkan virus melalui air liur beberapa hari sebelum menunjukkan gejala. Oleh karena itu, observasi selama 10-14 hari tetap diperlukan.
Mitos 4: Rabies dapat disembuhkan jika ditangani segera
Fakta: Sekali gejala rabies muncul, penyakit ini hampir selalu fatal. Namun, pemberian profilaksis pasca pajanan (PEP) segera setelah terpapar dapat mencegah perkembangan penyakit.
Mitos 5: Vaksin rabies berbahaya dan dapat menyebabkan rabies
Fakta: Vaksin rabies modern sangat aman dan efektif. Vaksin ini tidak dapat menyebabkan rabies karena tidak mengandung virus hidup.
Mitos 6: Anda dapat mengetahui apakah seekor hewan rabies dengan melihat mulutnya berbusa
Fakta: Meskipun hipersalivasi adalah gejala rabies, tidak semua hewan rabies menunjukkan gejala ini. Sebaliknya, beberapa kondisi lain juga dapat menyebabkan mulut berbusa.
Mitos 7: Rabies hanya menyerang di musim panas
Fakta: Rabies dapat menyerang sepanjang tahun, meskipun kasus mungkin meningkat di musim kawin hewan liar karena peningkatan interaksi antar hewan.
Memahami fakta-fakta ini penting untuk meningkatkan kewaspadaan dan memastikan tindakan yang tepat diambil dalam mencegah dan menangani kasus rabies.
Advertisement
Kapan Harus Konsultasi ke Dokter?
Konsultasi medis segera sangat penting jika Anda mengalami atau mencurigai paparan terhadap rabies. Berikut adalah situasi-situasi di mana Anda harus segera mencari bantuan medis:
1. Setelah Gigitan atau Cakaran Hewan
Jika Anda digigit atau dicakar oleh hewan apapun, terutama hewan liar atau tidak dikenal, segera cari bantuan medis. Ini berlaku bahkan jika luka terlihat kecil atau tidak signifikan.
2. Kontak dengan Air Liur Hewan
Jika air liur hewan yang diduga rabies masuk ke dalam luka terbuka, mata, hidung, atau mulut Anda, segera konsultasikan ke dokter.
3. Kontak dengan Hewan yang Mencurigakan
Jika Anda berinteraksi dengan hewan yang menunjukkan perilaku tidak biasa atau gejala yang mirip dengan rabies, segera cari evaluasi medis, bahkan jika tidak ada gigitan atau cakaran yang jelas.
4. Perjalanan ke Daerah Endemis Rabies
Jika Anda baru kembali dari perjalanan ke daerah dengan risiko rabies tinggi dan mengalami kontak dengan hewan, konsultasikan dengan dokter untuk evaluasi risiko.
5. Gejala yang Mencurigakan
Jika Anda mengalami gejala yang mungkin terkait dengan rabies, seperti nyeri atau kesemutan di bekas luka gigitan, demam yang tidak dapat dijelaskan, atau perubahan perilaku, segera cari bantuan medis.
6. Hewan Peliharaan Menunjukkan Gejala
Jika hewan peliharaan Anda menunjukkan perubahan perilaku yang tidak biasa atau gejala yang mungkin terkait dengan rabies, konsultasikan dengan dokter hewan dan pertimbangkan untuk memeriksakan diri Anda juga.
7. Setelah Memberikan Pertolongan Pertama
Bahkan jika Anda telah membersihkan luka dengan baik setelah gigitan atau cakaran, tetap penting untuk mendapatkan evaluasi medis profesional.
Ingat, rabies adalah penyakit yang sangat serius dan potensial fatal. Tindakan pencegahan dan evaluasi dini sangat penting. Jangan ragu untuk mencari bantuan medis bahkan jika Anda hanya mencurigai kemungkinan paparan terhadap rabies. Dokter akan mengevaluasi risiko dan menentukan apakah profilaksis pasca pajanan (PEP) diperlukan.
Pertanyaan Umum Seputar Rabies
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan terkait rabies beserta jawabannya:
1. Apakah semua gigitan hewan memerlukan vaksin rabies?
Tidak semua gigitan hewan memerlukan vaksin rabies. Keputusan untuk memberikan vaksin tergantung pada beberapa faktor, termasuk jenis hewan, situasi gigitan, dan status vaksinasi hewan tersebut. Namun, evaluasi medis tetap diperlukan untuk setiap kasus gigitan hewan.
2. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk gejala rabies muncul setelah terpapar?
Masa inkubasi rabies bervariasi, biasanya antara 2-8 minggu, tetapi bisa berkisar dari 10 hari hingga lebih dari satu tahun. Faktor-faktor seperti lokasi gigitan dan jumlah virus yang masuk dapat mempengaruhi masa inkubasi.
3. Apakah rabies dapat disembuhkan setelah gejala muncul?
Sayangnya, sekali gejala rabies muncul, penyakit ini hampir selalu fatal. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan dini sangat krusial.
4. Bisakah seseorang tertular rabies dari manusia lain?
Penularan rabies dari manusia ke manusia sangat jarang terjadi. Kasus yang pernah dilaporkan umumnya terkait dengan transplantasi organ dari donor yang terinfeksi rabies.
5. Apakah vaksin rabies aman untuk anak-anak dan ibu hamil?
Ya, vaksin rabies aman untuk anak-anak dan ibu hamil. Risiko dari infeksi rabies jauh lebih besar dibandingkan risiko dari vaksin.
6. Berapa lama vaksin rabies memberikan perlindungan?
Vaksin rabies pre-exposure biasanya memberikan perlindungan selama 2-3 tahun. Namun, untuk individu dengan risiko tinggi, pemeriksaan titer antibodi dan booster mungkin diperlukan.
7. Apakah rabies dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi?
Penularan rabies melalui makanan atau air yang terkontaminasi sangat tidak mungkin terjadi. Virus rabies tidak dapat bertahan lama di luar tubuh inang.
8. Bisakah hewan yang sudah divaksinasi tetap terkena rabies?
Meskipun jarang, hewan yang sudah divaksinasi masih mungkin terkena rabies jika sistem kekebalan tubuhnya lemah atau jika vaksinasi tidak dilakukan dengan benar.
Memahami jawaban atas pertanyaan-pertanyaan umum ini dapat membantu meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan terhadap rabies. Namun, selalu konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk informasi yang lebih spesifik dan up-to-date.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement