Liputan6.com, Jakarta Sistem pemerintahan parlementer merupakan salah satu bentuk sistem pemerintahan yang banyak diterapkan di berbagai negara di dunia. Dalam sistem ini, parlemen memainkan peran yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang ciri-ciri, karakteristik, serta penerapan sistem pemerintahan parlementer di berbagai negara.
Pengertian Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan eksekutif berasal dari dan bertanggung jawab kepada badan legislatif atau parlemen. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan (biasanya disebut Perdana Menteri) dipilih oleh parlemen dan harus mempertahankan dukungan mayoritas di parlemen untuk tetap berkuasa.
Berbeda dengan sistem presidensial, dalam sistem parlementer terdapat pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Kepala negara (yang bisa berupa presiden atau raja/ratu) biasanya memiliki peran seremonial, sementara kepala pemerintahan (Perdana Menteri) menjalankan fungsi pemerintahan sehari-hari.
Sistem parlementer berkembang dari tradisi pemerintahan Inggris dan kemudian diadopsi oleh banyak negara, terutama negara-negara persemakmuran Inggris. Sistem ini dianggap lebih fleksibel dalam merespon perubahan politik dibandingkan sistem presidensial.
Advertisement
Ciri-ciri Utama Sistem Pemerintahan Parlementer
Berikut adalah beberapa ciri utama yang menandai sistem pemerintahan parlementer:
- Pemisahan kepala negara dan kepala pemerintahan
- Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif
- Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan
- Kabinet kolektif yang bertanggung jawab kepada parlemen
- Fleksibilitas dalam pembentukan dan pembubaran pemerintahan
- Parlemen dapat menjatuhkan pemerintah melalui mosi tidak percaya
- Kepala negara dapat membubarkan parlemen atas saran Perdana Menteri
Mari kita bahas masing-masing ciri tersebut secara lebih rinci:
1. Pemisahan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
Dalam sistem parlementer, terdapat pemisahan yang jelas antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Kepala negara, yang bisa berupa seorang presiden atau raja/ratu, memiliki peran yang lebih bersifat seremonial dan simbolis. Mereka mewakili negara dalam urusan diplomatik dan acara kenegaraan, namun tidak terlibat langsung dalam pembuatan kebijakan sehari-hari.
Sementara itu, kepala pemerintahan, yang biasanya disebut Perdana Menteri, bertanggung jawab atas jalannya pemerintahan sehari-hari. Perdana Menteri memimpin kabinet, membuat kebijakan, dan bertanggung jawab kepada parlemen.
2. Eksekutif Bertanggung Jawab kepada Legislatif
Salah satu ciri khas sistem parlementer adalah bahwa eksekutif (pemerintah) bertanggung jawab langsung kepada legislatif (parlemen). Ini berarti bahwa Perdana Menteri dan kabinetnya harus mempertahankan kepercayaan mayoritas anggota parlemen untuk tetap berkuasa.
Jika pemerintah kehilangan dukungan mayoritas di parlemen, mereka dapat dijatuhkan melalui mosi tidak percaya. Hal ini menciptakan hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif, di mana pemerintah harus terus-menerus mempertahankan dukungan parlemen untuk dapat menjalankan kebijakannya.
3. Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan
Dalam sistem parlementer, Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan yang sebenarnya. Perdana Menteri biasanya adalah pemimpin partai atau koalisi yang memiliki mayoritas kursi di parlemen. Mereka dipilih oleh parlemen, bukan oleh rakyat secara langsung seperti dalam sistem presidensial.
Perdana Menteri memiliki kekuasaan yang besar dalam menentukan kebijakan pemerintah. Mereka memimpin kabinet, menentukan agenda legislatif, dan mewakili negara dalam urusan internasional. Namun, kekuasaan ini bergantung pada dukungan berkelanjutan dari parlemen.
4. Kabinet Kolektif yang Bertanggung Jawab kepada Parlemen
Dalam sistem parlementer, kabinet berfungsi sebagai badan kolektif yang bertanggung jawab kepada parlemen. Ini berarti bahwa semua anggota kabinet, termasuk Perdana Menteri, harus bersatu dalam mendukung kebijakan pemerintah. Jika ada ketidaksepakatan yang serius, anggota kabinet diharapkan untuk mengundurkan diri daripada secara terbuka menentang kebijakan pemerintah.
Prinsip tanggung jawab kolektif ini memastikan bahwa pemerintah berbicara dengan satu suara dan mempertahankan solidaritas di hadapan parlemen dan publik. Hal ini juga berarti bahwa jika satu kebijakan pemerintah gagal, seluruh kabinet dapat dimintai pertanggungjawaban.
5. Fleksibilitas dalam Pembentukan dan Pembubaran Pemerintahan
Sistem parlementer memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam pembentukan dan pembubaran pemerintahan dibandingkan dengan sistem presidensial. Pemerintahan dapat dibentuk dan dibubarkan tanpa harus menunggu periode pemilihan yang tetap.
Jika pemerintah kehilangan dukungan mayoritas di parlemen, mereka dapat digantikan oleh pemerintahan baru tanpa harus menunggu pemilihan umum. Hal ini memungkinkan sistem politik untuk lebih responsif terhadap perubahan dalam opini publik atau dinamika politik.
6. Parlemen Dapat Menjatuhkan Pemerintah Melalui Mosi Tidak Percaya
Salah satu mekanisme penting dalam sistem parlementer adalah kemampuan parlemen untuk menjatuhkan pemerintah melalui mosi tidak percaya. Jika mayoritas anggota parlemen merasa bahwa pemerintah tidak lagi layak untuk memerintah, mereka dapat mengajukan mosi tidak percaya.
Jika mosi ini berhasil, pemerintah harus mengundurkan diri. Ini memberikan kontrol yang kuat kepada parlemen atas eksekutif dan memastikan bahwa pemerintah tetap bertanggung jawab kepada badan legislatif.
7. Kepala Negara Dapat Membubarkan Parlemen atas Saran Perdana Menteri
Dalam banyak sistem parlementer, kepala negara memiliki kekuasaan untuk membubarkan parlemen dan memerintahkan pemilihan umum baru. Namun, kekuasaan ini biasanya dijalankan atas saran Perdana Menteri.
Kemampuan untuk membubarkan parlemen memberikan fleksibilitas tambahan kepada sistem politik. Ini memungkinkan pemerintah untuk mencari mandat baru dari rakyat jika terjadi kebuntuan politik atau jika pemerintah ingin memanfaatkan momentum politik yang menguntungkan.
Karakteristik Sistem Pemerintahan Parlementer
Selain ciri-ciri utama yang telah disebutkan, sistem pemerintahan parlementer juga memiliki beberapa karakteristik khas yang membedakannya dari sistem pemerintahan lainnya. Berikut adalah beberapa karakteristik penting dari sistem parlementer:
1. Fusi Kekuasaan antara Eksekutif dan Legislatif
Berbeda dengan sistem presidensial yang menganut pemisahan kekuasaan yang tegas, sistem parlementer ditandai oleh fusi atau penyatuan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. Dalam praktiknya, ini berarti bahwa anggota kabinet, termasuk Perdana Menteri, biasanya juga merupakan anggota parlemen.
Fusi kekuasaan ini memungkinkan koordinasi yang lebih erat antara eksekutif dan legislatif dalam proses pembuatan kebijakan. Namun, hal ini juga dapat mengurangi checks and balances antara kedua cabang pemerintahan tersebut.
2. Dominasi Partai Politik
Sistem parlementer cenderung memperkuat peran partai politik dalam proses pemerintahan. Partai atau koalisi yang memiliki mayoritas di parlemen akan membentuk pemerintahan, dan pemimpin partai tersebut biasanya menjadi Perdana Menteri.
Disiplin partai juga cenderung lebih kuat dalam sistem parlementer, karena anggota parlemen dari partai pemerintah diharapkan untuk mendukung kebijakan pemerintah. Jika tidak, mereka berisiko menjatuhkan pemerintahan mereka sendiri.
3. Fleksibilitas dalam Pergantian Kepemimpinan
Sistem parlementer memungkinkan pergantian kepemimpinan yang lebih fleksibel dibandingkan sistem presidensial. Jika Perdana Menteri kehilangan dukungan partainya atau parlemen, mereka dapat digantikan tanpa harus menunggu pemilihan umum berikutnya.
Fleksibilitas ini dapat membantu mengatasi krisis politik dengan lebih cepat, tetapi juga dapat menyebabkan ketidakstabilan jika pergantian kepemimpinan terjadi terlalu sering.
4. Sistem Oposisi yang Terstruktur
Dalam sistem parlementer, partai atau koalisi yang tidak membentuk pemerintahan biasanya membentuk oposisi resmi. Pemimpin oposisi sering kali memiliki status resmi dan berperan penting dalam mengawasi dan mengkritik kebijakan pemerintah.
Sistem oposisi yang terstruktur ini membantu memastikan adanya debat yang sehat dan pengawasan yang efektif terhadap tindakan pemerintah.
5. Kecepatan dalam Pembuatan Kebijakan
Karena adanya fusi kekuasaan antara eksekutif dan legislatif, sistem parlementer sering kali dapat membuat dan menerapkan kebijakan dengan lebih cepat dibandingkan sistem presidensial. Pemerintah yang memiliki mayoritas di parlemen dapat dengan mudah meloloskan undang-undang yang diinginkan.
Namun, kecepatan ini juga dapat menjadi kelemahan jika tidak ada mekanisme checks and balances yang memadai untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Advertisement
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer memiliki beberapa kelebihan yang membuatnya menjadi pilihan bagi banyak negara. Berikut adalah beberapa kelebihan utama dari sistem ini:
1. Fleksibilitas dan Responsivitas
Salah satu kelebihan utama sistem parlementer adalah fleksibilitasnya dalam merespon perubahan politik. Jika pemerintah kehilangan dukungan parlemen atau terjadi krisis politik, pemerintahan baru dapat dibentuk tanpa harus menunggu pemilihan umum berikutnya. Hal ini memungkinkan sistem politik untuk lebih responsif terhadap perubahan opini publik atau situasi krisis.
Fleksibilitas ini juga memungkinkan pergantian kepemimpinan yang lebih mudah jika pemimpin saat ini dianggap tidak efektif atau kehilangan kepercayaan publik. Dalam sistem presidensial, proses pemakzulan presiden biasanya lebih sulit dan memakan waktu.
2. Efisiensi dalam Pembuatan Kebijakan
Sistem parlementer cenderung lebih efisien dalam pembuatan kebijakan karena adanya fusi antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Pemerintah yang memiliki mayoritas di parlemen dapat dengan mudah meloloskan undang-undang dan menerapkan kebijakannya.
Efisiensi ini dapat sangat bermanfaat dalam situasi krisis atau ketika diperlukan tindakan cepat untuk mengatasi masalah nasional. Namun, perlu dicatat bahwa efisiensi ini juga bisa menjadi kelemahan jika tidak ada checks and balances yang memadai.
3. Stabilitas Pemerintahan
Meskipun sistem parlementer memungkinkan pergantian pemerintahan yang lebih sering, dalam praktiknya sistem ini sering menghasilkan pemerintahan yang stabil. Hal ini terutama berlaku di negara-negara dengan sistem dua partai atau di mana satu partai secara konsisten mendominasi.
Stabilitas ini berasal dari fakta bahwa pemerintah harus mempertahankan dukungan mayoritas di parlemen untuk tetap berkuasa. Hal ini mendorong pembentukan koalisi yang kuat dan mencegah kebuntuan politik yang sering terjadi dalam sistem presidensial.
4. Akuntabilitas yang Lebih Besar
Dalam sistem parlementer, pemerintah secara langsung bertanggung jawab kepada parlemen. Jika pemerintah gagal memenuhi harapan atau kehilangan kepercayaan parlemen, mereka dapat dijatuhkan melalui mosi tidak percaya. Hal ini menciptakan tingkat akuntabilitas yang tinggi.
Selain itu, adanya sesi tanya jawab rutin di parlemen, di mana Perdana Menteri dan anggota kabinet harus menjawab pertanyaan dari anggota parlemen, memastikan bahwa pemerintah terus-menerus dimintai pertanggungjawaban atas tindakan dan kebijakannya.
5. Representasi yang Lebih Luas
Sistem parlementer, terutama yang menggunakan sistem pemilihan proporsional, cenderung menghasilkan representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik dalam masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan koalisi pemerintahan yang mencerminkan keragaman opini politik dalam masyarakat.
Representasi yang lebih luas ini dapat membantu menjembatani perbedaan dan menciptakan konsensus dalam pembuatan kebijakan. Namun, hal ini juga dapat menyebabkan pemerintahan koalisi yang lemah jika partai-partai tidak dapat mencapai kesepakatan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer
Meskipun memiliki banyak kelebihan, sistem pemerintahan parlementer juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan. Berikut adalah beberapa kelemahan utama dari sistem ini:
1. Potensi Ketidakstabilan Politik
Salah satu kritik utama terhadap sistem parlementer adalah potensinya untuk menciptakan ketidakstabilan politik. Karena pemerintah bergantung pada dukungan mayoritas di parlemen, pergeseran aliansi politik atau perpecahan dalam koalisi pemerintah dapat menyebabkan jatuhnya pemerintahan.
Di negara-negara dengan sistem multi-partai yang terfragmentasi, hal ini dapat menyebabkan pergantian pemerintahan yang sering, yang dapat mengganggu kontinuitas kebijakan dan menghambat pembangunan jangka panjang.
2. Dominasi Partai Politik
Dalam sistem parlementer, partai politik memainkan peran yang sangat dominan. Pemimpin partai yang memenangkan pemilihan atau membentuk koalisi mayoritas biasanya menjadi Perdana Menteri. Hal ini dapat menyebabkan konsentrasi kekuasaan yang berlebihan di tangan elit partai.
Selain itu, disiplin partai yang kuat dalam sistem parlementer dapat membatasi kemampuan anggota parlemen individu untuk bertindak sesuai dengan hati nurani mereka atau kepentingan konstituen mereka, karena mereka diharapkan untuk selalu mendukung garis partai.
3. Kurangnya Pemisahan Kekuasaan
Berbeda dengan sistem presidensial yang menekankan pemisahan kekuasaan, sistem parlementer ditandai oleh fusi kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. Hal ini dapat mengurangi checks and balances antara cabang-cabang pemerintahan.
Dalam situasi di mana satu partai memiliki mayoritas yang kuat di parlemen, ada risiko bahwa eksekutif dapat mendominasi legislatif, mengurangi fungsi pengawasan parlemen dan potensial menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan.
4. Kompleksitas dalam Pembentukan Koalisi
Di negara-negara dengan sistem multi-partai, pembentukan pemerintahan sering kali melibatkan negosiasi yang kompleks untuk membentuk koalisi. Proses ini dapat memakan waktu dan kadang-kadang menghasilkan pemerintahan yang lemah atau tidak stabil.
Selain itu, kebutuhan untuk mempertahankan koalisi dapat menyebabkan kompromi politik yang berlebihan, di mana kebijakan dilemahkan untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dalam koalisi.
5. Kurangnya Pemilihan Langsung untuk Kepala Pemerintahan
Dalam sistem parlementer, rakyat tidak memilih kepala pemerintahan (Perdana Menteri) secara langsung. Sebaliknya, mereka memilih anggota parlemen, dan parlemen kemudian memilih Perdana Menteri. Hal ini dapat mengurangi rasa keterhubungan langsung antara pemimpin dan rakyat.
Beberapa kritikus berpendapat bahwa hal ini mengurangi legitimasi demokratis kepala pemerintahan dan dapat menyebabkan kurangnya akuntabilitas langsung kepada pemilih.
Advertisement
Penerapan Sistem Pemerintahan Parlementer di Berbagai Negara
Sistem pemerintahan parlementer diterapkan di berbagai negara di seluruh dunia, dengan variasi dan adaptasi sesuai dengan konteks historis, budaya, dan politik masing-masing negara. Berikut adalah beberapa contoh penerapan sistem parlementer di berbagai negara:
1. Inggris
Inggris sering dianggap sebagai model klasik sistem parlementer. Sistem pemerintahan Inggris, yang juga dikenal sebagai "Westminster system", memiliki beberapa karakteristik khas:
- Monarki konstitusional dengan Raja atau Ratu sebagai kepala negara
- Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan, biasanya pemimpin partai mayoritas di House of Commons
- Kabinet yang terdiri dari anggota parlemen senior
- Oposisi resmi dengan "Shadow Cabinet"
- Konvensi konstitusional yang kuat meskipun tidak memiliki konstitusi tertulis yang terkodifikasi
Sistem Inggris telah menjadi model bagi banyak negara persemakmuran dan bekas koloni Inggris.
2. Kanada
Kanada mengadopsi sistem parlementer yang mirip dengan Inggris, dengan beberapa perbedaan penting:
- Federalisme, dengan pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan provinsi
- Gubernur Jenderal sebagai perwakilan monarki Inggris
- Senat yang ditunjuk, bukan dipilih
- Sistem multi-partai dengan partai-partai regional yang kuat
Sistem Kanada menunjukkan bagaimana sistem parlementer dapat beradaptasi dengan struktur federal.
3. India
India adalah contoh menarik dari sistem parlementer di negara berkembang dengan populasi besar dan keragaman yang tinggi:
- Presiden sebagai kepala negara yang dipilih secara tidak langsung
- Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan
- Sistem federal dengan pembagian kekuasaan antara pusat dan negara bagian
- Sistem multi-partai yang kompleks dengan koalisi yang sering berubah
- Pengadilan Tinggi yang kuat dengan kekuasaan judicial review
Sistem India menunjukkan bagaimana sistem parlementer dapat berfungsi dalam konteks demokrasi yang besar dan beragam.
4. Jerman
Jerman memiliki sistem parlementer yang unik yang sering disebut sebagai "demokrasi kanselir":
- Presiden sebagai kepala negara dengan peran seremonial
- Kanselir sebagai kepala pemerintahan, dipilih oleh Bundestag (parlemen)
- Sistem pemilihan campuran yang menggabungkan elemen proporsional dan distrik
- "Konstruktif vote of no confidence" yang membatasi kemampuan parlemen untuk menjatuhkan pemerintah
- Federalisme dengan peran kuat untuk negara bagian (Länder)
Sistem Jerman dirancang untuk menghindari ketidakstabilan politik yang dialami selama Republik Weimar.
5. Jepang
Jepang mengadopsi sistem parlementer setelah Perang Dunia II, dengan beberapa karakteristik unik:
- Kaisar sebagai simbol negara, tanpa kekuasaan politik
- Perdana Menteri dipilih oleh Diet (parlemen) dan mengepalai kabinet
- Sistem "1955" yang didominasi oleh Partai Demokrat Liberal selama beberapa dekade
- Birokrasi yang kuat dan berpengaruh dalam pembuatan kebijakan
Sistem Jepang menunjukkan bagaimana sistem parlementer dapat beradaptasi dengan tradisi politik dan budaya yang berbeda.
Perbedaan Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial
Untuk memahami lebih baik karakteristik sistem pemerintahan parlementer, penting untuk membandingkannya dengan sistem presidensial. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara kedua sistem tersebut:
1. Pemisahan Kekuasaan
Sistem Parlementer: Terdapat fusi kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. Anggota kabinet biasanya juga merupakan anggota parlemen.
Sistem Presidensial: Ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Presiden dan anggota kabinet biasanya tidak boleh menjadi anggota legislatif.
2. Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
Sistem Parlementer: Biasanya ada pemisahan antara kepala negara (presiden atau raja/ratu) dan kepala pemerintahan (perdana menteri).
Sistem Presidensial: Presiden berperan ganda sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
3. Pemilihan Eksekutif
Sistem Parlementer: Perdana menteri dipilih oleh parlemen atau ditunjuk oleh kepala negara berdasarkan dukungan mayoritas di parlemen.
Sistem Presidensial: Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau melalui badan pemilih (seperti Electoral College di AS).
4. Masa Jabatan
Sistem Parlementer: Tidak ada masa jabatan tetap untuk perdana menteri. Pemerintahan dapat jatuh kapan saja jika kehilangan dukungan parlemen.
Sistem Presidensial: Presiden memiliki masa jabatan tetap (biasanya 4 atau 5 tahun) dan tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif kecuali melalui proses pemakzulan.
5. Pembentukan Kabinet
Sistem Parlementer: Anggota kabinet biasanya berasal dari parlemen dan harus mempertahankan dukungan parlemen.
Sistem Presidensial: Presiden bebas memilih anggota kabinet, yang biasanya bukan anggota legislatif.
6. Fleksibilitas Politik
Sistem Parlementer: Lebih fleksibel dalam merespon krisis politik. Pemerintahan dapat diganti tanpa pemilihan umum jika kehilangan dukungan parlemen.
Sistem Presidensial: Kurang fleksibel. Presiden tetap menjabat sampai akhir masa jabatan kecuali dimakzulkan.
7. Kestabilan Pemerintahan
Sistem Parlementer: Dapat lebih tidak stabil, terutama dalam sistem multi-partai, karena pemerintahan dapat jatuh melalui mosi tidak percaya.
Sistem Presidensial: Cenderung lebih stabil karena presiden memiliki masa jabatan tetap.
Advertisement
Kesimpulan
Sistem pemerintahan parlementer merupakan salah satu bentuk demokrasi yang telah terbukti efektif di banyak negara di dunia. Ciri utama sistem ini adalah peran sentral parlemen dalam pembentukan dan pengawasan pemerintahan, serta hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif.
Kelebihan utama sistem parlementer terletak pada fleksibilitasnya dalam merespon perubahan politik dan kemampuannya untuk menciptakan pemerintahan yang responsif. Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan, terutama dalam hal potensi ketidakstabilan politik dan dominasi partai politik.
Penerapan sistem parlementer di berbagai negara menunjukkan bahwa sistem ini dapat beradaptasi dengan berbagai konteks budaya, sejarah, dan politik. Dari model Westminster di Inggris hingga variasi unik di negara-negara seperti India, Jerman, dan Jepang, sistem parlementer telah menunjukkan kemampuannya untuk mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik yang berbeda-beda.
Dalam membandingkan sistem parlementer dengan sistem presidensial, kita dapat melihat bahwa masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri. Pilihan antara kedua sistem ini sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor historis, budaya, dan kebutuhan spesifik suatu negara.
Pada akhirnya, keberhasilan suatu sistem pemerintahan tidak hanya bergantung pada struktur formalnya, tetapi juga pada budaya politik, kualitas kepemimpinan, dan partisipasi aktif warga negara. Sistem parlementer, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tetap menjadi pilihan yang viable bagi banyak negara dalam upaya mereka mewujudkan pemerintahan yang demokratis, efektif, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence