Definisi Plasenta
Liputan6.com, Jakarta Plasenta merupakan organ sementara yang terbentuk selama masa kehamilan dan memiliki peran vital dalam mendukung pertumbuhan serta perkembangan janin. Organ ini berkembang di dalam rahim seiring dengan pertumbuhan janin, menempel pada dinding rahim, dan terhubung dengan janin melalui tali pusat. Plasenta berfungsi sebagai perantara antara sistem peredaran darah ibu dan janin, memungkinkan terjadinya pertukaran nutrisi, oksigen, dan zat-zat penting lainnya.
Secara umum, plasenta berbentuk seperti cakram atau piringan datar dengan diameter sekitar 15-20 cm dan ketebalan 2-3 cm. Beratnya bervariasi, namun rata-rata sekitar 500-600 gram pada akhir kehamilan. Ukuran dan berat plasenta biasanya sebanding dengan ukuran dan berat janin.
Plasenta terdiri dari dua bagian utama: bagian maternal yang menempel pada dinding rahim dan bagian fetal yang terhubung dengan janin melalui tali pusat. Struktur ini memungkinkan plasenta untuk menjalankan berbagai fungsi penting selama kehamilan, termasuk pertukaran gas, nutrisi, dan pembuangan limbah metabolisme janin.
Advertisement
Selain itu, plasenta juga berperan sebagai organ endokrin, memproduksi berbagai hormon yang penting untuk mempertahankan kehamilan dan mendukung perkembangan janin. Hormon-hormon ini termasuk human chorionic gonadotropin (hCG), estrogen, progesteron, dan human placental lactogen (hPL).
Fungsi Plasenta
Salah satu fungsi plasenta adalah menjadi perantara vital antara ibu dan janin selama kehamilan. Namun, peran plasenta jauh lebih luas dan kompleks dari sekadar menjadi penghubung. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai fungsi-fungsi utama plasenta:
1. Pertukaran Nutrisi dan Oksigen
Fungsi paling krusial dari plasenta adalah memfasilitasi pertukaran nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin. Melalui jaringan pembuluh darah yang kompleks, plasenta menyaring dan mentransfer zat-zat penting yang dibutuhkan janin untuk tumbuh dan berkembang. Nutrisi seperti glukosa, asam amino, lemak, vitamin, dan mineral disalurkan dari darah ibu ke janin melalui plasenta. Begitu pula dengan oksigen, yang sangat penting untuk metabolisme dan perkembangan sel-sel janin.
2. Pembuangan Limbah Metabolisme
Selain menyalurkan nutrisi, plasenta juga berfungsi untuk membuang produk limbah metabolisme dari janin. Zat-zat sisa seperti karbon dioksida dan urea diangkut dari sirkulasi janin kembali ke sirkulasi ibu melalui plasenta. Proses ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan metabolik dan mencegah akumulasi zat-zat beracun dalam tubuh janin.
3. Produksi Hormon
Plasenta adalah organ endokrin yang aktif, memproduksi berbagai hormon penting selama kehamilan. Hormon-hormon ini meliputi:
- Human Chorionic Gonadotropin (hCG): Hormon yang mempertahankan produksi progesteron oleh ovarium pada awal kehamilan.
- Estrogen dan Progesteron: Berperan dalam mempersiapkan payudara untuk laktasi dan mempertahankan kehamilan.
- Human Placental Lactogen (hPL): Meningkatkan metabolisme glukosa dan lemak ibu untuk mendukung pertumbuhan janin.
- Relaxin: Membantu melunakkan ligamen panggul untuk persiapan persalinan.
4. Perlindungan Imunologis
Plasenta berfungsi sebagai penghalang selektif yang melindungi janin dari berbagai patogen dan zat berbahaya. Meskipun tidak sepenuhnya impermeable, plasenta dapat mencegah sebagian besar bakteri dan virus memasuki sirkulasi janin. Selain itu, plasenta juga mentransfer antibodi dari ibu ke janin, memberikan kekebalan pasif yang penting untuk melindungi bayi baru lahir dari infeksi.
5. Regulasi Suhu
Plasenta berperan dalam mengatur suhu janin dengan memfasilitasi pertukaran panas antara sirkulasi ibu dan janin. Hal ini membantu menjaga suhu janin tetap stabil dan optimal untuk perkembangan.
6. Penyimpanan Nutrisi
Selain mentransfer nutrisi, plasenta juga dapat menyimpan beberapa zat penting seperti glikogen, besi, dan vitamin A. Penyimpanan ini berfungsi sebagai cadangan nutrisi untuk janin.
7. Sintesis Protein
Plasenta mampu mensintesis berbagai protein yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, termasuk faktor pertumbuhan dan enzim-enzim tertentu.
Fungsi-fungsi plasenta ini saling terkait dan bekerja secara harmonis untuk mendukung kelangsungan hidup dan perkembangan optimal janin selama kehamilan. Pemahaman yang mendalam tentang peran vital plasenta ini penting bagi ibu hamil dan tenaga kesehatan untuk memastikan kesehatan ibu dan janin selama masa kehamilan.
Advertisement
Proses Pembentukan Plasenta
Pembentukan plasenta, atau yang dikenal dengan istilah plasentasi, adalah proses kompleks yang dimulai segera setelah pembuahan dan berlanjut selama beberapa minggu pertama kehamilan. Berikut adalah tahapan-tahapan utama dalam proses pembentukan plasenta:
1. Implantasi
Proses ini dimulai sekitar 6-7 hari setelah pembuahan. Blastosis (embrio pada tahap awal) menempel pada dinding rahim. Sel-sel trofoblas pada permukaan blastosis mulai menembus lapisan endometrium rahim.
2. Pembentukan Vili Korionik
Sekitar 8-13 hari setelah pembuahan, sel-sel trofoblas berkembang menjadi dua lapisan: sitotrofoblas (lapisan dalam) dan sinsitiotrofoblas (lapisan luar). Struktur ini membentuk vili korionik, yang merupakan unit fungsional utama plasenta.
3. Perkembangan Sirkulasi Embrio
Pada minggu ketiga kehamilan, pembuluh darah embrio mulai berkembang di dalam vili korionik. Ini menandai awal pembentukan sirkulasi feto-plasental.
4. Pembentukan Ruang Intervilus
Antara minggu ke-4 dan ke-12 kehamilan, ruang-ruang kecil (lakuna) terbentuk di dalam jaringan trofoblas. Ruang-ruang ini akhirnya bergabung membentuk ruang intervilus, tempat di mana darah ibu akan mengalir untuk pertukaran nutrisi dan gas dengan sirkulasi janin.
5. Diferensiasi Plasenta
Selama trimester pertama, plasenta terus berkembang dan berdiferensiasi. Vili korionik menjadi lebih kompleks dan bercabang, meningkatkan luas permukaan untuk pertukaran nutrisi dan gas.
6. Pembentukan Basal Plate dan Chorionic Plate
Basal plate terbentuk di sisi maternal plasenta, sedangkan chorionic plate terbentuk di sisi fetal. Kedua struktur ini membatasi ruang intervilus dan menjadi tempat perlekatan plasenta dengan rahim dan tali pusat.
7. Maturasi Plasenta
Dari trimester kedua hingga akhir kehamilan, plasenta terus matang. Vili korionik menjadi lebih efisien dalam pertukaran nutrisi dan gas. Produksi hormon plasenta juga meningkat seiring dengan perkembangan ini.
Proses pembentukan plasenta ini sangat penting untuk keberhasilan kehamilan. Gangguan dalam tahap-tahap awal pembentukan plasenta dapat menyebabkan berbagai komplikasi kehamilan, termasuk keguguran dini, pertumbuhan janin terhambat, atau preeklamsia. Oleh karena itu, pemantauan kesehatan ibu dan perkembangan kehamilan sejak dini sangat penting untuk memastikan pembentukan plasenta yang optimal.
Struktur dan Anatomi Plasenta
Pemahaman tentang struktur dan anatomi plasenta sangat penting untuk mengerti bagaimana organ ini menjalankan fungsinya yang vital selama kehamilan. Berikut adalah penjelasan rinci tentang struktur dan anatomi plasenta:
1. Bentuk dan Ukuran
Plasenta umumnya berbentuk seperti cakram atau piringan datar. Pada akhir kehamilan, plasenta memiliki diameter sekitar 15-20 cm, ketebalan 2-3 cm, dan berat rata-rata 500-600 gram. Ukuran dan berat plasenta biasanya sebanding dengan ukuran dan berat janin.
2. Permukaan Maternal
Permukaan maternal plasenta, yang menempel pada dinding rahim, memiliki tekstur kasar dan terbagi menjadi 15-20 lobus atau kotiledon. Setiap kotiledon terdiri dari sekelompok vili korionik yang berfungsi sebagai unit pertukaran nutrisi dan gas.
3. Permukaan Fetal
Permukaan fetal, yang menghadap ke janin, dilapisi oleh amnion dan memiliki tekstur halus. Tali pusat melekat pada permukaan ini, biasanya di tengah atau sedikit ke samping. Pembuluh darah besar terlihat bercabang dari titik perlekatan tali pusat ke seluruh permukaan plasenta.
4. Vili Korionik
Vili korionik adalah struktur utama yang bertanggung jawab untuk pertukaran nutrisi dan gas antara ibu dan janin. Vili ini berbentuk seperti pohon dengan banyak cabang, meningkatkan luas permukaan untuk pertukaran yang efisien. Setiap vili mengandung pembuluh darah janin yang dikelilingi oleh lapisan tipis jaringan trofoblas.
5. Ruang Intervilus
Ruang intervilus adalah area di antara vili korionik yang terisi oleh darah maternal. Darah ibu mengalir ke dalam ruang ini, memungkinkan terjadinya pertukaran nutrisi dan gas dengan darah janin di dalam vili.
6. Basal Plate
Basal plate adalah lapisan yang memisahkan plasenta dari dinding rahim. Ini terdiri dari desidua basalis (jaringan rahim yang dimodifikasi) dan lapisan trofoblas.
7. Chorionic Plate
Chorionic plate adalah lapisan yang menghadap ke janin, terdiri dari amnion, jaringan ikat, dan pembuluh darah janin yang besar.
8. Tali Pusat
Tali pusat, yang menghubungkan plasenta dengan janin, biasanya mengandung dua arteri dan satu vena. Arteri membawa darah dari janin ke plasenta, sementara vena membawa darah yang kaya oksigen dan nutrisi kembali ke janin.
9. Septa Plasenta
Septa plasenta adalah perpanjangan jaringan dari basal plate yang membagi plasenta menjadi kotiledon. Septa ini tidak mencapai chorionic plate, memungkinkan aliran darah maternal yang bebas di seluruh ruang intervilus.
10. Membran Korioamniotik
Membran ini terdiri dari korion (lapisan luar) dan amnion (lapisan dalam), yang membungkus janin dan cairan ketuban. Membran ini melekat pada tepi plasenta dan meluas ke seluruh rongga rahim.
Struktur dan anatomi plasenta yang kompleks ini memungkinkannya untuk menjalankan berbagai fungsi penting selama kehamilan. Pemahaman yang baik tentang struktur ini penting dalam mendiagnosis dan menangani berbagai kondisi yang dapat mempengaruhi fungsi plasenta dan kesehatan janin.
Advertisement
Perkembangan Plasenta Selama Kehamilan
Perkembangan plasenta adalah proses dinamis yang berlangsung sepanjang kehamilan. Organ ini terus berubah dan beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan janin yang berkembang. Berikut adalah tahapan perkembangan plasenta selama kehamilan:
Trimester Pertama (Minggu 1-13)
1. Minggu 1-2: Setelah pembuahan, sel telur yang telah dibuahi (zigot) mulai membelah dan bergerak menuju rahim.
2. Minggu 3: Blastosis menempel pada dinding rahim (implantasi). Sel-sel trofoblas mulai menembus endometrium.
3. Minggu 4-5: Vili korionik primitif mulai terbentuk. Sirkulasi embrio mulai berkembang.
4. Minggu 6-8: Plasenta mulai mengambil alih produksi hormon progesteron dari korpus luteum. Ruang intervilus terbentuk dan mulai terisi dengan darah maternal.
5. Minggu 9-13: Plasenta terus berkembang dan memperluas area permukaannya. Produksi hormon meningkat secara signifikan.
Trimester Kedua (Minggu 14-26)
1. Minggu 14-16: Plasenta mencapai ukuran yang cukup besar untuk mendukung pertumbuhan janin yang cepat. Vili korionik menjadi lebih bercabang dan kompleks.
2. Minggu 17-20: Aliran darah ke plasenta meningkat secara dramatis. Plasenta mulai menyimpan nutrisi seperti glikogen, besi, dan vitamin A.
3. Minggu 21-26: Plasenta terus tumbuh, tetapi pada kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan janin. Efisiensi pertukaran nutrisi dan gas meningkat.
Trimester Ketiga (Minggu 27-40)
1. Minggu 27-30: Plasenta mencapai kematangan struktural. Lapisan pemisah antara sirkulasi ibu dan janin (penghalang plasenta) menjadi sangat tipis, meningkatkan efisiensi pertukaran.
2. Minggu 31-34: Meskipun pertumbuhan plasenta melambat, fungsinya terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan janin yang berkembang pesat.
3. Minggu 35-40: Plasenta mencapai berat maksimalnya, sekitar 500-600 gram. Meskipun efisiensinya mulai menurun menjelang akhir kehamilan, plasenta tetap mampu mendukung kebutuhan janin yang semakin besar.
Perubahan Fungsional Selama Perkembangan
1. Peningkatan Luas Permukaan: Seiring perkembangan vili korionik, luas permukaan untuk pertukaran nutrisi dan gas meningkat secara dramatis.
2. Perubahan Aliran Darah: Aliran darah ke plasenta meningkat dari sekitar 50 ml/menit pada minggu ke-10 menjadi 600-700 ml/menit pada akhir kehamilan.
3. Produksi Hormon: Produksi hormon seperti hCG, estrogen, dan progesteron berfluktuasi selama kehamilan untuk mendukung berbagai aspek perkembangan janin dan mempertahankan kehamilan.
4. Penyimpanan Nutrisi: Kemampuan plasenta untuk menyimpan nutrisi seperti glikogen dan besi meningkat, terutama pada trimester kedua dan ketiga.
5. Penghalang Plasenta: Penghalang antara sirkulasi ibu dan janin menjadi semakin tipis dan efisien seiring berjalannya kehamilan.
Pemahaman tentang perkembangan plasenta ini penting dalam manajemen kehamilan. Pemantauan pertumbuhan dan fungsi plasenta melalui USG dan tes lainnya dapat membantu mengidentifikasi potensi masalah sejak dini, memungkinkan intervensi tepat waktu untuk menjaga kesehatan ibu dan janin.
Gangguan dan Komplikasi Plasenta
Meskipun plasenta umumnya berfungsi dengan baik selama kehamilan, terkadang dapat terjadi gangguan atau komplikasi yang mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Berikut adalah beberapa gangguan dan komplikasi plasenta yang perlu diketahui:
1. Plasenta Previa
Kondisi di mana plasenta menempel di bagian bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh serviks. Gejala utama adalah perdarahan vagina tanpa rasa sakit pada trimester kedua atau ketiga.
Penyebab: Faktor risiko termasuk usia ibu di atas 35 tahun, kehamilan multipel, riwayat operasi caesar, dan merokok.
Penanganan: Tergantung pada tingkat keparahan, bisa meliputi istirahat total, transfusi darah, atau operasi caesar jika diperlukan.
2. Solusio Plasenta
Kondisi di mana plasenta terlepas sebagian atau seluruhnya dari dinding rahim sebelum persalinan. Dapat menyebabkan perdarahan berat dan membahayakan ibu dan janin.
Penyebab: Faktor risiko meliputi hipertensi, trauma abdomen, penggunaan narkoba, dan riwayat solusio plasenta sebelumnya.
Penanganan: Tergantung pada tingkat keparahan, bisa meliputi pemantauan ketat, persalinan segera, atau operasi caesar darurat.
3. Plasenta Akreta
Kondisi di mana plasenta menempel terlalu dalam pada dinding rahim, menyebabkan kesulitan dalam pelepasan plasenta setelah melahirkan.
Penyebab: Faktor risiko utama adalah riwayat operasi caesar atau prosedur uterus lainnya.
Penanganan: Biasanya memerlukan operasi caesar yang direncanakan, seringkali diikuti dengan histerektomi.
4. Insufisiensi Plasenta
Kondisi di mana plasenta tidak mampu menyediakan nutrisi dan oksigen yang cukup untuk mendukung pertumbuhan janin yang optimal.
Penyebab: Dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk hipertensi, diabetes, merokok, atau masalah vaskular.
Penanganan: Tergantung pada penyebab dan tingkat keparahan, bisa meliputi pemantauan ketat, manajemen kondisi yang mendasari, atau persalinan dini jika diperlukan.
5. Kista Plasenta
Pembentukan kantong berisi cairan di dalam plasenta. Sebagian besar kista plasenta tidak berbahaya, tetapi yang besar atau banyak dapat mengganggu fungsi plasenta.
Penyebab: Penyebab pasti tidak diketahui, tetapi dapat terkait dengan kelainan kromosom atau infeksi.
Penanganan: Biasanya hanya memerlukan pemantauan, kecuali jika ukuran atau jumlahnya signifikan.
6. Infeksi Plasenta
Infeksi bakteri atau virus pada plasenta dapat mengganggu fungsinya dan berpotensi membahayakan janin.
Penyebab: Berbagai patogen termasuk bakteri, virus (seperti cytomegalovirus), atau parasit (seperti toksoplasmosis).
Penanganan: Tergantung pada jenis infeksi, bisa meliputi antibiotik, antivirus, atau pengobatan lain yang sesuai.
7. Tumor Plasenta
Meskipun jarang, tumor dapat tumbuh di plasenta. Jenis yang paling umum adalah korioangioma.
Penyebab: Penyebab pasti tidak diketahui, tetapi faktor genetik mungkin berperan.
Penanganan: Tergantung pada ukuran dan lokasi tumor, bisa meliputi pemantauan ketat atau intervensi dalam kasus yang parah.
Pencegahan dan Deteksi Dini
Meskipun tidak semua gangguan plasenta dapat dicegah, beberapa langkah dapat membantu mengurangi risiko:
- Pemeriksaan kehamilan rutin
- Menghindari merokok dan konsumsi alkohol
- Manajemen kondisi kesehatan yang ada seperti hipertensi atau diabetes
- Menjaga gizi seimbang
- Menghindari trauma abdomen
Deteksi dini melalui USG rutin dan pemeriksaan prenatal lainnya sangat penting untuk mengidentifikasi masalah plasenta sejak awal. Jika terdeteksi, penanganan yang tepat dan cepat dapat secara signifikan meningkatkan hasil kehamilan bagi ibu dan janin.
Advertisement
Pemeriksaan dan Monitoring Plasenta
Pemeriksaan dan monitoring plasenta merupakan bagian integral dari perawatan prenatal untuk memastikan kesehatan ibu dan janin. Berbagai metode dan teknik digunakan untuk menilai kondisi dan fungsi plasenta selama kehamilan. Berikut adalah penjelasan rinci tentang pemeriksaan dan monitoring plasenta:
1. Ultrasonografi (USG)
USG adalah metode utama untuk memeriksa plasenta. Beberapa aspek yang dievaluasi meliputi:
- Lokasi Plasenta: Menentukan posisi plasenta dalam rahim, penting untuk mendiagnosis kondisi seperti plasenta previa.
- Ukuran dan Ketebalan: Mengukur dimensi plasenta untuk memastikan pertumbuhan yang sesuai.
- Struktur: Menilai tekstur dan integritas plasenta, mencari tanda-tanda abnormalitas seperti kista atau tumor.
- Perlekatan: Memeriksa bagaimana plasenta menempel pada dinding rahim, penting untuk mendeteksi kondisi seperti plasenta akreta.
2. Doppler USG
Teknik ini digunakan untuk menilai aliran darah dalam plasenta dan tali pusat. Pemeriksaan ini penting untuk:
- Mendeteksi insufisiensi plasenta
- Menilai resistensi aliran darah dalam arteri umbilikal
- Mengidentifikasi potensi masalah pertumbuhan janin
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Meskipun tidak rutin digunakan, MRI dapat memberikan gambaran detail tentang struktur plasenta. MRI berguna terutama dalam kasus:
- Diagnosis plasenta akreta yang mencurigakan
- Evaluasi lanjutan ketika hasil USG tidak jelas
- Penilaian detail pada kasus tumor plasenta
4. Tes Darah
Beberapa tes darah dapat memberikan informasi tentang fungsi plasenta:
- Kadar hCG: Hormon ini diproduksi oleh plasenta dan dapat menunjukkan fungsi plasenta secara umum.
- Alpha-fetoprotein (AFP): Peningkatan kadar AFP dapat mengindikasikan masalah pada plasenta atau janin.
- Faktor Pertumbuhan Plasenta (PlGF): Penurunan kadar PlGF dapat mengindikasikan risiko preeklamsia atau pertumbuhan janin terhambat.
5. Cardiotocography (CTG)
Meskipun tidak secara langsung menilai plasenta, CTG dapat memberikan informasi tentang kesejahteraan janin, yang sering terkait dengan fungsi plasenta. CTG memantau detak jantung janin dan kontraksi rahim.
6. Amniosentesis
Dalam kasus tertentu, amniosentesis dapat dilakukan untuk menilai kematangan paru-paru janin atau mendeteksi infeksi, yang dapat mempengaruhi keputusan tentang waktu persalinan jika ada masalah plasenta.
7. Biopsi Plasenta
Prosedur ini jarang dilakukan kecuali dalam kasus yang sangat spesifik, seperti ketika dicurigai adanya kelainan genetik atau infeksi plasenta.
Frekuensi Pemeriksaan
Frekuensi pemeriksaan plasenta bervariasi tergantung pada kondisi kehamilan:
- Kehamilan normal: Pemeriksaan USG rutin dilakukan pada trimester pertama dan kedua.
- Kehamilan berisiko tinggi: Pemeriksaan lebih sering, bisa setiap 2-4 minggu atau lebih sering jika diperlukan.
Interpretasi Hasil
Interpretasi hasil pemeriksaan plasenta harus dilakukan oleh profesional medis yang berpengalaman. Beberapa hal yang diperhatikan meliputi:
- Perubahan ukuran atau struktur plasenta yang tidak normal
- Tanda-tanda insufisiensi plasenta atau gangguan aliran darah
- Indikasi plasenta previa atau solusio plasenta
- Tanda-tanda infeksi atau tumor plasenta
Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil pemeriksaan, dokter dapat merekomendasikan:
- Pemantauan lebih lanjut dengan pemeriksaan tambahan
- Perubahan dalam manajemen kehamilan, seperti istirahat lebih banyak atau pembatasan aktivitas
- Intervensi medis jika diperlukan, termasuk persalinan dini dalam kasus yang serius
Pemeriksaan dan monitoring plasenta yang rutin dan menyeluruh sangat penting untuk mendeteksi masalah sejak dini dan memastikan hasil kehamilan yang optimal. Komunikasi yang baik antara ibu hamil dan tim medis sangat penting untuk memahami hasil pemeriksaan dan rencana perawatan selanjutnya.
Perawatan Plasenta Pasca Melahirkan
Setelah bayi lahir, plasenta masih memiliki peran penting dan memerlukan perawatan yang tepat. Perawatan plasenta pasca melahirkan melibatkan beberapa aspek penting, mulai dari pengeluaran plasenta hingga pemeriksaan dan penanganan komplikasi yang mungkin terjadi. Berikut adalah penjelasan rinci tentang perawatan plasenta pasca melahirkan:
1. Pengeluaran Plasenta
Proses pengeluaran plasenta, yang juga dikenal sebagai kala III persalinan, biasanya terjadi dalam 5-30 menit setelah bayi lahir. Ada dua metode utama untuk mengeluarkan plasenta:
- Manajemen Aktif Kala III: Metode ini melibatkan pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir, pemotongan tali pusat dini, dan traksi terkontrol pada tali pusat. Metode ini dapat mengurangi risiko perdarahan pasca persalinan.
- Manajemen Fisiologis: Metode ini melibatkan penunggu sampai plasenta terlepas secara alami, tanpa intervensi aktif. Metode ini lebih jarang digunakan karena risiko perdarahan yang lebih tinggi.
2. Pemeriksaan Plasenta
Setelah plasenta dikeluarkan, tenaga medis akan melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan bahwa seluruh plasenta telah keluar dan tidak ada bagian yang tertinggal di dalam rahim. Pemeriksaan ini meliputi:
- Memeriksa kelengkapan lobus plasenta
- Memeriksa selaput ketuban untuk memastikan tidak ada yang tertinggal
- Memeriksa tali pusat untuk memastikan tidak ada kelainan
3. Penanganan Perdarahan
Perdarahan pasca persalinan adalah komplikasi yang mungkin terjadi setelah pengeluaran plasenta. Penanganan meliputi:
- Pemantauan jumlah perdarahan
- Pemberian uterotonika (obat yang menyebabkan kontraksi rahim) jika diperlukan
- Masase uterus untuk membantu kontraksi
- Dalam kasus perdarahan berat, mungkin diperlukan prosedur tambahan seperti tamponade balon atau bahkan histerektomi dalam kasus ekstrem
4. Penanganan Retensi Plasenta
Jika plasenta tidak keluar dalam waktu 30-60 menit setelah kelahiran bayi, ini dianggap sebagai retensi plasenta. Penanganan meliputi:
- Pemberian oksitosin tambahan
- Kateterisasi kandung kemih
- Pengeluaran manual plasenta di bawah anestesi jika diperlukan
- Dalam kasus yang sulit, mungkin diperlukan prosedur operatif seperti kuretase atau histerektomi
5. Pemeriksaan Histopatologi
Dalam beberapa kasus, terutama jika ada kecurigaan kelainan atau komplikasi, plasenta mungkin dikirim untuk pemeriksaan histopatologi. Ini dapat membantu dalam:
- Mendiagnosis infeksi plasenta
- Mengidentifikasi kelainan plasenta yang mungkin mempengaruhi kehamilan berikutnya
- Memahami penyebab komplikasi kehamilan yang terjadi
6. Penanganan Plasenta Akreta
Dalam kasus plasenta akreta (plasenta yang menempel terlalu dalam pada dinding rahim), penanganan khusus diperlukan:
- Biasanya direncanakan operasi caesar
- Mungkin diperlukan histerektomi jika plasenta tidak dapat dilepaskan dengan aman
- Dalam beberapa kasus, pendekatan konservatif dengan meninggalkan plasenta di tempat dan menunggu resorpsi alami dapat dipertimbangkan
7. Perawatan Pasca Pengeluaran Plasenta
Setelah plasenta dikeluarkan, perawatan lanjutan meliputi:
- Pemantauan tanda-tanda vital ibu
- Pemeriksaan kontraksi uterus secara berkala
- Pemantauan jumlah perdarahan
- Pemberian analgesik jika diperlukan
- Dukungan untuk inisiasi menyusui dini
8. Edukasi Pasien
Edukasi pasien tentang tanda-tanda bahaya pasca persalinan sangat penting. Ibu harus diberitahu untuk mencari bantuan medis jika mengalami:
- Perdarahan berlebihan
- Demam
- Nyeri perut yang parah
- Bau tidak sedap dari vagina
9. Penanganan Plasenta Previa
Dalam kasus plasenta previa yang diketahui sebelumnya, penanganan khusus diperlukan:
- Biasanya dilakukan operasi caesar yang direncanakan
- Persiapan untuk kemungkinan perdarahan berat, termasuk penyediaan darah untuk transfusi
- Dalam beberapa kasus, mungkin diperlukan histerektomi jika perdarahan tidak dapat dikendalikan
10. Pemantauan Jangka Panjang
Setelah pengeluaran plasenta dan periode pasca persalinan awal, pemantauan jangka panjang mungkin diperlukan dalam beberapa kasus:
- Pemeriksaan lanjutan untuk memastikan involusi uterus yang normal
- Pemantauan kadar hCG dalam kasus di mana ada kecurigaan jaringan plasenta yang tertinggal
- Konseling untuk kehamilan berikutnya jika ada komplikasi plasenta yang signifikan
Perawatan plasenta pasca melahirkan adalah aspek penting dalam manajemen persalinan dan periode pasca persalinan. Penanganan yang tepat dan cepat dapat secara signifikan mengurangi risiko komplikasi dan memastikan pemulihan yang baik bagi ibu. Penting bagi tenaga kesehatan untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam menangani berbagai skenario yang mungkin timbul terkait dengan pengeluaran dan perawatan plasenta.
Advertisement
Mitos dan Fakta Seputar Plasenta
Plasenta, sebagai organ yang unik dan penting dalam kehamilan, seringkali menjadi subjek berbagai mitos dan kesalahpahaman. Penting untuk membedakan antara mitos dan fakta ilmiah tentang plasenta untuk memastikan pemahaman yang benar dan perawatan yang tepat selama kehamilan. Berikut adalah beberapa mitos umum tentang plasenta beserta fakta ilmiahnya:
Mitos 1: Plasenta Melindungi Janin dari Semua Zat Berbahaya
Mitos: Plasenta bertindak sebagai filter sempurna yang melindungi janin dari semua zat berbahaya yang dikonsumsi ibu.
Fakta: Meskipun plasenta memang memiliki fungsi perlindungan, ia tidak sepenuhnya dapat mencegah semua zat berbahaya mencapai janin. Banyak obat-obatan, alkohol, nikotin, dan zat berbahaya lainnya dapat melewati plasenta dan mempengaruhi perkembangan janin. Oleh karena itu, ibu hamil tetap harus berhati-hati dengan apa yang mereka konsumsi.
Mitos 2: Posisi Plasenta Menentukan Jenis Kelamin Bayi
Mitos: Posisi plasenta dalam rahim dapat menunjukkan jenis kelamin bayi.
Fakta: Tidak ada hubungan ilmiah antara posisi plasenta dan jenis kelamin bayi. Jenis kelamin bayi ditentukan oleh kromosom sperma pada saat pembuahan, bukan oleh posisi plasenta.
Mitos 3: Plasenta Selalu Keluar Segera Setelah Bayi Lahir
Mitos: Plasenta akan selalu keluar dengan sendirinya segera setelah bayi lahir.
Fakta: Meskipun dalam banyak kasus plasenta memang keluar dalam waktu 5-30 menit setelah kelahiran bayi, ada kalanya proses ini membutuhkan waktu lebih lama. Dalam beberapa kasus, plasenta mungkin tidak keluar secara spontan dan memerlukan intervensi medis.
Mitos 4: Mengonsumsi Plasenta Setelah Melahirkan Memiliki Manfaat Kesehatan yang Signifikan
Mitos: Mengonsumsi plasenta setelah melahirkan (plasentofagi) dapat meningkatkan produksi ASI, mencegah depresi pasca melahirkan, dan memberikan manfaat kesehatan lainnya.
Fakta: Meskipun ada beberapa klaim anekdotal tentang manfaat mengonsumsi plasenta, bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung praktik ini masih kurang. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan potensi risiko, seperti infeksi atau paparan terhadap zat berbahaya yang mungkin terakumulasi dalam plasenta.
Mitos 5: Plasenta yang Besar Berarti Bayi yang Sehat
Mitos: Semakin besar ukuran plasenta, semakin sehat bayinya.
Fakta: Ukuran plasenta tidak selalu berkorelasi langsung dengan kesehatan bayi. Plasenta yang terlalu besar bahkan bisa menjadi tanda adanya masalah, seperti diabetes gestasional. Yang lebih penting adalah fungsi plasenta, bukan ukurannya.
Mitos 6: Plasenta Previa Selalu Memerlukan Operasi Caesar
Mitos: Semua kasus plasenta previa harus diakhiri dengan operasi caesar.
Fakta: Meskipun banyak kasus plasenta previa memang memerlukan operasi caesar, dalam beberapa kasus di mana plasenta previa parsial dan bergerak ke atas seiring bertambahnya usia kehamilan, persalinan normal mungkin masih bisa dilakukan. Keputusan ini tergantung pada evaluasi medis yang cermat.
Mitos 7: Plasenta Tidak Memiliki Fungsi Setelah Bayi Lahir
Mitos: Plasenta tidak memiliki fungsi atau nilai setelah bayi lahir.
Fakta: Meskipun fungsi utama plasenta berakhir setelah kelahiran, organ ini masih memiliki nilai ilmiah dan medis. Plasenta sering diteliti untuk memahami kesehatan ibu dan bayi selama kehamilan. Dalam beberapa kasus, jaringan plasenta juga digunakan dalam penelitian medis atau produk perawatan kulit.
Mitos 8: Semua Plasenta Terlihat dan Berfungsi Sama
Mitos: Semua plasenta memiliki penampilan dan fungsi yang identik.
Fakta: Plasenta dapat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan bahkan fungsinya. Faktor-faktor seperti usia ibu, kondisi kesehatan, dan jumlah janin dapat mempengaruhi karakteristik plasenta.
Mitos 9: Plasenta Tidak Dapat Terkena Kanker
Mitos: Plasenta adalah organ yang tidak dapat terkena kanker.
Fakta: Meskipun jarang, plasenta dapat mengalami pertumbuhan tumor. Kondisi yang dikenal sebagai penyakit trofoblastik gestasional, termasuk mola hidatidosa dan koriokarsinoma, dapat mempengaruhi plasenta.
Mitos 10: Plasenta Hanya Berfungsi untuk Nutrisi Janin
Mitos: Fungsi utama plasenta hanya untuk menyuplai nutrisi ke janin.
Fakta: Selain menyuplai nutrisi, plasenta memiliki banyak fungsi penting lainnya. Ini termasuk produksi hormon, pertukaran gas, pembuangan limbah metabolisme janin, dan perlindungan imunologis.
Memahami fakta ilmiah tentang plasenta sangat penting untuk perawatan kehamilan yang tepat dan pengambilan keputusan yang informasi. Mitos yang beredar dapat menyebabkan kesalahpahaman dan bahkan praktik yang berpotensi berbahaya. Oleh karena itu, penting bagi ibu hamil dan keluarganya untuk selalu mencari informasi dari sumber-sumber medis yang terpercaya dan berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk mendapatkan pemahaman yang akurat tentang plasenta dan perannya dalam kehamilan.
Pertanyaan Seputar Plasenta
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan tentang plasenta beserta jawabannya:
1. Apa itu plasenta dan apa fungsinya?
Plasenta adalah organ sementara yang berkembang selama kehamilan. Fungsi utamanya adalah:
- Menyuplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin
- Membuang produk limbah dari janin
- Memproduksi hormon yang penting untuk kehamilan
- Memberikan perlindungan imunologis pada janin
2. Kapan plasenta mulai terbentuk dan kapan fungsinya berakhir?
Plasenta mulai terbentuk sekitar 7-10 hari setelah pembuahan. Fungsinya berakhir saat bayi lahir dan plasenta dikeluarkan dari rahim, biasanya dalam waktu 5-30 menit setelah kelahiran bayi.
3. Apakah posisi plasenta mempengaruhi kehamilan?
Ya, posisi plasenta dapat mempengaruhi kehamilan. Misalnya, plasenta previa (di mana plasenta menutupi serviks) dapat menyebabkan komplikasi dan mungkin memerlukan operasi caesar.
4. Bagaimana plasenta dikeluarkan setelah melahirkan?
Plasenta biasanya dikeluarkan secara alami dalam tahap ketiga persalinan. Dalam beberapa kasus, mungkin diperlukan bantuan medis seperti pemberian oksitosin atau pengeluaran manual.
5. Apakah ada risiko jika sebagian plasenta tertinggal di dalam rahim?
Ya, jika sebagian plasenta tertinggal (retensi plasenta), ini dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan infeksi. Oleh karena itu, penting untuk memastikan plasenta dikeluarkan secara utuh.
6. Apakah plasenta bisa "menua" selama kehamilan?
Ya, plasenta dapat mengalami penuaan atau kalsifikasi seiring berjalannya kehamilan. Ini adalah proses normal, tetapi jika terjadi terlalu dini, dapat mempengaruhi fungsi plasenta.
7. Bisakah plasenta mendeteksi jenis kelamin bayi?
Tidak, plasenta sendiri tidak dapat menentukan atau mendeteksi jenis kelamin bayi. Jenis kelamin ditentukan oleh kromosom pada saat pembuahan.
8. Apakah merokok atau minum alkohol mempengaruhi plasenta?
Ya, merokok dan minum alkohol dapat sangat mempengaruhi fungsi plasenta, mengurangi aliran darah dan oksigen ke janin, dan meningkatkan risiko komplikasi kehamilan.
9. Apakah plasenta bisa dipindahkan jika posisinya tidak ideal?
Tidak, plasenta tidak dapat dipindahkan secara manual setelah terbentuk. Namun, dalam beberapa kasus, plasenta dapat bergerak secara alami seiring pertumbuhan rahim.
10. Apakah ukuran plasenta menunjukkan sesuatu tentang bayi?
Ukuran plasenta tidak selalu berkorelasi langsung dengan ukuran atau kesehatan bayi. Namun, plasenta yang sangat kecil atau sangat besar dapat mengindikasikan masalah tertentu dan memerlukan evaluasi lebih lanjut.
11. Bisakah infeksi mempengaruhi plasenta?
Ya, infeksi seperti toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes dapat mempengaruhi plasenta dan potensial membahayakan janin.
12. Apakah ada cara untuk meningkatkan fungsi plasenta?
Menjaga gaya hidup sehat selama kehamilan dapat mendukung fungsi plasenta yang optimal. Ini termasuk makan makanan bergizi, berolahraga secara teratur (sesuai saran dokter), dan menghindari zat berbahaya seperti alkohol dan rokok.
13. Apakah plasenta bisa gagal fungsi?
Ya, kondisi yang disebut insufisiensi plasenta dapat terjadi di mana plasenta tidak berfungsi secara optimal. Ini dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat atau komplikasi lainnya.
14. Bagaimana dokter memeriksa kesehatan plasenta?
Kesehatan plasenta biasanya diperiksa melalui USG rutin selama kehamilan. Doppler USG juga dapat digunakan untuk menilai aliran darah dalam plasenta.
15. Apakah ada manfaat menyimpan plasenta setelah melahirkan?
Secara medis, umumnya tidak ada kebutuhan untuk menyimpan plasenta setelah melahirkan. Namun, beberapa orang memilih untuk menyimpannya karena alasan budaya atau personal.
16. Bisakah plasenta menyebabkan kontraksi selama kehamilan?
Plasenta sendiri tidak menyebabkan kontraksi. Namun, jika ada masalah dengan plasenta seperti solusio plasenta, ini dapat menyebabkan kontraksi dan nyeri.
17. Apakah plasenta memiliki DNA yang sama dengan bayi?
Plasenta memiliki DNA yang sama dengan bayi karena keduanya berasal dari sel telur yang sama yang telah dibuahi.
18. Bisakah plasenta terdeteksi pada USG awal kehamilan?
Plasenta biasanya mulai terlihat pada USG sekitar minggu ke-8 hingga ke-10 kehamilan.
19. Apakah ada perbedaan antara plasenta pada kehamilan tunggal dan kembar?
Pada kehamilan kembar, bisa ada satu plasenta yang dibagi (pada kembar identik) atau dua plasenta terpisah (pada kembar fraternal). Kehamilan kembar memerlukan pemantauan plasenta yang lebih ketat.
20. Apakah ada hubungan antara plasenta dan produksi ASI?
Plasenta memproduksi hormon yang mempersiapkan payudara untuk memproduksi ASI. Setelah plasenta dikeluarkan, penurunan hormon-hormon ini memicu produksi ASI.
Pemahaman yang baik tentang plasenta dan fungsinya sangat penting dalam manajemen kehamilan yang sehat. Jika ada pertanyaan atau kekhawatiran lebih lanjut tentang plasenta, selalu disarankan untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan.
Advertisement
Kesimpulan
Plasenta merupakan organ yang luar biasa dan memiliki peran vital dalam kehamilan. Salah satu fungsi plasenta adalah menjadi jembatan kehidupan antara ibu dan janin, memastikan pertukaran nutrisi, oksigen, dan pembuangan limbah metabolisme yang efisien. Namun, fungsi plasenta jauh lebih kompleks dan beragam dari sekadar itu.
Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa poin penting:
- Plasenta adalah organ multifungsi yang tidak hanya menyuplai nutrisi dan oksigen, tetapi juga berperan dalam produksi hormon, perlindungan imunologis, dan regulasi pertumbuhan janin.
- Perkembangan plasenta dimulai sejak awal kehamilan dan terus berlanjut hingga saat melahirkan, mengalami perubahan struktur dan fungsi yang signifikan sepanjang proses tersebut.
- Kesehatan plasenta sangat penting untuk kesejahteraan ibu dan janin. Gangguan pada plasenta dapat menyebabkan berbagai komplikasi kehamilan yang serius.
- Pemeriksaan dan monitoring plasenta secara rutin selama kehamilan sangat penting untuk mendeteksi dan menangani masalah sejak dini.
- Perawatan pasca melahirkan juga mencakup penanganan plasenta yang tepat untuk mencegah komplikasi seperti perdarahan atau infeksi.
- Meskipun ada banyak mitos seputar plasenta, penting untuk mengandalkan informasi ilmiah dan medis yang akurat dalam memahami dan merawat organ ini.
- Gaya hidup sehat selama kehamilan, termasuk nutrisi yang baik dan menghindari zat berbahaya, dapat mendukung fungsi plasenta yang optimal.
Memahami fungsi dan pentingnya plasenta dapat membantu ibu hamil dan keluarganya untuk lebih menghargai proses kehamilan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kesehatan ibu dan janin. Sebagai organ yang unik dan sementara, plasenta menunjukkan keajaiban proses kehamilan dan betapa pentingnya perawatan prenatal yang komprehensif.
Akhirnya, penting untuk selalu berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk mendapatkan informasi dan perawatan yang tepat terkait plasenta dan kehamilan secara keseluruhan. Setiap kehamilan adalah unik, dan pendekatan yang dipersonalisasi sangat penting untuk memastikan hasil yang terbaik bagi ibu dan bayi.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence