Liputan6.com, Jakarta - Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) merupakan salah satu partai politik Islam terbesar yang pernah ada di Indonesia. Didirikan pada 7 November 1945, Masyumi memiliki peran penting dalam perjuangan politik Islam di awal kemerdekaan hingga era Demokrasi Terpimpin.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang tujuan, sejarah, ideologi, dan perjuangan Masyumi dalam mewujudkan cita-cita politik Islam di Indonesia.
Sejarah Berdirinya Masyumi
Masyumi didirikan pada 7 November 1945, tak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Partai ini lahir sebagai hasil fusi dari berbagai organisasi Islam yang sebelumnya tergabung dalam MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia). Beberapa organisasi pendiri Masyumi antara lain Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Perikatan Umat Islam, dan Persatuan Islam (Persis).
Latar belakang berdirinya Masyumi tidak bisa dilepaskan dari situasi politik pasca kemerdekaan. Para tokoh Islam merasa perlu membentuk wadah politik untuk memperjuangkan aspirasi umat Islam dalam negara yang baru merdeka. Selain itu, Masyumi juga dimaksudkan sebagai tandingan terhadap kekuatan politik nasionalis sekuler yang diwakili oleh PNI (Partai Nasional Indonesia).
Dalam kongres pertamanya di Yogyakarta, Masyumi menegaskan tujuannya untuk menegakkan kedaulatan negara dan agama Islam serta melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan. Hal ini menunjukkan bahwa sejak awal Masyumi memang berkomitmen untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam konteks bernegara.
Advertisement
Ideologi dan Platform Politik Masyumi
Sebagai partai Islam, ideologi Masyumi tentu berlandaskan pada ajaran Islam. Namun, Masyumi memiliki interpretasi yang khas tentang bagaimana nilai-nilai Islam diterapkan dalam konteks negara modern. Beberapa poin penting dalam platform politik Masyumi antara lain:
- Islam sebagai dasar negara, namun dengan penafsiran yang moderat dan inklusif
- Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang sesuai dengan prinsip musyawarah dalam Islam
- Nasionalisme yang dilandasi semangat persatuan umat Islam (ukhuwah Islamiyah)
- Keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan pembangunan
- Perlindungan terhadap hak-hak minoritas non-Muslim
Masyumi berusaha menampilkan wajah Islam yang modern dan kompatibel dengan sistem demokrasi. Mereka menolak gagasan negara teokrasi dan menerima Pancasila sebagai dasar negara, meski tetap memperjuangkan penafsiran Pancasila yang lebih islami.
Dalam hal ekonomi, Masyumi mendukung sistem ekonomi campuran antara kapitalisme dan sosialisme. Mereka menentang monopoli dan mendorong pemberdayaan ekonomi rakyat melalui koperasi dan usaha kecil menengah.
Tujuan Utama Masyumi
Berdasarkan anggaran dasar dan berbagai dokumen resmi partai, beberapa tujuan utama Masyumi dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Menegakkan kedaulatan negara dan agama Islam di Indonesia
- Melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan
- Memperjuangkan hak-hak umat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
- Memajukan pendidikan dan kebudayaan yang selaras dengan ajaran Islam
- Meningkatkan kesejahteraan rakyat berdasarkan prinsip keadilan sosial dalam Islam
- Membina persatuan umat Islam Indonesia
- Berperan aktif dalam politik internasional untuk membela kepentingan umat Islam global
Tujuan-tujuan tersebut mencerminkan aspirasi Masyumi untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan nilai-nilai Islam, namun tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis.
Advertisement
Struktur Organisasi Masyumi
Sebagai partai modern, Masyumi memiliki struktur organisasi yang cukup kompleks. Beberapa elemen penting dalam struktur Masyumi antara lain:
- Muktamar: forum tertinggi pengambilan keputusan yang diadakan secara berkala
- Dewan Partai: badan legislatif internal yang merumuskan kebijakan umum partai
- Dewan Pimpinan Pusat: badan eksekutif yang menjalankan roda organisasi sehari-hari
- Majelis Syuro: dewan penasehat yang terdiri dari para ulama dan cendekiawan
- Dewan Pimpinan Daerah: struktur kepengurusan di tingkat provinsi
- Cabang dan Ranting: struktur di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan
Masyumi juga memiliki berbagai badan otonom seperti organisasi pemuda, wanita, dan buruh. Struktur yang kompleks ini memungkinkan Masyumi untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat dan mengelola aspirasi anggotanya secara efektif.
Tokoh-tokoh Penting Masyumi
Sepanjang sejarahnya, Masyumi melahirkan banyak tokoh politik dan intelektual Islam terkemuka. Beberapa di antaranya adalah:
- Mohammad Natsir: Ketua Umum Masyumi yang paling berpengaruh dan pernah menjabat sebagai Perdana Menteri
- Sjafruddin Prawiranegara: tokoh ekonom dan pernah memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia
- Mohammad Roem: diplomat ulung yang mewakili Indonesia dalam berbagai perundingan internasional
- Prawoto Mangkusasmito: politisi senior yang menjadi Ketua Umum terakhir Masyumi
- Hamka: ulama dan sastrawan yang menjadi anggota Majelis Syuro Masyumi
Para tokoh ini tidak hanya berperan dalam Masyumi, tapi juga memberikan kontribusi besar bagi perkembangan politik dan pemikiran Islam di Indonesia secara umum.
Advertisement
Perjuangan Politik Masyumi
Sepanjang eksistensinya, Masyumi terlibat dalam berbagai perjuangan politik penting, antara lain:
- Memperjuangkan bentuk negara federal dalam Konferensi Meja Bundar 1949
- Menentang kebijakan nasakom (nasionalisme, agama, komunisme) Soekarno
- Mengkritik intervensi militer dalam politik dan ekonomi
- Memperjuangkan otonomi daerah yang lebih luas
- Menolak kembalinya sistem parlementer pada 1950-an
Dalam pemilu 1955, Masyumi menjadi partai dengan perolehan suara terbesar kedua setelah PNI. Hal ini menunjukkan besarnya dukungan rakyat terhadap platform politik Masyumi.
Masyumi dalam Konstituante
Salah satu arena perjuangan politik terpenting bagi Masyumi adalah Konstituante (1956-1959). Dalam sidang-sidang Konstituante, Masyumi gigih memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Mereka berargumen bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sehingga wajar jika Islam dijadikan landasan bernegara.
Namun, usulan ini mendapat penolakan keras dari kelompok nasionalis dan non-Muslim. Perdebatan yang alot akhirnya berujung pada kebuntuan. Situasi ini dimanfaatkan Soekarno untuk membubarkan Konstituante dan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengembalikan UUD 1945.
Kegagalan dalam Konstituante menjadi pukulan telak bagi Masyumi. Hal ini menandai awal dari masa-masa sulit partai tersebut di bawah rezim Demokrasi Terpimpin Soekarno.
Advertisement
Konflik Internal dan Perpecahan
Meski tampak solid dari luar, Masyumi tak luput dari konflik internal. Beberapa isu yang menjadi sumber perpecahan antara lain:
- Perbedaan pandangan antara kelompok "modernis" dan "tradisionalis"
- Ketegangan antara politisi senior dan kader muda
- Perdebatan tentang strategi menghadapi rezim Soekarno
- Keluarnya NU dari Masyumi pada 1952
Perpecahan internal ini turut melemahkan posisi Masyumi dalam percaturan politik nasional. Meski demikian, Masyumi tetap menjadi kekuatan politik Islam terbesar hingga pembubarannya.
Pembubaran Masyumi
Akhir tragis Masyumi terjadi pada 1960 ketika Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 200/1960 yang membubarkan partai tersebut. Pembubaran ini terkait dengan tuduhan keterlibatan tokoh-tokoh Masyumi dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
Meski banyak tokoh Masyumi yang menolak tuduhan tersebut, mereka tidak berdaya menghadapi tekanan rezim Soekarno. Pembubaran Masyumi menandai berakhirnya era partai Islam terbesar di Indonesia dan membuka jalan bagi dominasi politik Soekarno dalam Demokrasi Terpimpin.
Advertisement
Warisan dan Pengaruh Masyumi
Meski telah dibubarkan, warisan pemikiran dan perjuangan Masyumi tetap berpengaruh dalam dinamika politik Islam di Indonesia. Beberapa bentuk pengaruh tersebut antara lain:
- Lahirnya partai-partai Islam baru yang mengklaim sebagai penerus Masyumi
- Berkembangnya wacana Islam dan negara yang diperdebatkan hingga kini
- Munculnya tokoh-tokoh politik dan intelektual Islam dari kalangan eks-Masyumi
- Pengaruh dalam gerakan dakwah dan pendidikan Islam
Gagasan-gagasan Masyumi tentang Islam dan demokrasi juga terus dikaji dan dikembangkan oleh generasi baru pemikir Muslim Indonesia.
Perbandingan dengan Partai Islam Lainnya
Untuk memahami posisi unik Masyumi, perlu dilakukan perbandingan dengan partai-partai Islam lainnya, baik yang sezaman maupun yang muncul belakangan. Beberapa poin perbandingan antara lain:
- Basis massa: Masyumi memiliki basis massa yang lebih luas dan beragam dibanding partai Islam lainnya
- Ideologi: Masyumi cenderung lebih moderat dibanding partai Islam konservatif
- Strategi politik: Masyumi lebih memilih jalur konstitusional dibanding gerakan ekstra-parlementer
- Kader: Masyumi melahirkan lebih banyak tokoh nasional dibanding partai Islam lainnya
Perbandingan ini menunjukkan posisi Masyumi yang relatif moderat namun tetap berpengaruh dalam konstelasi politik Islam Indonesia.
Advertisement
Kritik terhadap Masyumi
Meski memiliki banyak prestasi, Masyumi juga tak luput dari berbagai kritik, antara lain:
- Terlalu berfokus pada isu-isu ideologis dan kurang memperhatikan masalah konkret rakyat
- Kurang mampu mengakomodasi kepentingan kelompok tradisionalis
- Terlalu kompromistis terhadap kekuatan politik sekuler
- Gagal mencegah perpecahan internal
- Kurang tegas dalam menghadapi kebijakan-kebijakan kontroversial Soekarno
Kritik-kritik ini penting untuk dievaluasi demi pembelajaran bagi gerakan politik Islam di masa depan.
Pelajaran dari Sejarah Masyumi
Sejarah Masyumi menyimpan banyak pelajaran berharga bagi perkembangan politik Islam di Indonesia, antara lain:
- Pentingnya membangun koalisi yang inklusif dalam politik Islam
- Perlunya keseimbangan antara idealisme dan pragmatisme politik
- Urgensi kaderisasi dan regenerasi kepemimpinan
- Pentingnya menjaga persatuan internal dan mengelola perbedaan
- Perlunya strategi yang tepat dalam menghadapi rezim otoriter
Pelajaran-pelajaran ini masih relevan untuk dipetik oleh para aktivis dan politisi Islam hingga saat ini.
Advertisement
FAQ Seputar Masyumi
Q: Apa perbedaan utama Masyumi dengan NU?
A: Masyumi lebih bersifat "modernis" dan terbuka terhadap pembaruan pemikiran Islam, sementara NU lebih "tradisionalis" dan menekankan pelestarian tradisi pesantren.
Q: Mengapa Masyumi menolak Pancasila sebagai dasar negara?
A: Masyumi sebenarnya menerima Pancasila, tapi menginginkan penafsiran yang lebih islami, terutama terhadap sila pertama.
Q: Apakah Masyumi pernah terlibat dalam pemberontakan bersenjata?
A: Secara organisasi tidak, namun beberapa tokohnya dituduh terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
Q: Bagaimana sikap Masyumi terhadap Pancasila?
A: Masyumi menerima Pancasila sebagai dasar negara, namun tetap memperjuangkan penafsiran yang lebih islami, terutama terhadap sila pertama.
Q: Apakah ada partai politik saat ini yang bisa dianggap sebagai penerus Masyumi?
A: Beberapa partai mengklaim sebagai penerus spirit Masyumi, namun tidak ada yang benar-benar identik dalam hal ideologi dan basis massa.
Kesimpulan
Masyumi merupakan fenomena unik dalam sejarah politik Islam Indonesia. Sebagai partai Islam terbesar pada masanya, Masyumi telah memberikan kontribusi signifikan dalam membentuk wacana tentang relasi Islam dan negara di Indonesia. Meski akhirnya dibubarkan, warisan pemikiran dan perjuangan Masyumi tetap relevan hingga kini.
Tujuan-tujuan Masyumi untuk mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bernegara masih terus diperjuangkan oleh generasi baru aktivis dan politisi Muslim, meski dengan cara dan pendekatan yang berbeda. Pengalaman Masyumi juga menjadi pelajaran berharga tentang dinamika politik Islam dalam konteks negara bangsa yang majemuk seperti Indonesia.
Terlepas dari berbagai kritik dan kelemahannya, Masyumi tetap dikenang sebagai pionir politik Islam modern di Indonesia yang berusaha memadukan nilai-nilai keislaman dengan prinsip-prinsip demokrasi dan nasionalisme. Warisan intelektual dan politik Masyumi masih terus dikaji dan menjadi inspirasi bagi gerakan Islam kontemporer di Indonesia.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement