Sukses

Arti Memayu Hayuning Bawana: Filosofi Jawa untuk Keharmonisan Hidup

Pelajari makna mendalam dari filosofi Jawa Memayu Hayuning Bawana.

Pengertian Memayu Hayuning Bawana

Liputan6.com, Jakarta Memayu hayuning bawana merupakan filosofi Jawa yang mengandung makna mendalam tentang keharmonisan hidup. Secara harfiah, istilah ini dapat diartikan sebagai "memperindah keindahan dunia". Namun, maknanya jauh lebih luas dari sekadar interpretasi literal tersebut.

Konsep ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dan keselarasan dalam berbagai aspek kehidupan. Ini mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta. Filosofi ini mengajarkan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi positif terhadap lingkungannya, baik secara fisik maupun spiritual.

Dalam pemahaman yang lebih mendalam, memayu hayuning bawana bukan hanya tentang mempercantik dunia secara fisik, tetapi juga tentang menciptakan harmoni dalam tatanan sosial, menjaga kelestarian alam, dan mengembangkan spiritualitas diri. Ini adalah pandangan hidup yang holistik, yang memandang manusia sebagai bagian integral dari ekosistem yang lebih besar.

Filosofi ini juga mengandung ajaran moral yang kuat. Ia mendorong manusia untuk selalu berbuat baik, menjauhi perilaku yang merusak, dan berusaha untuk memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, memayu hayuning bawana bukan hanya sebuah konsep abstrak, tetapi juga panduan praktis untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan bermanfaat.

Promosi 1
2 dari 10 halaman

Asal Usul dan Sejarah

Filosofi memayu hayuning bawana memiliki akar yang dalam dalam sejarah dan budaya Jawa. Konsep ini telah ada sejak zaman kerajaan Mataram, bahkan mungkin lebih awal lagi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ajaran ini sudah ada sejak masa pemerintahan Sultan Agung di kerajaan Mataram pada abad ke-17.

Dalam perkembangannya, filosofi ini menjadi bagian integral dari pandangan hidup masyarakat Jawa. Ia tidak hanya diajarkan di lingkungan keraton, tetapi juga menyebar luas ke berbagai lapisan masyarakat. Konsep ini sering dikaitkan dengan ajaran kejawen, yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan lokal Jawa dengan berbagai pengaruh agama dan filosofi yang masuk ke tanah Jawa.

Salah satu tokoh yang sering dikaitkan dengan penyebaran ajaran ini adalah Sunan Kalijaga, salah satu dari Wali Songo yang berperan dalam penyebaran Islam di Jawa. Sunan Kalijaga dikenal menggunakan pendekatan kultural dalam dakwahnya, dan filosofi memayu hayuning bawana sejalan dengan ajaran-ajaran yang ia sampaikan.

Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ini terus hidup dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Ia menjadi bagian dari kearifan lokal yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jawa. Bahkan hingga saat ini, filosofi ini masih relevan dan sering dijadikan acuan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari tata kelola pemerintahan hingga pelestarian lingkungan.

3 dari 10 halaman

Dimensi dan Aspek Utama

Filosofi memayu hayuning bawana memiliki beberapa dimensi dan aspek utama yang saling terkait. Pemahaman terhadap dimensi-dimensi ini penting untuk menerapkan filosofi ini secara komprehensif dalam kehidupan sehari-hari.

1. Dimensi Spiritual: Aspek ini berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Memayu hayuning bawana mengajarkan pentingnya menyelaraskan diri dengan kehendak Ilahi dan menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai spiritual. Ini mencakup praktik-praktik seperti meditasi, doa, dan upaya untuk meningkatkan kesadaran spiritual.

2. Dimensi Sosial: Filosofi ini menekankan pentingnya harmoni dalam hubungan antar manusia. Ini meliputi sikap saling menghormati, gotong royong, dan upaya untuk menciptakan masyarakat yang damai dan sejahtera. Dalam konteks ini, setiap individu didorong untuk berkontribusi positif terhadap komunitasnya.

3. Dimensi Ekologis: Memayu hayuning bawana memiliki perhatian besar terhadap kelestarian alam. Aspek ini mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan alam, menjaga keseimbangan ekosistem, dan memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana. Ini termasuk upaya-upaya pelestarian lingkungan dan praktik-praktik hidup yang ramah lingkungan.

4. Dimensi Personal: Pada tingkat individu, filosofi ini mendorong pengembangan diri yang holistik. Ini mencakup upaya untuk meningkatkan kualitas diri baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Pengendalian diri, introspeksi, dan upaya terus-menerus untuk menjadi pribadi yang lebih baik adalah bagian penting dari aspek ini.

5. Dimensi Kultural: Memayu hayuning bawana juga berkaitan erat dengan pelestarian dan pengembangan budaya. Ini meliputi upaya untuk menjaga warisan budaya, melestarikan tradisi-tradisi yang baik, sambil tetap terbuka terhadap perkembangan zaman.

Kelima dimensi ini saling terkait dan membentuk suatu kesatuan yang utuh dalam filosofi memayu hayuning bawana. Penerapan yang seimbang dari semua aspek ini dipercaya dapat membawa pada kehidupan yang harmonis dan bermakna, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.

4 dari 10 halaman

Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Menerapkan filosofi memayu hayuning bawana dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan kesadaran dan komitmen. Berikut adalah beberapa cara praktis untuk mengimplementasikan ajaran ini:

1. Praktik Spiritual: Luangkan waktu setiap hari untuk refleksi diri, meditasi, atau berdoa. Ini membantu menjaga keseimbangan batin dan menyelaraskan diri dengan nilai-nilai spiritual.

2. Hubungan Sosial: Terapkan sikap saling menghormati dan empati dalam interaksi sehari-hari. Berpartisipasilah dalam kegiatan gotong royong atau kegiatan sosial lainnya untuk memperkuat ikatan komunitas.

3. Pelestarian Lingkungan: Mulailah dari hal-hal kecil seperti mengurangi penggunaan plastik, menghemat energi, atau berpartisipasi dalam kegiatan penghijauan. Setiap tindakan, sekecil apapun, berkontribusi pada pelestarian alam.

4. Pengembangan Diri: Teruslah belajar dan mengembangkan diri. Ini bisa mencakup membaca buku-buku yang inspiratif, mengikuti kursus, atau mempelajari keterampilan baru yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

5. Pelestarian Budaya: Pelajari dan praktikkan tradisi-tradisi lokal yang positif. Ini bisa termasuk menggunakan bahasa daerah, mempelajari seni tradisional, atau berpartisipasi dalam upacara adat.

6. Etika dalam Pekerjaan: Terapkan prinsip-prinsip memayu hayuning bawana dalam lingkungan kerja. Ini bisa berupa upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, bekerja dengan integritas, dan berkontribusi positif terhadap organisasi dan masyarakat.

7. Pendidikan Keluarga: Ajarkan nilai-nilai memayu hayuning bawana kepada anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Ini bisa dilakukan melalui diskusi, cerita, atau contoh langsung dalam kehidupan sehari-hari.

8. Gaya Hidup Seimbang: Usahakan untuk menjalani gaya hidup yang seimbang antara kerja, istirahat, dan rekreasi. Jaga kesehatan fisik dan mental sebagai bagian dari upaya menjaga keselarasan diri.

9. Resolusi Konflik: Dalam menghadapi konflik, terapkan prinsip-prinsip harmoni dan keseimbangan. Cari solusi yang menguntungkan semua pihak dan menjaga keharmonisan hubungan.

10. Refleksi Rutin: Lakukan refleksi rutin untuk mengevaluasi apakah tindakan dan keputusan kita sejalan dengan prinsip-prinsip memayu hayuning bawana. Ini membantu kita untuk terus memperbaiki diri dan menjaga konsistensi dalam menerapkan filosofi ini.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat berkontribusi pada terciptanya dunia yang lebih harmonis dan seimbang, sesuai dengan ajaran memayu hayuning bawana.

5 dari 10 halaman

Manfaat Menerapkan Filosofi Ini

Menerapkan filosofi memayu hayuning bawana dalam kehidupan sehari-hari dapat memberikan berbagai manfaat, baik bagi individu maupun masyarakat secara luas. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari penerapan filosofi ini:

1. Keseimbangan Hidup: Filosofi ini mendorong terciptanya keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari spiritual, sosial, hingga hubungan dengan alam. Hal ini dapat membantu individu menjalani hidup yang lebih harmonis dan bermakna.

2. Peningkatan Kesejahteraan Mental: Dengan fokus pada keselarasan dan harmoni, penerapan filosofi ini dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental. Praktik-praktik seperti meditasi dan refleksi diri yang menjadi bagian dari filosofi ini terbukti bermanfaat bagi kesehatan mental.

3. Hubungan Sosial yang Lebih Baik: Penekanan pada harmoni dalam hubungan antar manusia dapat membantu menciptakan ikatan sosial yang lebih kuat dan masyarakat yang lebih kohesif. Ini dapat mengurangi konflik dan meningkatkan rasa kebersamaan.

4. Pelestarian Lingkungan: Aspek ekologis dari filosofi ini mendorong praktik-praktik ramah lingkungan, yang pada gilirannya berkontribusi pada pelestarian alam dan keberlanjutan lingkungan.

5. Pengembangan Karakter: Penerapan prinsip-prinsip memayu hayuning bawana dapat membantu pengembangan karakter yang positif, seperti empati, tanggung jawab, dan integritas.

6. Peningkatan Kreativitas: Filosofi ini mendorong keselarasan dengan alam dan lingkungan, yang dapat menjadi sumber inspirasi dan meningkatkan kreativitas.

7. Resolusi Konflik yang Lebih Baik: Dengan penekanan pada harmoni dan keseimbangan, filosofi ini dapat membantu dalam menyelesaikan konflik dengan cara yang lebih konstruktif dan damai.

8. Pelestarian Budaya: Penerapan filosofi ini membantu dalam melestarikan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang positif, yang penting untuk identitas dan keberlangsungan suatu masyarakat.

9. Peningkatan Kualitas Hidup: Secara keseluruhan, penerapan filosofi memayu hayuning bawana dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup, baik secara individual maupun kolektif.

10. Kontribusi pada Pembangunan Berkelanjutan: Prinsip-prinsip dalam filosofi ini sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan, sehingga penerapannya dapat berkontribusi pada tercapainya tujuan-tujuan pembangunan yang lebih luas.

Dengan memahami dan menerapkan manfaat-manfaat ini, kita dapat melihat bahwa filosofi memayu hayuning bawana bukan hanya relevan dalam konteks budaya Jawa, tetapi juga memiliki nilai universal yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan modern.

6 dari 10 halaman

Tradisi yang Merefleksikan Konsep Ini

Filosofi memayu hayuning bawana tercermin dalam berbagai tradisi dan praktik budaya Jawa. Beberapa tradisi yang merefleksikan konsep ini antara lain:

1. Tradisi Rasulan: Tradisi ini merupakan bentuk ungkapan syukur masyarakat atas hasil panen. Dalam tradisi ini, masyarakat berkumpul untuk berdoa bersama dan berbagi makanan. Rasulan mencerminkan aspek spiritual dan sosial dari memayu hayuning bawana, di mana masyarakat bersyukur kepada Tuhan dan berbagi dengan sesama.

2. Upacara Sedekah Bumi: Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada bumi yang telah memberikan kehidupan. Upacara ini mencerminkan aspek ekologis dari memayu hayuning bawana, di mana manusia diingatkan akan pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam.

3. Gotong Royong: Praktik gotong royong yang masih kuat di masyarakat Jawa merupakan implementasi langsung dari prinsip kebersamaan dan harmoni sosial yang diajarkan dalam memayu hayuning bawana.

4. Upacara Labuhan: Tradisi ini dilakukan di pantai selatan Jawa sebagai bentuk penghormatan kepada penguasa laut selatan. Upacara ini mencerminkan aspek spiritual dan ekologis dari filosofi memayu hayuning bawana.

5. Tradisi Nyadran: Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur yang biasanya dilakukan menjelang bulan Ramadhan. Nyadran mencerminkan aspek spiritual dan kultural dari memayu hayuning bawana.

6. Upacara Wiwitan: Tradisi ini dilakukan sebelum musim tanam padi sebagai bentuk permohonan keselamatan dan kesuburan. Upacara ini mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan.

7. Seni Pertunjukan Wayang: Pertunjukan wayang sering kali mengandung ajaran-ajaran moral yang sejalan dengan prinsip memayu hayuning bawana. Cerita-cerita yang dibawakan dalam pertunjukan wayang sering mengajarkan tentang keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan.

8. Tradisi Merti Desa: Tradisi ini merupakan upaya bersama masyarakat untuk membersihkan dan mempercantik desa. Ini adalah implementasi langsung dari konsep memayu hayuning bawana dalam konteks lingkungan fisik.

9. Upacara Ruwatan: Tradisi ini bertujuan untuk membersihkan diri dari energi negatif. Ruwatan mencerminkan aspek spiritual dan personal dari memayu hayuning bawana.

10. Tradisi Selamatan: Berbagai bentuk selamatan yang dilakukan dalam siklus kehidupan Jawa (kelahiran, pernikahan, kematian) mencerminkan upaya untuk menjaga keseimbangan dan harmoni dalam berbagai fase kehidupan.

Tradisi-tradisi ini menunjukkan bagaimana filosofi memayu hayuning bawana telah terintegrasi secara mendalam dalam kehidupan dan budaya masyarakat Jawa. Melalui tradisi-tradisi ini, nilai-nilai keseimbangan, harmoni, dan tanggung jawab terhadap alam dan sesama terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi.

7 dari 10 halaman

Perbandingan dengan Filosofi Lain

Filosofi memayu hayuning bawana memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan dengan filosofi atau konsep lain dari berbagai budaya dan agama. Berikut adalah perbandingan dengan beberapa filosofi atau konsep serupa:

1. Konsep Rahmatan lil 'Alamin dalam Islam:

- Kesamaan: Kedua konsep menekankan pentingnya membawa manfaat bagi seluruh alam semesta.

- Perbedaan: Rahmatan lil 'Alamin lebih berfokus pada peran manusia sebagai khalifah di bumi, sementara memayu hayuning bawana lebih menekankan pada keselarasan dengan alam.

2. Filosofi Yin dan Yang dalam Taoisme:

- Kesamaan: Keduanya menekankan pentingnya keseimbangan dalam kehidupan.

- Perbedaan: Yin dan Yang lebih berfokus pada dualitas dan siklus alami, sementara memayu hayuning bawana lebih menekankan pada peran aktif manusia dalam menciptakan keseimbangan.

3. Konsep Ahimsa dalam Hinduisme dan Buddhisme:

- Kesamaan: Kedua konsep mengajarkan pentingnya tidak menyakiti makhluk hidup lain.

- Perbedaan: Ahimsa lebih berfokus pada non-kekerasan, sementara memayu hayuning bawana mencakup aspek yang lebih luas termasuk pelestarian lingkungan.

4. Filosofi Ubuntu dari Afrika:

- Kesamaan: Keduanya menekankan pentingnya kebersamaan dan harmoni dalam masyarakat.

- Perbedaan: Ubuntu lebih berfokus pada hubungan antar manusia, sementara memayu hayuning bawana juga mencakup hubungan dengan alam dan spiritualitas.

5. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development):

- Kesamaan: Kedua konsep menekankan pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.

- Perbedaan: Pembangunan berkelanjutan lebih berfokus pada aspek ekonomi dan lingkungan, sementara memayu hayuning bawana juga mencakup aspek spiritual dan kultural.

6. Filosofi Feng Shui dari Tiongkok:

- Kesamaan: Keduanya menekankan pentingnya keselarasan dengan lingkungan.

- Perbedaan: Feng Shui lebih berfokus pada tata ruang dan energi, sementara memayu hayuning bawana mencakup aspek yang lebih luas termasuk etika dan spiritualitas.

7. Konsep Stewardship dalam Kristen:

- Kesamaan: Kedua konsep mengajarkan tanggung jawab manusia untuk menjaga ciptaan Tuhan.

- Perbedaan: Stewardship lebih berfokus pada peran manusia sebagai pengelola ciptaan Tuhan, sementara memayu hayuning bawana menekankan pada keselarasan dan harmoni dengan alam.

Meskipun terdapat perbedaan, banyak filosofi dan konsep ini memiliki tujuan akhir yang serupa: menciptakan kehidupan yang harmonis dan seimbang. Memayu hayuning bawana unik dalam pendekatannya yang holistik, menggabungkan aspek spiritual, sosial, dan ekologis dalam satu filosofi yang komprehensif.

8 dari 10 halaman

Tantangan Penerapan di Era Modern

Menerapkan filosofi memayu hayuning bawana di era modern menghadapi beberapa tantangan signifikan. Berikut adalah beberapa tantangan utama beserta cara mengatasinya:

1. Globalisasi dan Erosi Nilai Tradisional:

- Tantangan: Arus globalisasi dapat mengikis nilai-nilai tradisional.

- Solusi: Integrasikan nilai-nilai memayu hayuning bawana ke dalam pendidikan modern dan media sosial untuk menjangkau generasi muda.

2. Konsumerisme dan Materialisme:

- Tantangan: Gaya hidup konsumtif bertentangan dengan prinsip keseimbangan.

- Solusi: Promosikan gaya hidup sederhana dan berkelanjutan melalui kampanye publik dan edukasi.

3. Kerusakan Lingkungan:

- Tantangan: Pembangunan sering kali mengorbankan kelestarian lingkungan.

- Solusi: Dorong kebijakan ramah lingkungan dan praktik bisnis berkelanjutan yang sejalan dengan prinsip memayu hayuning bawana.

4. Individualism:

- Tantangan: Masyarakat modern cenderung lebih individualistis.

- Solusi: Revitalisasi praktik gotong royong dan kegiatan komunitas yang memperkuat ikatan sosial.

5. Tekanan Waktu dan Stres:

- Tantangan: Gaya hidup modern yang sibuk membuat sulit untuk mempraktikkan refleksi diri.

- Solusi: Promosikan praktik mindfulness dan meditasi sebagai bagian dari gaya hidup sehat.

6. Konflik Antara Tradisi dan Modernitas:

- Tantangan: Kesulitan dalam menyeimbangkan nilai tradisional dengan tuntutan modernitas.

- Solusi: Ciptakan dialog antara pemuka adat, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai tradisional ke dalam konteks modern.

7. Kurangnya Pemahaman:

- Tantangan: Banyak orang, terutama generasi muda, kurang memahami filosofi ini.

- Solusi: Tingkatkan program edukasi dan sosialisasi tentang memayu hayuning bawana di sekolah dan media.

8. Urbanisasi:

- Tantangan: Perpindahan ke kota besar dapat melemahkan ikatan dengan alam dan tradisi.

- Solusi: Ciptakan ruang hijau dan program komunitas di perkotaan yang menerapkan prinsip-prinsip memayu hayuning bawana.

9. Teknologi dan Keterasingan:

- Tantangan: Ketergantungan pada teknologi dapat menjauhkan orang dari alam dan interaksi sosial langsung.

- Solusi: Gunakan teknologi untuk mempromosikan nilai-nilai memayu hayuning bawana dan mendorong kegiatan offline yang mendekatkan orang dengan alam dan komunitas.

10. Ekonomi Berbasis Pertumbuhan:

- Tantangan: Model ekonomi yang fokus pada pertumbuhan dapat bertentangan dengan prinsip keseimbangan.

- Solusi: Promosikan model ekonomi alternatif seperti ekonomi sirkular yang lebih sejalan dengan prinsip memayu hayuning bawana.

Menghadapi tantangan-tantangan ini membutuhkan pendekatan yang holistik dan kolaboratif. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan individu untuk mengintegrasikan nilai-nilai memayu hayuning bawana ke dalam kehidupan modern secara bermakna dan berkelanjutan.

9 dari 10 halaman

Pertanyaan Umum (FAQ)

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan terkait filosofi memayu hayuning bawana:

1. Apa arti literal dari memayu hayuning bawana? - Secara harfiah, memayu hayuning bawana berarti "memperindah keindahan dunia".

2. Apakah filosofi ini hanya relevan untuk masyarakat Jawa? - Meskipun berakar pada budaya Jawa, nilai-nilai dalam filosofi ini bersifat universal dan dapat diterapkan oleh siapa saja.

3. Bagaimana cara terbaik untuk mulai menerapkan filosofi ini dalam kehidupan sehari-hari? - Mulailah dengan refleksi diri dan praktik-praktik sederhana seperti menjaga kebersihan lingkungan, berbuat baik kepada sesama, dan menghargai alam.

4. Apakah memayu hayuning bawana bertentangan dengan ajaran agama? - Tidak, filosofi ini sejalan dengan ajaran berbagai agama yang menekankan kebaikan, keseimbangan, dan tanggung jawab terhadap alam dan sesama.

5. Bagaimana filosofi ini bisa diterapkan dalam konteks bisnis modern? - Bisnis dapat menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan, tanggung jawab sosial perusahaan, dan praktik-praktik ramah lingkungan yang sejalan dengan filosofi ini.

6. Apakah ada ritual khusus yang terkait dengan memayu hayuning bawana? - Tidak ada ritual khusus, namun banyak tradisi Jawa yang mencerminkan nilai-nilai filosofi ini, seperti sedekah bumi dan gotong royong.

7. Bagaimana filosofi ini memandang kemajuan teknologi? - Filosofi ini tidak menolak kemajuan, tetapi mengajarkan untuk menggunakan teknologi secara bijaksana dan seimbang dengan alam.

8. Apakah memayu hayuning bawana sama dengan konsep pembangunan berkelanjutan? - Ada kesamaan, namun memayu hayuning bawana lebih luas cakupannya, termasuk aspek spiritual dan kultural.

9. Bagaimana cara mengajarkan filosofi ini kepada anak-anak? - Melalui contoh, cerita, dan melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai filosofi ini, seperti menanam pohon atau membantu sesama.

10. Apakah ada tokoh modern yang menerapkan filosofi ini? - Banyak tokoh, terutama di Jawa, yang menerapkan filosofi ini dalam kepemimpinan dan kehidupan sehari-hari, meskipun tidak selalu secara eksplisit menyebutkannya.

Memahami jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu kita untuk lebih menghayati dan menerapkan filosofi memayu hayuning bawana dalam konteks kehidupan modern.

10 dari 10 halaman

Kesimpulan

Filosofi memayu hayuning bawana merupakan warisan kearifan lokal Jawa yang memiliki relevansi universal dan tetap aktual di era modern. Konsep ini menawarkan pandangan hidup yang holistik, menekankan keseimbangan dan harmoni dalam hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Produksi Liputan6.com