Liputan6.com, Canberra: Hasil uji laboratorium Divisi Antiteror Kepolisian Federal Australia (AFP) menyatakan, paket di depan Kedutaan Besar Indonesia di Canberra, Australia, tidak berbahaya. Paket ini diduga dikirim dari seseorang dari Negara Bagian Victoria [bukan Victoria nama si pengirim-Red] dengan tujuan untuk menimbulkan teror. Namun polisi Australia enggan merinci ancaman yang ditulis pelaku. Kamis (2/6), AFP tengah mengerahkan personelnya ke Victoria untuk melacak pengirim paket tersebut.
Temuan AFP ini bertolak belakang dengan pernyataan Perdana Menteri Australia John Howard. Dia menyatakan, paket tersebut berisi serbuk basil yang masih satu keluarga dengan bakteri antraks. Pengiriman surat diyakini Howard berkaitan dengan kemarahan sebagian warga Australia atas putusan 20 tahun penjara terhadap Schapelle Leigh Corby [baca: Pengirim Serbuk ke KBRI Bernama Victoria].
Sejauh ini, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengaku telah melapor secara intensif kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seputar penutupan KBRI di Canberra. Di antaranya, langkah-langkah yang harus diambil para pegawai KBRI yang saat ini sebagian dari mereka masih diisolasi. "Menurut beliau (Yudhoyono), tindakan teroris seperti ini bisa terjadi di mana saja," kata Hassan yang saat ini berada di Jepang.
Larangan bepergian ke Australia yang diterapkan pemerintah Indonesia ternyata tak berpengaruh banyak. Hingga kini, masih banyak penduduk Indonesia yang akan bepergian ke Negeri Kanguru. Ini dapat dilihat dari ramainya Kedubes Australia di Indonesia oleh WNI yang sedang mengurus visa. Sebagian besar dari mereka mengaku tak bisa membatalkan kepergian ke Australia karena terikat pekerjaan. Mereka juga merasa khawatir dengan perkembangan terakhir terutama setelah Indonesia mengeluarkan travel warning ke Australia.
Sementara itu, Kedubes Australia sejak kasus Corby mencuat, terlihat lebih represif. Hanya yang berkepentingan saja yang boleh masuk Kedubes Australia. Itu pun dengan pengawasan dan pemeriksaan ketat oleh satuan pengamanan kedubes. Sementara untuk tujuan lain seperti liputan yang dilakukan wartawan, juga tidak diperbolehkan. Satpam kedubes bahkan sempat menutupi lensa kamera wartawan yang mencoba merekam situasi Kedubes Australia.(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)
Temuan AFP ini bertolak belakang dengan pernyataan Perdana Menteri Australia John Howard. Dia menyatakan, paket tersebut berisi serbuk basil yang masih satu keluarga dengan bakteri antraks. Pengiriman surat diyakini Howard berkaitan dengan kemarahan sebagian warga Australia atas putusan 20 tahun penjara terhadap Schapelle Leigh Corby [baca: Pengirim Serbuk ke KBRI Bernama Victoria].
Sejauh ini, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengaku telah melapor secara intensif kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seputar penutupan KBRI di Canberra. Di antaranya, langkah-langkah yang harus diambil para pegawai KBRI yang saat ini sebagian dari mereka masih diisolasi. "Menurut beliau (Yudhoyono), tindakan teroris seperti ini bisa terjadi di mana saja," kata Hassan yang saat ini berada di Jepang.
Larangan bepergian ke Australia yang diterapkan pemerintah Indonesia ternyata tak berpengaruh banyak. Hingga kini, masih banyak penduduk Indonesia yang akan bepergian ke Negeri Kanguru. Ini dapat dilihat dari ramainya Kedubes Australia di Indonesia oleh WNI yang sedang mengurus visa. Sebagian besar dari mereka mengaku tak bisa membatalkan kepergian ke Australia karena terikat pekerjaan. Mereka juga merasa khawatir dengan perkembangan terakhir terutama setelah Indonesia mengeluarkan travel warning ke Australia.
Sementara itu, Kedubes Australia sejak kasus Corby mencuat, terlihat lebih represif. Hanya yang berkepentingan saja yang boleh masuk Kedubes Australia. Itu pun dengan pengawasan dan pemeriksaan ketat oleh satuan pengamanan kedubes. Sementara untuk tujuan lain seperti liputan yang dilakukan wartawan, juga tidak diperbolehkan. Satpam kedubes bahkan sempat menutupi lensa kamera wartawan yang mencoba merekam situasi Kedubes Australia.(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)