Sukses

Al-Qaidah Mengaku Mendalangi Peledakan di London

Kelompok Jihad Al-Qaidah di Eropa mengaku bertanggung jawab dalam rangkaian ledakan di London, Inggris. Mereka menyatakan, aksi yang menewaskan 33 orang ini sebagai pelajaran untuk pemerintah Inggris.

Liputan6.com, London: Rangkaian ledakan di London, Inggris, pada Kamis (7/7) pagi waktu setempat, diyakini menewaskan sekitar 33 orang dan melukai ratusan lainnya. Menyusul insiden ini, sebuah kelompok yang menamakan diri Jamaah At-Tanzim Qaidah Al-Jihad Fiawrubba (Organisasi Jihad Al-Qaidah di Eropa) mengaku bertanggung jawab. Mereka melansir pernyataan ini dalam sebuah situs internet.

Dalam pernyataannya, lembaga itu mengklaim, serangan dilancarkan sebagai pelajaran kepada pemerintah Inggris yang telah membantai rakyat Irak dan Afghanistan. Kelompok ini juga mengingatkan pemerintah Italia dan Denmark untuk waspada. Kendati demikian, hingga saat ini kepolisian London belum memutuskan dugaan pelaku insiden tersebut.

Ledakan di ibu kota Inggris itu diduga berasal dari peledak yang disimpan di enam stasiun kereta bawah tanah dan satu unit bus tingkat. Ledakan pertama terdengar di Stasiun Kereta Aldgate--beberapa kilometer dari London Tower-- sekitar pukul 08.50 waktu setempat. Belum sempat kepanikan reda, ledakan kedua terjadi di sebuah bus tingkat di kawasan Tavistock Square (antara King`s Cross dan Russell Square). Beberapa menit kemudian, Stasiun Edgware Road, King`s Cross, Liverpool Street, Russell Square, dan Moorgate di bagian utara London berturut-turut luluh lantak [baca: Ledakan Beruntun di London, Dua Tewas].

Pascaledakan, situasi Kota London masih mencekam. Sejumlah mobil polisi dan ambulans masih terlihat di jalanan dalam kecepatan tinggi hingga sore hari waktu setempat atau pukul 24.25 WIB. Menurut seorang warga Indonesia yang berada di London, Abdul Latif Siregar, sejumlah sarana transportasi lumpuh. Kereta bawah tanah tak ada yang beroperasi. Sejumlah toko tutup. Begitu pula dengan bus kota yang tidak beroperasi sejak pukul 12.00 waktu setempat, setelah Perdana Menteri Tony Blair mengumumkan keadaan darurat.

Menurut Abdul Latif, pada sore hari, sejumlah trayek bus yang berjauhan dengan lokasi ledakan sudah mulai beroperasi. Namun tetap saja terlihat gerombolan pekerja yang baru selesai beraktivitas. Pasalnya, warga London sebagian besar menggunakan jasa angkutan kereta api. Mereka mengecam kejadian ini. Kendati demikian, tak tampak ketakutan yang berlebihan dari warga London.

Reaksi keras datang dari para pemimpin dunia, termasuk dari Palestina dan pimpinan umat Katolik Roma sedunia Paus Benediktus XVI. Sementara Konferensi Tingkat Tinggi Kelompok Delapan Negara Maju (G-8), menunda menyusun deklarasi. Sedangkan Komite Olimpiade Internasional (IOC) menyatakan, ledakan itu tak akan mengubah kepercayaan mereka kepada London sebagai tuan rumah Olimpiade 2012.

Ledakan ini juga berdampak pada perdagangan di lantai bursa Eropa. Harga saham perusahaan penerbangan dan asuransi merosot, sementara harga saham perusahaan keamanan terdongkrak. Namun pasar modal dunia di Amerika Serikat tak banyak terpengaruh. Untuk sesaat, harga saham dan minyak dunia sempat turun namun kembali naik. Kondisi yang sama juga berlaku di pasar uang.

Di luar Gedung Bursa New York, polisi dibantu anjing pelacak bom memenuhi jalanan Wall Street. Tetapi, peningkatan keamanan negara tak membuat pasar grogi yang ditandai dengan rebound yang cepat. Indeks industri Dow Jones bahkan naik 0,31 persen dan ditutup di 10,302 poin. Para ahli ekonomi berpendapat, hal itu disebabkan karena kuatnya perekonomian AS.

Seorang pelaku bursa menyebut, pasar kini telah imun terhadap serangan teror seperti ini. Mereka telah belajar dari insiden 9 September 2001 dan serangan di Madrid, Spanyol. Menurut para pelaku pasar, penurunan harga minyak atau tingkat suku bunga jangka panjang akan memperkecil efek samping berita serangan teroris ini.(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)