Liputan6.com, Bandung: Pembangunan Jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) yang akan mempersingkat waktu tempuh perjalanan darat Jakarta-Bandung, dimulai. Proyek tersebut diperkirakan menelan dana Rp 320 miliar dan diharapkan rampung dalam 18 bulan mendatang. Selain itu, proyek jalan bebas hambatan ini melibatkan tiga kontraktor, 10 konsultan, dan Pemda Jabar. Demikian diungkapkan Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga Hengky Herwanto di Bandung, Jawa Barat, baru-baru ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, Rabu pekan silam, Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Soenarno meresmikan proyek yang sama di Cikampek, Jabar. Ketika itu, Menkimpraswil mengungkapkan bahwa tahap pertama proyek kerja sama antara Jasa Marga dan Pemerintah Daerah Jabar ini menelan investasi Rp 745 miliar. Sedangkan tahap kedua menghabiskan Rp 3,9 triliun dengan mengundang investor swasta [baca: Anggaran Perbaikan Jalan Tol Rp 12 Miliar].
Menurut Hengky, pembangunan tahap pertama Jalan Tol Cipularang sepanjang 59 kilometer itu dimulai dari ruas Cikampek menuju Purwakarta. Sedangkan pembangunan tahap kedua dari ruas Purwakarta hingga Padalarang. Berdasarkan Rencana Induk Proyek Tol Cipularang, lebar pada masing-masing jalur adalah 2 x 3,60 meter, lebar bahu luar 2 x 2,75 meter, bahu dalam 2 kali 0,75 meter. Sementara median atau pemisah kedua jalur tol selebar 3,50 meter. Selain itu, sepanjang Tol Cipularang akan dibangun 11 buah overpass atau jalan lintas atas dan enam buah underpass atau jalan lintas bawah.
Jika telah beroperasi, Hengky memprediksikan bahwa jalan tol tersebut dapat dilalui sekitar 10 ribu kendaraan bermotor. Berarti, pendapatan per hari mencapai Rp 20 juta. Dengan adanya jalan tol ini, kelak waktu tempuh Jakarta-Bandung yang semula 3,5 hingga empat jam dapat ditempuh hanya dalam dua jam.
Sekadar diketahui, pembangunan Tol Cipularang ini sebenarnya sudah harus dilaksanakan pada 1991 oleh Konsorsium Citra Ganesha, yang terdiri dari perusahaan Grup Citra, Travalgar, dan Jasa Marga. Sayangnya, pembangunan tak kunjung dilakukan hingga Desember 1996, meski pemerintah telah mengeluarkan surat untuk dimulainya pekerjaan. Kemudian, proyek tersebut terganjal akibat krisis moneter pada 1997. Sehingga pemerintah mencabut izin konsorsium itu pada Juni 2001. Lantas, pemerintah memerintahkan Jasa Marga untuk melaksanakan pembangunan tersebut.(ANS/Patria Hidayat)
Seperti diberitakan sebelumnya, Rabu pekan silam, Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Soenarno meresmikan proyek yang sama di Cikampek, Jabar. Ketika itu, Menkimpraswil mengungkapkan bahwa tahap pertama proyek kerja sama antara Jasa Marga dan Pemerintah Daerah Jabar ini menelan investasi Rp 745 miliar. Sedangkan tahap kedua menghabiskan Rp 3,9 triliun dengan mengundang investor swasta [baca: Anggaran Perbaikan Jalan Tol Rp 12 Miliar].
Menurut Hengky, pembangunan tahap pertama Jalan Tol Cipularang sepanjang 59 kilometer itu dimulai dari ruas Cikampek menuju Purwakarta. Sedangkan pembangunan tahap kedua dari ruas Purwakarta hingga Padalarang. Berdasarkan Rencana Induk Proyek Tol Cipularang, lebar pada masing-masing jalur adalah 2 x 3,60 meter, lebar bahu luar 2 x 2,75 meter, bahu dalam 2 kali 0,75 meter. Sementara median atau pemisah kedua jalur tol selebar 3,50 meter. Selain itu, sepanjang Tol Cipularang akan dibangun 11 buah overpass atau jalan lintas atas dan enam buah underpass atau jalan lintas bawah.
Jika telah beroperasi, Hengky memprediksikan bahwa jalan tol tersebut dapat dilalui sekitar 10 ribu kendaraan bermotor. Berarti, pendapatan per hari mencapai Rp 20 juta. Dengan adanya jalan tol ini, kelak waktu tempuh Jakarta-Bandung yang semula 3,5 hingga empat jam dapat ditempuh hanya dalam dua jam.
Sekadar diketahui, pembangunan Tol Cipularang ini sebenarnya sudah harus dilaksanakan pada 1991 oleh Konsorsium Citra Ganesha, yang terdiri dari perusahaan Grup Citra, Travalgar, dan Jasa Marga. Sayangnya, pembangunan tak kunjung dilakukan hingga Desember 1996, meski pemerintah telah mengeluarkan surat untuk dimulainya pekerjaan. Kemudian, proyek tersebut terganjal akibat krisis moneter pada 1997. Sehingga pemerintah mencabut izin konsorsium itu pada Juni 2001. Lantas, pemerintah memerintahkan Jasa Marga untuk melaksanakan pembangunan tersebut.(ANS/Patria Hidayat)