Liputan6.com, Jakarta: Sidang Kabinet yang dipimpin Presiden Megawati Sukarnoputri, Senin (19/8) siang, memutuskan memberikan kesempatan kepada kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menerima Undang-undang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam hingga akhir Ramadan 2002. Bila hingga batas itu, GAM menolak atau melakukan tindakan kekerasan, TNI/Polri akan meningkatkan operasi militer di Serambi Mekah.
Menurut Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah juga akan meneruskan pembangunan ekonomi dan sosial di Aceh. Namun, itu hanya akan dilakukan di daerah-daerah yang relatif aman. Dana pembangunan itu bersumber dari anggaran khusus senilai Rp 6,6 trilun. Hingga kini, baru Rp 2,3 triliun yang disalurkan untuk membangun Aceh.
Ketika para menteri dan petinggi negara sedang rapat di Jakarta, gelombang unjuk rasa menolak darurat militer mengalir di Tanah Rencong [baca: Sidang Kabinet Membahas Status Keamanan Aceh]. Aksi pertama dimotori Gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa Aceh. Mereka menggelar unjuk rasa di bundaran Simpang Limong. Sedangkan aksi kedua dipusatkan di depan Markas Komando Daerah Militer Iskandar Muda, Banda Aceh.
Aksi BEM se-Aceh berjalan mulus. Mereka hanya berorasi, menggelar poster dan spanduk. Unjuk rasa ini tak dikawal ketat. Polisi hanya berjaga-jaga di sekitar lokasi unjuk rasa. Demonstrasi satu jam ini diakhiri dengan pembakaran replika senjata yang terbuat dari kardus.
Namun, dalam aksi gelombang kedua sempat diwarnai ketegangan antara pengunjuk rasa dan polisi. Polisi meminta massa yang menamakan diri Front Rakyat ini mengalihkan unjuk rasa ke Simpang Limong. Tapi, mereka menolak imbauan polisi. Bahkan, sebagian mahasiswa sempat tarik-menarik spanduk dengan polisi. Setelah bernegosiasi, para pengunjuk rasa akhirnya bersedia pindah ke Simpang Limong. Aksi mereka berlangsung sekitar dua jam.
Dari Aceh juga dilaporkan, kendaraan pengangkut barang jarak jauh antara Banda Aceh-Medan dan sebaliknya belum berani beroperasi [baca: Angkutan Umum di Banda Aceh Takut Beroperasi]. Terminal mobil barang di Ibu Kota NAD itu lenggang dan tidak terlihat ada aktivitas bongkar muat. Akibatnya, harga sejumlah barang kebutuhan pokok di Banda Aceh melambung. Harga gula pasir, masih dijual Rp 3.300 per kilogram dan minyak goreng curah Rp 4.700. Juga harga telur juga masih melonjak. Ini lantaran pasokan sangat tergantung dari Sumatra Utara [baca: Harga Sembako di Banda Aceh Melonjak].
Sementara itu, angkutan penumpang sudah beroperasi kembali sejak Senin pagi. Bus antarkota dan antarprovinsi (AKAP) yang melayani kota-kota di pantai timur Aceh sudah beropersi sejak pukul 07.00 WIB. Demikian pula dengan trayek wilayah Pantai Barat selatan, kendati jumlahnya terbatas. Pemandangan serupa juga terjadi di Terminal Geunta Plaza, pusat AKAP di Banda Aceh.(YYT/Tim Liputan 6 SCTV)
Menurut Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah juga akan meneruskan pembangunan ekonomi dan sosial di Aceh. Namun, itu hanya akan dilakukan di daerah-daerah yang relatif aman. Dana pembangunan itu bersumber dari anggaran khusus senilai Rp 6,6 trilun. Hingga kini, baru Rp 2,3 triliun yang disalurkan untuk membangun Aceh.
Ketika para menteri dan petinggi negara sedang rapat di Jakarta, gelombang unjuk rasa menolak darurat militer mengalir di Tanah Rencong [baca: Sidang Kabinet Membahas Status Keamanan Aceh]. Aksi pertama dimotori Gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa Aceh. Mereka menggelar unjuk rasa di bundaran Simpang Limong. Sedangkan aksi kedua dipusatkan di depan Markas Komando Daerah Militer Iskandar Muda, Banda Aceh.
Aksi BEM se-Aceh berjalan mulus. Mereka hanya berorasi, menggelar poster dan spanduk. Unjuk rasa ini tak dikawal ketat. Polisi hanya berjaga-jaga di sekitar lokasi unjuk rasa. Demonstrasi satu jam ini diakhiri dengan pembakaran replika senjata yang terbuat dari kardus.
Namun, dalam aksi gelombang kedua sempat diwarnai ketegangan antara pengunjuk rasa dan polisi. Polisi meminta massa yang menamakan diri Front Rakyat ini mengalihkan unjuk rasa ke Simpang Limong. Tapi, mereka menolak imbauan polisi. Bahkan, sebagian mahasiswa sempat tarik-menarik spanduk dengan polisi. Setelah bernegosiasi, para pengunjuk rasa akhirnya bersedia pindah ke Simpang Limong. Aksi mereka berlangsung sekitar dua jam.
Dari Aceh juga dilaporkan, kendaraan pengangkut barang jarak jauh antara Banda Aceh-Medan dan sebaliknya belum berani beroperasi [baca: Angkutan Umum di Banda Aceh Takut Beroperasi]. Terminal mobil barang di Ibu Kota NAD itu lenggang dan tidak terlihat ada aktivitas bongkar muat. Akibatnya, harga sejumlah barang kebutuhan pokok di Banda Aceh melambung. Harga gula pasir, masih dijual Rp 3.300 per kilogram dan minyak goreng curah Rp 4.700. Juga harga telur juga masih melonjak. Ini lantaran pasokan sangat tergantung dari Sumatra Utara [baca: Harga Sembako di Banda Aceh Melonjak].
Sementara itu, angkutan penumpang sudah beroperasi kembali sejak Senin pagi. Bus antarkota dan antarprovinsi (AKAP) yang melayani kota-kota di pantai timur Aceh sudah beropersi sejak pukul 07.00 WIB. Demikian pula dengan trayek wilayah Pantai Barat selatan, kendati jumlahnya terbatas. Pemandangan serupa juga terjadi di Terminal Geunta Plaza, pusat AKAP di Banda Aceh.(YYT/Tim Liputan 6 SCTV)