Liputan6.com, Jakarta: Kasak-kusuk sejumlah calon presiden dalam menentukan pendamping pada pemilihan umum presiden 5 Juli mendatang terus berlangsung. Calon Presiden dari Partai Golongan Karya Wiranto, misalnya. Jenderal TNI purnawirawan ini mengaku belum mau mengungkapkan pasangannya dalam pemilu presiden mendatang. Pasalnya, penentuan sosok pendampingnya sebagai calon wakil presiden harus dikonsultasi terlebih dahulu dengan pengurus Partai Golkar. Demikian dikemukakan Wiranto dalam konferensi pers di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Kamis (22/4).
Menurut Wiranto, sejumlah pertemuan yang telah dilakukannya selama ini masih bersifat silaturahmi. Misalnya, saat bertandang ke kediaman Wakil Presiden Hamzah Haz di Tegalan, Matraman, Jakpus, pagi tadi. Wiranto menegaskan pertemuan yang berlangsung sebentar itu sebagai pemberian selamat atas kemenangannya di Konvensi Golkar. "Hal yang wajar pertemuan dengan Pak Hamzah," ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan era Presiden B.J. Habibie.
Mengenai pertemuan dengan Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa Abdurrahman Wahid, Wiranto juga menganggap bukan sebagai tanda bahwa dirinya akan memilih tokoh dari PKB [baca: Gus Dur-Wiranto Kembali Bertemu]. Apalagi, sejauh ini pertemuan dengan sejumlah tokoh partai politik lainnya juga kerap dilakukannya, termasuk dengan Partai Keadilan Sejahtera. "Bahkan, dengan partai-partai yang tidak berhasil," ujar mantan ajudan Presiden Soeharto.
Dalam hal ini, purnawirawan bintang empat itu juga membantah adanya rekayasa militer di balik tampilnya purnawirawan sebagai capres. Menurut Wiranto, militer itu memang sebagai jabatan. Tapi, begitu berhenti, bukan berarti ditinggalkan. Kebetulan saja, Wiranto menegaskan, dirinya dan Susilo Bambang Yudhoyono adalah capres yang berasal dari militer. "Yang kita lakukan ini dengan cara-cara demokratis. Bukan militer," ujar Wiranto.
Di lain pihak, setelah kekalahan di arena konvensi 20 April silam, Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung kini mulai mempertimbangkan untuk berkiprah di luar jalur politik [baca: Wiranto Menang Konvensi Golkar]. Akbar Tandjung menyatakan dirinya sudah pernah melampaui berbagai jenjang karier politik mulai dari menjadi bagian pemerintah hingga ketua lembaga legislatif. Apalagi, keberadaannya di DPR sudah berlangsung selama tiga periode. "Saya pikir cukuplah," ujar Akbar.(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)
Menurut Wiranto, sejumlah pertemuan yang telah dilakukannya selama ini masih bersifat silaturahmi. Misalnya, saat bertandang ke kediaman Wakil Presiden Hamzah Haz di Tegalan, Matraman, Jakpus, pagi tadi. Wiranto menegaskan pertemuan yang berlangsung sebentar itu sebagai pemberian selamat atas kemenangannya di Konvensi Golkar. "Hal yang wajar pertemuan dengan Pak Hamzah," ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan era Presiden B.J. Habibie.
Mengenai pertemuan dengan Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa Abdurrahman Wahid, Wiranto juga menganggap bukan sebagai tanda bahwa dirinya akan memilih tokoh dari PKB [baca: Gus Dur-Wiranto Kembali Bertemu]. Apalagi, sejauh ini pertemuan dengan sejumlah tokoh partai politik lainnya juga kerap dilakukannya, termasuk dengan Partai Keadilan Sejahtera. "Bahkan, dengan partai-partai yang tidak berhasil," ujar mantan ajudan Presiden Soeharto.
Dalam hal ini, purnawirawan bintang empat itu juga membantah adanya rekayasa militer di balik tampilnya purnawirawan sebagai capres. Menurut Wiranto, militer itu memang sebagai jabatan. Tapi, begitu berhenti, bukan berarti ditinggalkan. Kebetulan saja, Wiranto menegaskan, dirinya dan Susilo Bambang Yudhoyono adalah capres yang berasal dari militer. "Yang kita lakukan ini dengan cara-cara demokratis. Bukan militer," ujar Wiranto.
Di lain pihak, setelah kekalahan di arena konvensi 20 April silam, Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung kini mulai mempertimbangkan untuk berkiprah di luar jalur politik [baca: Wiranto Menang Konvensi Golkar]. Akbar Tandjung menyatakan dirinya sudah pernah melampaui berbagai jenjang karier politik mulai dari menjadi bagian pemerintah hingga ketua lembaga legislatif. Apalagi, keberadaannya di DPR sudah berlangsung selama tiga periode. "Saya pikir cukuplah," ujar Akbar.(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)