Liputan6.com, Jakarta: Setelah dua bulan meniadakan lelang surat utang negara (SUN), pemerintah kembali menerbitkan SUN atau obligasi negara senilai Rp 3,5 triliun yang digelar melalui Pelelangan Bank Indonesia pada Selasa (27/7). Menurut Direktur Jenderal Keuangan Departemen Keuangan Darmin Nasution, jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 6,3 triliun sehingga terjadi kelebihan penawaran dari target indikatif awal yang hanya Rp 2 triliun.
Menurut Darmin, surat utang yang dilepas tersebut bernomor seri FR-0023 dengan imbal hasil atau yield sebesar 11,59 persen dan jangka waktu jatuh tempo selama sepuluh tahun. Sebagian besar dari surat utang itu diserap dana pensiun dan sektor perbankan.
Untuk diketahui, pemerintah sudah dua kali meniadakan lelang SUN. Selain alasan pemilihan umum 2004, kondisi pasar juga tidak memungkinkan untuk menerbitkan obligasi. Pada Mei dan Juni silam, tingkat suku bunga relatif tinggi sehingga dikhawatirkan obligasi negara kurang diminati [baca: Sepanjang Juni Pemerintah Tidak Akan Melelang SUN].
Hingga saat ini, rencana penerbitan obligasi negara masih sesuai target awal yakni sebesar Rp 32,5 triliun. Hingga Desember mendatang, pemerintah masih akan menerbitkan obligasi senilai Rp 12,8 triliun.(TOZ/Aldi Yarman dan Dwi Nindyas)
Menurut Darmin, surat utang yang dilepas tersebut bernomor seri FR-0023 dengan imbal hasil atau yield sebesar 11,59 persen dan jangka waktu jatuh tempo selama sepuluh tahun. Sebagian besar dari surat utang itu diserap dana pensiun dan sektor perbankan.
Untuk diketahui, pemerintah sudah dua kali meniadakan lelang SUN. Selain alasan pemilihan umum 2004, kondisi pasar juga tidak memungkinkan untuk menerbitkan obligasi. Pada Mei dan Juni silam, tingkat suku bunga relatif tinggi sehingga dikhawatirkan obligasi negara kurang diminati [baca: Sepanjang Juni Pemerintah Tidak Akan Melelang SUN].
Hingga saat ini, rencana penerbitan obligasi negara masih sesuai target awal yakni sebesar Rp 32,5 triliun. Hingga Desember mendatang, pemerintah masih akan menerbitkan obligasi senilai Rp 12,8 triliun.(TOZ/Aldi Yarman dan Dwi Nindyas)