Sukses

Pemerintah: Kenaikan Harga BBM Sulit Dihindari

Pemerintah mengakui kenaikan harga bahan bakar minyak tak dapat dihindari karena harga minyak mentah dunia melambung. Kebijakan menaikkan harga BBM dinilai berdampak besar bagi penurunan daya beli masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah mengakui harga BBM tak dapat dihindari. Harga BBM di Indonesia dipengaruhi harga minyak dunia. Kurangnya pasokan dalam negeri membuat pemerintah mengimpor sekitar 4.000 barel minyak mentah per hari. Tentu dengan harga sesuai harga pasar dunia yang lebih mahal dari harga jual BBM dalam negeri. Selisih harga itulah yang kemudian disubsidi. Demikian informasi yang dihimpun SCTV di Jakarta, baru-baru ini.

Target subsidi BBM tahun ini, misalnya, sebenarnya hanya Rp 59 triliun. Namun, melonjaknya harga minyak dunia di atas perkiraan awal membuat subsidi membengkak hingga mencapai Rp 70 triliun hingga akhir tahun. Anggaran negara yang sudah defisit pun tambah terbebani.

Selain beban anggaran, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan harga, harga BBM di Tanah Air termasuk yang paling rendah dibanding negara lain. Harga BBM yang rendah membuat investor enggan menanamkan modal di Indonesia. Padahal investasi memiliki dampak sampingan seperti menyerap tenaga kerja. Timor Timur sebagai negara baru disebut-sebut sudah menjual BBM dengan harga sesuai nilai pasar dunia, yakni Rp 5.400 per liter.

Dengan alasan beban anggaran dan ingin menarik investor inilah pemerintah memilih mengurangi subsidi dan berjanji mengefektifkan penyalurannya. Selama ini, subsidi lebih banyak dinikmati kaum menengah ke atas. Program beras untuk rakyat miskin, contohnya. Sebagai bentuk subsidi seringkali diterima pihak yang tidak berhak. Belum lagi masalah kualitas beras yang tak sesuai yang diprogramkan.

Kritikan juga dilontarkan pengamat perminyakan, Kurtubi. Menurut Kurtubi, kenaikan harga BBM yang diajukan pemerintah tak masuk akal. Sebab, beberapa jenis BBM diusulkan sesuai dengan harga pasar. Padahal seharusnya, pemerintah terlebih dulu menyesuaikan harga BBM sesuai harga pokok pengolahan BBM, yakni sekitar Rp 2.600 per liter. Kurtubi mengusulkan, kenaikan harga BBM dilakukan secara bertahap, mulai awal tahun depan supaya tidak memberatkan anggaran.

Sementara Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Indah Sukmaningsih menilai, kebijakan menaikkan harga BBM sebesar 40 persen akan berdampak besar bagi penurunan daya beli masyarakat. Berdasarkan pengalaman tahun silam, kenaikan harga BBM sebesar 20 persen menyebabkan masyarakat mengurangi konsumsinya terhadap barang lain sebesar 20 persen.

Indah juga meminta audit yang jelas terhadap penyaluran dana kompensasi subsidi BBM. Temuan YLKI selama ini seringkali terjadi pemotongan dana konpensasi BBM. Pemotongan dilakukan dengan penyatuan dana kompensasi dan dana pembangunan yang diakokasikan untuk sektor pendidikan dan kesehatan.

Rencana kenaikan harga BBM hingga kini masih terkatung-katung. Pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa besaran kenaikan harga BBM berkisar 40 persen ternyata hanya salah satu opsi. Rapat kabinet terbatas, Jumat pekan silam, belum menghasilkan keputusan. Alasannya, pemerintah tak ingin mengambil kebijakan yang gegabah sehingga bisa memberatkan masyarakat. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral mengajukan enam alternatif, mulai dari tak menaikkan harga sampai pada pilihan semua harga BBM mengikuti harga pasar alias tanpa subsidi.

Tidak hanya masalah besaran kenaikan, momentum untuk menaikkan harga BBM pun diperdebatkan. Pemerintah menginginkan kenaikan dilaksanakan pada awal tahun. Namun, secara khusus, Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie justru mengusulkan kenaikan sesudah panen raya, Maret tahun depan. Alasannya, kenaikan harga pascapanen raya diharapkan tidak menimbulkan gejolak inflasi karena lonjakan harga BBM pastilah berdampak pada kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok, terutama bahan makanan [baca: BBM Naik Pascapanen Raya Tahun Depan].

Bank Indonesia mengimbau kenaikan BBM baru dilakukan bila perekonomian sudah membaik. Saat nilai tukar rupiah membaik, misalnya. Menurut pihak BI, kenaikan BBM saja sudah pasti menambah inflasi, apalagi dilakukan di waktu yang tak tepat. Sejalan dengan imbauan BI, DPR meminta harga BBM dinaikkan saat angka inflasi turun, sekitar Maret 2005 [baca: Kenaikan BBM 40 Persen Sebaiknya Ditunda].

Semangat untuk tidak memberatkan masyarakat dengan naiknya harga BBM memang patut dihargai. Namun bila pemerintah tak cepat mengambil keputusan tepat, tentunya akan menciptakan kegelisahan bagi masyarakat.(ZAQ/Tim Liputan 6 SCTV)
    Video Terkini