Sukses

Pagar Angkasa Demi Tangkal Sampah Antariksa

Pagar yang dimaksud di sini bukanlah pagar dalam artian harafiah, tapi merupakan radar frekuensi tinggi.

Liputan6.com, Washington, DC Ratusan ribu keping sampah buatan manusia mengambang di atas sana, yakni hasil penumpukan selama lebih dari 50 tahun penerbangan angkasa. Ada beberapa bongkahan satelit mati dan pendorong roket yang sudah terpakai. Bahkan sarung tangan antariksawan yang terjatuh tahun 1965 dan spatula yang lolos dari space shuttle tahun 2006.

Karena kecepatannya yang jauh lebih cepat dari desingan peluru, sampah itu menjadi ancaman terhadap satelit-satelit yang membantu pihak militer berhubungan satu sama lain dan mengumpulkan intelijen dan memasok kecanduan dunia akan Google Earth dan film on-demand.

Hingga tahun lalu, seperti dikutip dari Washington Post, Rabu (7/5/2014), Pentagon menggunakan Space Fence atau Pagar Angkasa untuk melacak sampah angkasa dan memberi peringatan kemungkinan tabrakan yang memungkinkan para pemilik untuk menggeser satelitnya dari lintasan sampah itu.

Tapi sistem tersebut hanya mampu menangani sebagian kecil sampah itu, dan telah selesai dipakai tahun lalu. Saat ini Angkatan Udara menginginkan sistem yang lebih modern yaitu Space Fence yang baru.

Kontraknya masih akan diberikan dalam beberapa minggu ke dapan, dan program ini dirancang sebagai upaya terbaik manusia sejauh ini untuk melacak polusi angkasa. Namun begitu, Space Fence yang baru ini tidak membersihkan angkasa.

"Ada sangat banyak benda di atas sana, dan dampak yang diberikan oleh Space Fence baru adalah untuk melacak benda-benda itu lebih banyak lagi dan lebih kecil lagi," kata profesor urusan keamanan nasional di Naval War College, AS, Johnson-Freese.

Melacak serpihan-serpihan ini, lanjut dia, memang diperlukan, namun tidak mencukupi. "Kita perlu mengupayakan rencana kegiatan pembersihan."

Sampah Kecil

Pagar yang dimaksud di sini bukanlah pagar dalam artian harafiah, tapi merupakan radar frekuensi tinggi yang berperan seperti suatu sinar lampu senter di ruang gelap yang menyinari kerumunan-kerumunan kecil debu angkasa.

Semua kerumunan kecil debu ini dicatat dan terus dilacak sewaktu mereka melintasi radar berulang-ulang, hingga akhirnya seorang analis yang menggunakan basis data komputer dapat memperkirakan di mana kepingan-kepingan itu akan berada nantinya, dan ketika mereka sudah cukup dekat untuk bertabrakan dengan sesuatu.

Menurut badan antariksa AS yakni NASA, sistem baru ini vital, karena memungkinkan untuk mampu melacak lebih banyak lagi kepingan yang berukuran lebih kecil, yang mampu mengelilingi Bumi dengan kecepatan hingga lebih dari 27.350 kilometer per jam. Pada kecepatan setinggi itu, bahkan benda bergaris tengah 1 cm saja dapat menghajar benda lain selayaknya bola bowling berkecepatan 480 kilometer per jam.

"Sistem itu mutlak diperlukan," kata analis pertahanan di Center for Strategic and Budgetary Assessments Todd Harrison. "Beginilah cara pertahanan yang paling mendasar: kamu tidak dapat bertahan melawannya, jika kamu tidak mengetahui ada apa di sana… Dan kita tidak ingin melakukan pertaruhan dengan sistem angkasa militer kita."

Setelah suatu pertarungan ketat yang berlangsung beberapa tahun dan telah mengeluarkan biaya prototip senilai jutaan dolar AS, lelang tingkat tinggi ini mengerucut kepada dua pesaing: Lockheed Martin dan Raytheon.

"Kami percaya pagar angkasa bersifat kritikal, bukan hanya untuk negara kita, tapi untuk seluruh dunia,” kata Wakil Presiden di Lockheed, Steve Bruce. "Kita bergantung kepada ruang angkasa untuk hampir segala hal. Dan jika kita tidak dapat menjaga peralatan di angkasa secara aman, tentulah ada pengaruh besar kepada ekonomi dunia. Apalagi jika bicara soal keamanan nasional."

Juru bicara Raytheon, Mike Nachshen mengatakan, perusahaannya "Yakin dengan solusi kami dan menantikan keputusan Angkatan Udara."

Pihak Angkatan Udara berencana membangun setidaknya satu sistem radar yang akan ditempatkan di Kepulauan Marshall di Samudera Pasifik. Ada kemungkinan untuk sistem kedua yang ditempatkan di Australia bagian barat.

Sekarang ini pihak Departemen Pertahanan melacak sekitar 20.000 benda dengan penjejas dan radar lain. Tapi sistem pagar yang baru ini mampu melacak hingga 10 kali lipat. Bisa juga untuk menandai benda-benda yang lebih kecil bahkan hingga seukuran bola golf.

Berdasarkan daftar benda-benda angkasa yang ada, nantinya analis memperkirakan kemungkinan tabrakan, seperti yang pernah diceritakan dalam film “Gravity.” (Namun benda-bendanya bergerak sedemikian cepatnya sehingga para ilmuwan menyatakan tidaklah mungkin antariksawannya melihat kedatangan benda-benda itu.)

Dan supaya lebih dari 1100 satelit yang ada sekarang ini—ditambah dengan stasiun angkasa internasional dan teleskop Hubble—bisa menghindar dari tabrakan, tentulah diperlukan peringatan yang sangat dini.

Pada tahun 2012, AS menerbitkan lebih dari 10000 peringatan nyaris tabrakan, kepada para pemilik satelit AS maupun internasional, hingga membantu 75 "gerakan mengelak". Satelit menguras energi untuk mengelak dari tabrakan.

"Semuanya dapat diperkirakan," kata mantan perwira Angkatan Udara dan penasihat teknis untuk Secure World Foundation, Brian Weeden. "Mereka memperkirakan ke mana pergerakan benda-benda untuk tiga, empat, hingga seminggu ke depan dan mencari-cari yang sedang mendekat."

Kenyataannya, terlalu banyak serpihan angkasa yang berseliweran di angkasa sehingga ada tabrakan yang tidak terhindarkan.

Dengan menyadari stasiun angkasa international itu akan dikerumuni oleh segala jenis sampah seperti mur, baut, bahkan serpihan cat yang menyebabkan kerusakan, stasiun itu dirancang sebagai "pesawat angkasa yang paling terlindungi," ujar NASA, sehingga "dapat menyintas tumbukan dengan serpihan-serpihan yang berukuran lebih kecil."

NASA memperlengkapi antariksawan dengan baju angkasa yang dilapisi dengan lapisan bahan yang dipakai untuk jaket antipeluru untuk melindungi mereka dari benda-benda angkasa yang berseliweran. Space shuttle juga dirancang untuk menghadapi terpaan bahaya sejenis itu, dan seringkali kembali ke Bumi dengan lubang-lubang kecil atau bahkan retakan di jendela-jendelanya, yang sudah dibuat lapis tiga untuk perlindungan.

Tabrakan Menambah Sampah

Ruang angkasa dulunya tidak terlalu polusi. Tapi sejak Sputnik diluncurkan di tahun 1957, sampah semakin banyak. Sisa roket pendorong yang berisi bahan bakar yang kemudian meledak. Satelit gagal yang ditinggalkan di orbit yang telah meluruh. Dan sampah menghasilkan sampah, karena tabrakan dengan sampah angkasa menghasilkan lebih banyak lagi sampah, yang bahkan menyebabkan lebih banyak lagi tabrakan.

Kebanyakan dari sampah itu terkait dengan dua kejadian, yang telah menambah ribuan keping sampah ke angkasa dan memperparah persoalan tapi sekaligus meningkatkan kesadaran tentang membesarnya kumpulan sampah ini.

Tahun 2007, China meledakkan salah satu satelit cuacanya yang telah mati, dan dua tahun kemudian, satelit komunikasi milik AS yang masih aktif menabrak satelit Rusia yang sudah rusak.

Salah satu jawaban masalahnya adalah dengan membatasi jumlah sampah yang kemungkinan memasuki angkasa.

Beberapa pendorong roket sekarang dirancang untuk jatuh ke bumi lebih dini, sehingga dalam 25 tahun ke depan, mereka menabrak atmosfer dan meluruh. Pendorong itu, yang masih membawa sisa bahan bakar, akan dibuat dengan saluran-saluran yang memungkinkan keluarnya bahan bakar, yang membantu pendorongannya agar tidak meledak.

Bahkan kamera-kamera satelit sekarang dirancang untuk mencegah polusi angkasa. "Pada masa lalu, kamu membuang tutup lensanya, dan selalu menjadi sampah," kata insinyur kawakan di Rand Corp, Dave Baiocchi. "Sekarang mereka mencantelkan tutup lensanya."

Jawaban terbaik tentunya dengan melakukan bersih-bersih. Tapi hal itu jauh lebih sulit dari dugaan, kata profesor di Naval War College, Jonhnson-Freese.

Biayanya sangat tinggi, dan membersihkan angkasa tidak sama dengan program dalam negeri yang bisa mendapat dukungan Kongres AS. Pasti ada tarik-menarik internasional. Negara-negara tetap memiliki sampah yang telah mereka luncurkan ke angkasa, dan negara lain, misalnya China, tentu tidak akan senang jika AS memutuskan untuk menghancurkan salah satu satelit mereka.

"Ada permasalahan hukum," kata Johnson-Freese. "Belum ada peraturan tentang pengolahan limbah di angkasa. Bahkan jika kita memiliki kemauan politik untuk mengolah sampahnya, yang saya kira belum kita lakukan, kita tidak boleh menurunkan bagian-bagian besar sampahnya karena kita tidak memilikinya."

Beberapa ilmuwan Swiss sedang mengerjakan apa yang disebut dengan "satelit pembersih" yang layaknya suatu truk sampah di orbit, CleanSpace One, untuk menyingkirkan sampah angkasa.

Ada beberapa perbincangan tentang "mengadakan pungutan wajib di setiap peluncuran" yang akan dikumpulkan menjadi dana global untuk membantu pembersihan angkasa, kata Baiocchi. Namun hal ini masih dalam tahap awal sekali. "Ini kawasan antah berantah," ujarnya.

Walaupun film "Gravity" meningkatkan kesadaran akan adanya persoalan sampah angkasa, Johnson-Freese tidak yakin akan ada tindakan nyata menyingkirkan sampah angkasa hingga adanya kejadian tabrakan yang "mengganggu orang-orang, dan masyarakat umum sehingga bertanya kenapa telepon seluler saya tidak bekerja?"