Sukses

Terima Suap, Mantan Perdana Menteri Israel Masuk Bui

Bukan hanya di Korea Selatan, mantan pemimpin negara di Israel juga tidak kebal hukum menghadapi gugatan terkait tindak pidana korupsi.

Liputan6.com, Tel Aviv - Beberapa waktu yang lalu, Liputan6.com menayangkan berita mengenai penyitaan harta kekayaan keluarga mantan presiden Chun Doo-hwan dari Korea Selatan terkait dengan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi yang dilakukan presiden itu di tahun 1997 selagi menjabat sebagai presiden.

Bukan hanya di Korea Selatan, mantan pemimpin negara di Israel juga tidak kebal hukum menghadapi gugatan terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan selagi berkuasa, sebagaimana dilansir dari Israel National News, Selasa (13/5/2014).

Ehud Olmert dihukum hingga enam tahun penjara dan dua tahun lagi untuk hukuman percobaan dalam peradilan Holyland. Sesuai dengan tuntutan jaksa. Olmert berniat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.

Tujuh dari sepuluh orang yang didakwa itu tiba di Pengadilan Wilayah Tel Aviv di hari Selasa lalu untuk menerima hukuman dari Hakim David Rosen. Mereka semua terlibat dengan korupsi terkait dengan suatu perjanjian real estate yang dikenal dengan proyek Holyland di Yerusalem.

Olmert mengeluarkan pernyataan melalui pengacaranya sebelum penjatuhan vonis dan mengatakan, “Sungguh hari yang menyedihkan. Suatu hari ketika orang yang tidak bersalah akan dijatuhi hukuman.”

Dalam kata pengantarnya sebelum membacakan hukuman, sang hakim menegaskan bahwa hukuman yang tegas akan diberikan. “Penyakit ganas ini harus dicabut hingga ke akarnya,” cetus sang hakim tentang korupsi yang dilakukan Olmert, Pemerintah Daerah Yerusalem bersama-sama dengan Uri Sheetrit, seorang insinyur perkotaan yang menjadi tergugat nomor tujuh.

“Pelanggaran berupa penyuapan mengotori sektor publik; suap meruntuhkan seluruh bangunan pemerintahan,” kata sang hakim. Ia bahkan menggunakan kata “pengkhianat” ketika menyebut pejabat publik yang menerima suap.

“Mereka yang menerima suap mengundang perasaan jijik dan menyebabkan khalayak meremehkan lembaga-lembaga pemerintahan,” sambung Hakim Rosen. “Penerima suap serupa dengan pengkhianat yang mengkhianati kepercayaan khalayak yang diberikan kepadanya—suatu layanan publik tanpa adanya kepercayaan tidak akan langgeng.”

Sebelum memvonis, Rosen berjanji akan menjatuhkan “hukuman yang selayaknya.” Jaksa Penuntut Umum meminta sang hakim untuk menghukum Olmert setidak-tidaknya hukuman penjara selama enam tahun untuk dua kejahatan suap yang didakwakan. Pengacara Yehonatan Tadmor, yang mengajukan gugatan, menjelaskan bahwa hukuman dalam kasus ini harus “berefek jera.”

Shula Zaken, yang pernah menjadi kepala biro di bawah Olmert selama bertahun-tahun lamanya, menjadi saksi bagi negara di penghujung peradilan dan menandatangani perjanjian yang menghukumnya hanya selama 11 bulan penjara. Sepertinya hukuman baginya akan dijatuhkan secara tertutup.

Dua orang lainnya yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, yaitu mantan walikota Yerusalem, Uri Lupoliansky, dan mantan anggota dewan di Yerusalem, Avraham Feiner, baru akan menjalani hukuman tanggal 9 Juni nanti karena sedang menderita sakit parah. (Ein)