Sukses

Sapu Bersih di Tiongkok Setelah Bom Pasar Pagi di Xinjiang

Pemerintah Tiongkok memutuskan untuk mengambil tindakan tegas menanggapi peristiwa pengeboman di suatu pasar pagi di Xinjiang, Kamis lalu.

Liputan6.com, Beijing Pemerintah Tiongkok memutuskan untuk mengambil tindakan tegas menanggapi peristiwa pengeboman di suatu pasar pagi di Xinjiang hari Kamis lalu yang menewaskan setidaknya 43 orang. Suatu operasi sapu bersih telah dimulai dan dilakukan untuk setahun ke depan, demikian dilansir dari Sydney Morning Herald, 26 Mei 2014.

Tiongkok mengumumkan penangkapan lebih dari 200 orang tersangka di awal upaya sapu bersih antiterorisme seluruh negeri yang akan berlangsung satu tahun. Tiongkok masih digelayuti gelombang kekerasan yang mematikan terkait dengan kawasan Xinjiang di barat.

Pada saat peluncuran operasi sapu bersih itu di hari Minggu subuh itu, Kementerian Keamanan Umum mengatakan telah meringkus sejumlah orang di Hotan, Kashgar dan Aksu di selatan propinsi Xinjiang.

Menurut Kementerian, para tersangka yang sebagian besar lahir di tahun 80-an dan 90-an itu terlibat dalam penyebaran ekstremisme keagamaan melalui internet, media sosial dan kartu memori berisi video-video yang mengajarkan orang bagaimana caranya membuat peledak dan melakukan latihan ragawi dalam rangka persiapan “perang suci”.

Dalam suatu unjuk kekuatan setelah peristiwa bom di pasar pagi di Urumqi hari Kamis lalu yang merenggut 43 jiwa dan melukai puluhan lainnya, ribuan anggota militer dan keamanan berkumpul di luar kantor pemerintahan Xinjiang dan melakukan patroli di jalan-jalan kota dalam rombongan besar.

Polisi telah mendapatkan jatidiri para tersangka yang terlibat dalam serangan hari Kamis lalu, termasuk empat orang yang tewas dalam serangan. Dilaporkan, nama-nama itu khas etnis Uighur.

“Kampanye ini mengerahkan seluruh kekuatan politik dan hukum, tentara dan polisi bersenjata di Xinjiang,” menurut kantor berita resmi Xinhua, sambil menambahkan bahwa tujuannya adalah untuk “fokus kepada kelompok-kelompok teroris dan ekstremis agama, sarang-sarang pembuatan senjata dan bahan peledak, dan kamp-kamp pelatihan teroris”.

Keamanan di kota-kota utama juga telah sangat diperketat. Di Beijing, para petugas bersenjata otomatis melakukan patroli di persimpangan-persimpangan utama dan gedung-gedung pemerintah di atas kendaraan bak terbuka. Pemeriksaan luar biasa dilakukan di seluruh jaringan pengangkutan umum sehingga menyebabkan antrean panjang di luar stasiun-stasiun utama kereta dan kereta bawah tanah.

Pengeboman hari Kamis kemarin merupakan peristiwa paling mematikan di antara gelombang serangan sejenis dalam beberapa bulan terakhir, termasuk penikaman yang mengerikan di stasiun kereta Kunming yang menyebabkan tewasnya 29 orang dan melukai 139 orang lainnya, dan serangan di stasiun kereta lain di Urumqi yang menewaskan 3 orang dan melukai 79 orang.

Pelanggaran HAM demi keamanan?

Namun demikian, kelompok-kelompok HAM dan para analis memperingatkan bahwa tindakan keras dan merebaknya penangkapan tidak menyelesaikan kegundahan masyarakat Uighur yang terpinggirkan dan malah meningkatkan ketegangan di kawasan serta mengilhami kekerasan berikutnya.

Allen Carlson, seorang wakil professor di Cornell University, mengatakan bahwa gelombang serbuan terakhir ini menunjukkan peningkatan kekerasan mengarah kepada cakupan dan kecanggihan yang lebih lagi dari sebelumnya. Sehingga menimbulkan “pertanyaan penting tentang kemampuan Beijing untuk mempertahankan status quo” di Xinjiang.

Menurutnya, ada suatu tekanan berat terhadap pemerintahan Tiongkok untuk bertindak tegas melawan kekerasan, namun kekuatan yang berlebihan mengandung risiko dianggap telalu lunak di kalangan pemimpin Tiongkok.

“Jika Beijing menggunakan terlalu banyak paksaan terhadap orang Uighur, malah semakin mempertebal sikap anti-Tionghoa di Xinjiang. Hal ini kemudian bisa malah menambah bahan bakar ke dalam kobaran kekerasan etnis di sana,” tulisnya dalam majalah hubungan internasional, The National Interest.

Sambil mengutuk serangan terhadap rakyat sipil yang tidak bersalah, kelompok-kelompok HAM menyatakan kekhawatiran bahwa kekuatan keamanan dapat “memanipulasi ancaman terorisme untuk membenarkan palanggaran HAM secara sistematik” dan memperparah larangan atas penyataan-penyataan keagamaan dan kebudayaan.

“Serangan mengerikan ini memberikan kesempatan kepada pihak berwenang Tiongkok untuk memikirkan ulang pendekatan jangka panjang mereka atas Xinjiang. Jika tidak, situasinya tidak akan membaik,” kata Sophie Richardson, direktur Human Rights Watch yang berpusat di Hong Kong. (Ein)

Video Terkini