Liputan6.com, Phnom Penh- Perempuan ini adalah pejuang garda terdepan melawan perdagangan perempuan di Kamboja. Dan ia memiliki kisah hidup yang luar biasa: seorang gadis desa yang dijual oleh seorang kakek dan dijadikan budak seks.
Kuat dan cantik, Somaly Mam -- nama perempuan tersebut -- mencuri perhatian Oprah Winfrey, seorang kolumnis New York Times, film dokumenter PBS, masuk dalam daftar 100 Orang Paling Berpengaruh tahun 2009 versi Majalah Time, dan bahkan CNN menyematkan gelar 'pahlawan' untuknya pada 2007.
Memoarnya, "The Road of Lost Innocence" menghasilkan jutaan dolar bagi Somaly Mam Foundation, yayasan yang didirikan atas namanya untuk melawan perdagangan manusia.
Advertisement
Namun, berdasarkan uraian Newsweek bulan ini, kisah pribadi Somaly Mam tidak benar.
Setelah pengungkapan tersebut, Somaly mundur dari yayasannya -- yang menyewa firma hukum untuk menyelidiki masa lalunya. Namun temuan tersebut tak diumumkan pihak yayasan.
Somaly, yang dalam bukunya mengaku lahir pada tahun 1970 atau 1971 belum bisa dikonfirmasi, namun yayasan yang masih menyandang namanya mengeluarkan pernyataan minggu ini.
"Sesuai hasil pencarian firma hukum, kami telah menerima pengunduran diri Somaly, yang efektif dengan segera," kata direktur eksekutif yayasan Gina Reiss-Wilchins, seperti Liputan6.com kutip dari CNN, Sabtu (31/5/2014). "Meskipun kecewa, kami menghargai hasil kerja Somaly selama dua dekade terakhir dan untuk bantuannya membentuk sebuah yayasan yang telah menolong ribuan perempuan dan anak perempuan."
"Komitmen yayasan untuk memberantas perdagangan manusia dan eksploitasi seksual terhadap perempuan dan anak perempuan di Asia Tenggara tetap teguh. Kami meminta Anda terus berdiri bersama kami dalam menghadapi masa yang penuh tantangan ini," tambah Reiss - Wilchins.
Kenyataan Terkuak
Kisah yang dimuat Newsweek, yang ditulis Simon Marks mengutip sejumlah kenalan Somaly, termasuk seorang sepupunya membantah apa yang ada di otobiografinya.
Warga desa Thloc Chhroy mengaku tak pernah melihat atau bertemu dengan 'kakek' kejam yang mengubah Somaly jadi budak saat kecil, seorang pedagang China yang memerkosanya, atau tentara kejam yang memaksa perempuan itu menikah saat remaja.
Nyatanya, Somaly Mam dan keluarganya menjalani kehidupan normal di desa dari tahun 1981 sampai tahun 1987, saat ia lulus dari SMA dan kemudian mengambil ujian untuk menjadi guru.
"Mam dikenal baik dan cukup populer di desa kecilnya sebagai gadis yang ceria, cantik, dengan kuncir rambutnya, " demikian dilaporkan Newsweek.
Kesaksian para penduduk desa bertentangan dengan narasi personal yang mengerikan, yang diungkap Mam pada media dan pembaca memoarnya.
Apapun, berawal dari kisahnya itu, yayasan yang didirikan Somaly Mam juga menarik perhatian perusahaan terkemuka dunia, seperti Estee Lauder Companies dan Goldman Sachs. Â
Pada tahun 2011, Somaly Mam Foundation mendapatkan dana US$ 2,1 juta dan mengeluarkan bantuan sebesar US$ 3,67 juta.
Pada 2012, pendapatan naik menjadi US$ 2,78 juta, sebaliknya pembiayaan perusahaan turun menjadi US$ 2,3 juta. Di tahun itu yayasan telah membantu ribuan pekerja seks komersial: 9.269 di Kamboja, 1.356 di Laos, dan 6.675 di Vietnam.
Sejumlah orang di Kamboja sudah lama meragukan kisah Somaly Mam, namun mereka takut dengan dualitas sang tokoh: yang menawan di depan donor internasional namun 'tiran' dan dikenal punya 'suasana hati tak menentu' di kantor.
Memproduksi Klaim Palsu
Sejumlah gadis dan perempuan muda yang diselamatkan dari perbudakan kerap diminta menyuarakan testimoni mempromosikan yayasan Somaly Mam. Namun, setidaknya satu dari mereka mengaku kisahnya dibuat-buat dan dilatih agar meyakinkan di depan kamera, atas instruksi Mam.
Meas Ratha menggambarkan dirinya dalam sebuah program televisi Prancis pada 1998, sebagai remaja yang dijual ke rumah bordil untuk dijadikan budak seks. Namun, nyatanya, yayasan memilihnya setelah melakukan audisi.
Ratha juga tak pernah jadi budak seks. Orangtuanya yang tak bisa merawat 7 anak mereka akhirnya mengirimnya dan seorang saudarinya pada 1997, ke sebuah pusat pengungsian Agir Pour Les Femmes en Situation Precaire (AFESIP) -- di mana Mam menjadi pimpinan dan pendirinya.
"Somaly mengatakan bahwa ... jika saya ingin membantu wanita lain, yang harus saya lakukan, adalah menyelesaikan wawancara dengan baik," kata Ratha yang kini berusia awal 30-an tahun.
Ada juga Long Pros, yang mengklaim seorang perempuan menculiknya dan menjualnya ke rumah bordil -- di mana ia disiksa dan dipaksa melakukan 2 kali aborsi yang tak aman.
Pros juga mengatakan, seorang germo yang marah mencungkil matanya. Somaly Mam lalu menyelamatkannya. Kisah tersebut diceritakan kembali oleh kolumnis New York Times, Nicholas Kristof pada tahun 2009. Pada tahun 2008, Pros juga diprofilkan Mam dalam kolom berjudul "A Heroine From The Brothels."
Namun, keluarga, tetangga, dan dokter menyangkal pengakuan Pros. Seorang dokter menyatakan ia melakukan operasi pengangkatan tumor yang menutupi mata kirinya saat ia berusia 13 tahun. Rekam medis menjadi bukti sahih kondisi mata Pros sebelum dan sesudah operasi. Pros dikirim ke kelompok Mam untuk menjadi bagian dari program pelatihan kejuruan.
Pekan ini, yayasan memutuskan hubungan dengan Pros -- menyusul hasil investigasi firma hukum. "Kami secara permanen menghapus keterkaitan Pros dengan organisasi atau mitra hibah kami, tetapi akan tetap membantunya untuk transisi ke tahap berikutnya dari hidupnya," kata Reiss - Wilchins. (Tnt)