Liputan6.com, New Delhi - Entah iblis apa yang hinggap di benak 3 pemuda bersaudara di India ini. Mereka akhirnya mengaku bersalah atas tuduhan memperkosa 2 gadis malang, usia 14 dan 16 tahun, yang akhirnya tewas dalam kondisi tragis. Tergantung di pohon mangga.
Namun, menurut juru bicara kepolisian Mukesh Saxena, ketiga tersangka belum mengaku sebagai pembunuh. Sejauh ini aparat telah menangkap 5 tersangka, 2 di antaranya adalah polisi.
Perbuatan sadis dan biadab yang menimpa 2 gadis malang memicu kemarahan warga negara bagian Uttar Pradesh. Apalagi, berdasarkan hasil pemeriksaan post-mortem diketahui kedua korban masih hidup saat digantung. Hasil autopsi juga menunjukkan mereka diperkosa dan dicekik.
"Laporan autopsi menjadi dasar bagi penyelidikan kami. Penyebab kematian juga sedang diverifikasi menggunakan pemeriksaan forensik lain dan metode ilmiah," kata Mukesh Saxena seperti Liputan6.com kutip dari CNN, Kamis (5/6/2014).
Sementara itu, penduduk desa masih berdatangan ke rumah keluarga korban yang bersepupu itu. Menghibur kerabat yang menangis di balik cadar. Ibu salah seorang korban mengatakan, putrinya ingin sekali jadi dokter. Demi lepas dari himpitan kemiskinan dan ketidakadilah karena menjadi anggota kasta terendah.
Mimpi itu terenggut dengan sadis. Para penyerang, kata ibu yang murka itu, harus menemui takdir yang sama dengan putrinya. "Gantung mereka di depan umum," kata dia, meluapkan kesedihan tak terperi.
Sebelumnya, 28 Mei 2014, di desa utara tempat kejadian perkara, warga yang emosi mengerumuni jasad para korban yang masih tergantung. Mereka menuding aparat berpihak pada tersangka. Penduduk menghalangi pihak kepolisian menurunkan jenazah, sebelum penangkapan dilakukan.
Dua polisi menghadapi tuduhan konspirasi dan kelalaian dalam tugas setelah warga desa menuduh mereka gagal merespons laporan soal tersangka.
Horor
Kedua gadis malang dikremasi di hari yang sama dengan penemuan jenazah mereka. Sesuai dengan aturan Hindu. Sementara, gadis-gadis lain dicekam horor.
"Kami takut." kata Renu Devi gadis di desa tempat kejadian perkara. "Apa yang terjadi pada mereka, bisa juga menimpa kami.
Renu punya alasan untuk takut. Di malam tragedi itu terjadi, 27 Mei 2014, 2 korban sedang buang hajat di kebun. Toilet amat jarang di desa itu, memaksa para perempuan lari ke sawah atau kebun di tengah kegelapan malam.
"Tak ada toilet di sini. Ke mana kami harus pergi," timpal Jamuni Devi. "Tak ada yang peduli dengan sanitasi."
Aneh tapi nyata, warga India memiliki lebih banyak akses ke ponsel daripada toilet. Demikian laporan PBB 4 tahun lalu. "India punya 545 juta ponsel, yang bisa melayani 45 persen populasi," demikian laporan PBB.
Sebaliknya, 620 warganya buang air besar di tempat terbuka. Jumlah itu tertinggi di dunia. Langkanya toilet tertutup di pedesaan membuat kaum hawa rentan pemerkosaan dan kekerasan fisik.
"Ini adalah ironi tragis. India yang cukup makmur, dengan perhitungan kasar setengah penduduknya memiliki ponsel, tapi separuh lebih warga tak mendapatkan kebutuhan dasar berupa toilet yang bermartabat," kata Zafar Adeel pimpinan salah satu organisasi PBB, UN-Water.
Kekerasan Endemik
Tak adanya toilet hanya satu faktor dalam kasus pemerkosaan sadis 2 gadis India. Sejumlah saksi mata mengaku tak bisa menghentikan penculikan itu.
Sempat terjadi perkelahian antara kerabat korban dan 3 tersangka pelaku bejat. "Mereka menakut-nakuti sepupuku dengan pistol," kata ayah salah satu korban. Gadis 16 tahun yang tewas secara tragis itu adalah putri tunggalnya.
Keluarga korban menuding polisi gagal merespons dan berpihak pada tersangka saat dilapori soal penculikan itu. Sebuah tuduhan yang menyulut kemarahan warga. "Seandainya polisi bertindak saat itu, putriku tentu masih hidup."
Persoalan kasta mengemuka. Sebab, dua korban dan kerabatnya memiliki 'derajat' yang lebih rendah dari para pelaku.
Apa yang terjadi di Uttar Pradesh adalah yang terakhir dari serangkaian kekerasan seksual terhadap perempuan yang menarik perhatian penduduk dunia.
Sebelumnya, pemerkosaan dan pembunuhan calon dokter berusia 23 tahun di New Delhi di akhir tahun 2012 mengguncang India dan melecut kampanye besar-besaran melawan tindakan kriminal terhadap kaum hawa di negara berpenduduk kedua terbesar dunia, setelah China.
Meski pertentangan makin besar, pemerkosaan tak lantas berhenti. Ada apa dengan India?
Seperti dikutip dari Guardian, Uttar Pradesh, di mana insiden terbaru terjadi adalah salah satu negara bagian termiskin di India, dengan lebih dari 60 juta orang hidup pas-pasan.
Pada saat yang sama, India bergulat dengan generasi yang hilang, dari mereka yang lahir setelah liberalisasi ekonomi tapi tak berpendidikan, pengangguran, dan sebagian besar laki-laki.
Pengangguran dan kemiskinan adalah deskripsi umum di antara geng-geng pelau pemerkosaan. Dalam struktur patriarkal, kekerasan adalah salah satu dari beberapa hal yang bisa mengundang hormat. Makin banyak pria muda yang tak ambil bagian dalam dongeng 'India shining' -- India yang bersinar -- menegaskan identitas mereka dalam tindakan biadab dan kejam.
Mendasari semua ini adalah kenyataan bahwa sekitar setengah dari penduduk India berusia di bawah 30 tahun. Dan berkat pemilihan jenis kelamin yang sistematis selama bertahun-tahun, sebagian besar dari mereka adalah laki-laki. Di Uttar Pradesh, misalnya, hanya ada 912 perempuan untuk setiap 1.000 laki-laki.
Memang tak adil hanya menyalahkan para pemuda menganggur dan tak punya pendidikan yang melakukan pemerkosaan. Apalagi faktanya, kekerasan seksual juga dilakukan mereka yang berpunya dan berpendidikan. Namun, khususnya untuk India, tak hanya hukum yang harus ditegakkan, solusi di bidang ekonomi juga harus dipikirkan untuk menekan angka kekerasan. Jika tidak, para perempuan akan menunggu giliran jadi korban. (Mut)