Liputan6.com, London - Angelina Jolie bersama Menteri Luar Negeri Inggris William Hague menjadi tuan rumah konferensi 'End Sexual Violence in Conflict' di London, Inggris. Sebuah pertemuan terbesar yang khusus membahas tentang kekerasan seksual dalam perang dan konflik.
Sang artis terlihat terharu, hampir menangis saat mendengar pengakuan korban kekerasan seksual. Memeluk sesama aktivis, Neema Namadamu, Jolie berusaha mengatasi emosinya.
Neema adalah aktivis perubahan di Kongo, sekaligus pendiri Maman Shujaa, yang memperjuangkan hak-hak perempuan di negaranya. Ia menderita polio pada usia 2 tahun dan menjadi perempuan disable pertama yang lulus dari Universitas Kongo.
Perempuan tegar mulai melawan dan berjuang, setelah putrinya sendiri yang berusia 25 tahun diserang sekawanan pria bejat, hanya beberapa meter dari rumahnya di Kongo.
Angelina Jolie yang menjadi Utusan Khusus Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi juga memeluk delegasi lain yang berbagi kenangan buruk dan pengalaman bangkit mereka.
Salah satunya seorang perempuan, yang tak disebut namanya, yang menceritakan kekerasan yang ia alami selama genosida di Rwanda.
"Aku tak melihat wajah-wajah mereka. Bagaimana bisa melihat orang-orang yang memukul matamu."
Perempuan lain bercerita tentang serangan yang ia alami di Minova, Republik Demokratik Kongo -- negeri para pemerkosa. Hingga lahir seorang anak dari kejadian mengerikan itu. "Putri saya terus bertanya tentang ayahnya. Ketika saya mencoba untuk mengungkapkan siapa, benar-benar sulit." Sebab, tak hanya 1 pria yang terlibat.
Setelah berbincang formal, artis Tomb Rider tersebut menyempatkan diri melihat produk-produk hasil karya perempuan yang dijual oleh International Campaign to Stop Rape and Gender Violence, untuk mendukung para korban kekerasan.
Dalam pertemuan tersebut hadir para diplomat, pejabat, dan perwakilan organisasi nirlaba dari 100 lebih negara dengan satu tujuan: menekankan hak-hak korban kekerasan seksual -- perempuan, pria, dan anak-anak.
Dalam pidatonya, Jolie mengatakan, ia mendedikasikan konferensi tersebut untuk korban pemerkosaan yang baru-baru ini ia temui di Bosnia.
"Dia merasa belum mendapat keadilan saat melihat pemerkosanya bebas berkeliaran di jalan. Dia merasa tak dipedulikan oleh dunia," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari Daily Mail, Kamis 912/6/2014). "Hari ini didedikasikan untuk dia.
Dalam wawancara bersama BBC Radio Jolie menceritakan bagaimana ia terlibat dalam kampanye melawan kekerasan seksual dalam konflik tersebut. "Aku bertemu banyak penyintas (survivor) dan menghabiskan waktu dengan mereka. Aku mendengar kisah mereka dan menjadi terlibat secara emosional, lalu aku berpikir, apa yang bisa kulakukan untuk membantu," kata dia.
Sementara Menlu Inggris, William Hague membandingkan kekerasan seksual di zona perang saat ini seperti perbudakan di Abad ke-18 -- dua-duanya membutuhkan aksi nyata.
Paus Fransiskus, yang tak hadir dalam acara menegaskan, melawan perdagangan seksual dan perbudakan manusia menjadi prioritasnya. "Mari berdoa untuk para korban kekerasan seksual dalam konflik, dan bagi mereka yang berjuang untuk mengakhiri tindakan kriminal ini." (Yus)