Liputan6.com, Kansas - Irak kembali bergolak. Kelompok ekstremis sempalan Al Qaeda menguasai sejumlah wilayah dan membantai para tentara. Foto-foto yang beredar menunjukkan adegan sadis, puluhan tentara Irak digiring dan kemudian dipaksa berbaring telungkup di parit pertahanan.
Sejurus kemudian, dor..dor! Berondongan peluru mengakhiri nyawa mereka. Itu bukti kekejaman terparah sejak penyerbuan yang dipimpin Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003.
Negeri Paman Sam pun tak tinggal diam. Presiden Barack Obama mengatakan, para penasihat keamanannya sedang menyiapkan “sejumlah pilihan” bantuan Amerika bagi pemerintah Irak yang terus digempur militan. AS telah mengerahkan kapal induk USS George HW Bush ke Teluk Persia.
Sebuah rudal jelajah dan rudal perusak akan ikut dikerahkan dalam kapal induk tersebut.
Di tengah situasi gawat di Irak, mantan tentara AS yang membocorkan data rahasia ke WikiLeaks kembali mengingatkan warga.
Bradley Manning -- yang kini menjadi Chelsea Manning setelah berganti jenis kelamin -- divonis 35 tahun bui atas tuduhan spionase dan kejahatan lainnya karena menyerahkan 700.000 dokumen rahasia, termasuk kawat diplomatik, dan data intelijen militer, untuk situs pembocor WikiLeaks. Perbuatannya adalah kebocoran rahasia skala terbesar dalam sejarah AS.
"Aku sadar apa yang kulakukan melanggar hukum. Namun, kekhawatiran yang memotivasi saya melakukannya belum terselesaikan," tulis dia dalam editorial New York Times Sabtu lalu, seperti Liputan6.com kutip dari News.com.au, Senin (16/6/2014).
"Ketika perang saudara meletus di Irak, lagi-lagi AS merenungkan tindakan intervensi. Urusan yang tak kunjung terselesaikan itu memberikan urgensi untuk mempertanyakan bagaimana militer AS dikendalikan liputan media dalam keterlibatan di sana dan Afghanistan."
Presiden Barack Obama mengatakan pekan ini ia "melihat semua opsi" untuk menghentikan serangan -- yang telah membuat militan hanya berada dalam jarak 80 km dari batas kota Baghdad. Namun, ia mengenyampingkan kembalinya pasukan tempur AS.
Kritik tajam diarahkan Partai Republik soal tak berdayanya pasukan keamanan Irak -- padahal Washington telah menghabiskan uang miliaran dolar untuk pelatihan dan perlengkapan sebelum AS menarik keluar pasukannya pada 2011.
Militer Irak terbukti tidak mampu mengusir militan dari kubu di provinsi Anbar. Ekstremis kini bahkan menguasai Mosul. Akibatnya terjadi ketidakstabilan di negara itu dan kawasan yang lebih luas. Apalagi di tengah perekonomi global yang pulih, bisa berdampak pada pasar minyak.
Manning mengatakan, ketika militer AS menyebut Pemilu Irak 2010 adalah bukti keberhasilan mereka menegakkan stabilitas dan demokrasi ke negara tersebut, "Kami yang ditempatkan di lapangan sadar betul realitasnya lebih rumit," tulis Manning.
"Laporan militer dan diplomatik yang datang ke meja saya merinci soal penumpasan brutal terhadap para pembangkang politik oleh Kementerian Dalam Negeri Irak dan polisi federal, atas nama Perdana Menteri Nuri Al-Maliki. Para tahanan sering disiksa, atau bahkan dibunuh."
Manning, seorang mantan analis intelijen Angkatan Darat AS, mengatakan dia "terkejut dengan keterlibatan militer negaranya dalam korupsi pemilu." Namun rincian tersebut tak diungkap dalam media. Atas nama rahasia negara.
Sementara itu, mencermati kondisi terakhir, imam Syiah paling dihormati di Irak, Ayatollah Ali al-Sistani mengimbau rakyat untuk mengangkat senjata.
Sabtu lalu Presiden Iran Hassan Rouhani juga mengatakan negaranya siap membantu Irak jika diminta dan akan mempertimbangkan bekerjasama dengan musuh lamanya, Amerika, guna melawan ekstremis Sunni. Dalam beberapa tahun ini, Iran telah membina hubungan dekat dengan pemerintahan Syiah di Irak.