Liputan6.com, Wisconsin - Bukannya sok puitis ketika para astronom menyebut, 'bintang ini adalah berlian'. Benda langit itu sejatinya memang permata raksasa. Seukuran Bumi.
Para ilmuwan baru-baru ini mengidentifikasi apa yang yang mungkin adalah katai putih (white dwarf) terdingin yang pernah terdeteksi. Katai putih dianggap sebagai titik akhir dari evolusi suatu bintang dan merupakan inti bintang di mana reaksi fusi berlangsung. Atau dengan kata lain, bentuk akhir bintang setelah terbakar habis alias mati.
 'Jasad' bintang redup tersebut begitu dingin, yang membuat seluruh karbon terkristalisasi. Atau secara efektif membentuk sebuah berlian seukuran Bumi. "Itu adalah objek yang luar biasa," kata pemimpin studi David Kaplan, dosen University of Wisconsin-Milwaukee dalam pernyataan yang dikeluarkan National Radio Astronomy Observatory (NRAO), seperti dimuat situs sains SPACE.com, Selasa 24 Juni 2014. "Objek itu pasti ada di sana, tapi karena sangat redup, ia sulit ditemukan."
Kaplan dan para koleganya bisa menemukan eksistensi permata kosmik tersebut berkat pendampingnya yang lebih mencolok. Katai putih itu melakukan sebuah tarian orbital dengan sebuah pulsar -- bintang neutron yang berotasi dengan cepat, yang terbentuk dari ledakan supernova yang mengirimkan aliran gelombang radio seperti sinar mercusuar.
Disebut PSR J2222-0137, pulsar tersebut berada di lokasi yang jauhnya mencapai 900 tahun cahaya dari Bumi, dekat konstelasi Aquarius. Keberadaannya untuk kali pertama terdeteksi Teleskop Green Bank milik NRAO di West Virginia.
Para astronom menyadari bahwa sinyal radio dari PSR J2222-0137 kadang-kadang terhalang karena objek pendamping lewat di depannya. Dengan mempelajari apa gerangan penghalang tersebut menggunakan Very Large Baseline Array (VLBA) membantu para ilmuwan menentukan bahwa pulsar tersebut memiliki massa 1,2 kali dari Matahari kita. Sementara, pendampingnya memiliki massa 1,05 kali dari Sang Surya.
Tim menduga pendamping pulsar tersebut adalah katai putih, atau inti padat yang tersisa setelah kematian sebuah bintang. Yakin bahwa objek tersebut bisa dideteksi menggunakan sinar inframerah, para peneliti memindainya memakai teleskop Southern Astrophysical Research (SOAR) yang ada di Chile dan teleskop Keck berdiameter 10 meter di Hawaii. Namun, tak ada instrumen yang bisa mendeteksinya.
"Berdasarkan pengamatan radio, kami tahu pasti di mana harus mencari. Jadi, kami mengarahkan SOAR ke sana dan mengumpulkan cahaya selama 2,5 jam," kata Bart Dunlap, anggota tim yang adalah lulusan University of North Carolina, Chapel Hill.
Gambar final yang yang didapatkan tim, pendamping tersebut 100 kali lebih pucat daripada katai putih apapun yang mengorbit pada bintang neutron dan 10 kali lebih pucat dari katai putih yang dikenal. "Tapi kami tidak melihat apa-apa. Jika ada white dwarf di sana, hampir pasti itu harus sangat dingin."
Ketika bicara tentang obyek bintang, 'dingin' adalah istilah yang relatif. Katai putih sendiri masih membara dengan suhu 2.700 derajat Celcius. Namun itu berarti 5.000 kali lebih dingin dari inti Matahari.
Para ilmuwan mengatakan, bintang sedingin itu akan mengkristalisasi karbon, mirip dengan berlian. Para astronom punya teori, objek-objek seperti itu ada banyak di alam semesta. Namun, 'bintang berlian' itu sulit dideteksi karena tampilannya yang begitu samar. Studi tentang temuan tersebut dipulikasikan dalam Astrophysical Journal.
Baca Juga
Selanjutnya....Berlian Melimpah di alam semesta
Advertisement
Berlian Melimpah di Alam Semesta
Berlian Melimpah di Alam Semesta
Â
Berlian yang langka di Bumi melimpah di alam semesta. Pada Oktober 2012, para astronom menemukan Bumi Super (super-Earth) yang diberi nama 55 Cancri e.
Ia memiliki radius dua kali lipat Bumi, delapan kali lebih berat dari planet yang dihuni manusia.
Sementara permukaan Bumi ditutupi air dan granit, Planet 55 Cancri e diduga ditutupi berlian dan grafit -- sebagaimana berlian, ia adalah bentuk alotrop karbon.
Sebuah studi terbaru menyimpulkan, setidaknya sepertiga massa planet tersebut, atau setara dengan tiga kali berat Bumi, adalah berlian. "Ini adalah kali pertama kami melihat dunia berbatu yang memiliki unsur kimia yang secara fundamental berbeda dari Bumi," kata kepala peneliti, Nikku Madhusudhan. "Permukaan planet ini ditutupi grafit dan berlian, alih-alih air dan granit."
Planet berlian ini mengorbit bintangnya dengan kecepatan super cepat, dalam waktu 18 jam, jauh lebih cepat dari Bumi yang mengorbit Matahari dalam waktu 365 hari. Dengan suhunya yang luar biasa panas, 3.900 Fahrenheit atau 2.148 derajat Celcius, planet itu tak mungkin ditinggali.
Planet 55 Cancri e adalah satu dari lima planet yang mengorbit pada bintang 55 Cancri, yang berada dalam jarak 40 tahun cahaya dari Bumi. Ia bisa terlihat dengan mata telanjang di konstelasi Cancer. Akan lebih baik lagi jika dilihat menggunakan teropong atau teleskop. Planet 55 Cancri e bisa dilihat dengan mata telanjang di konstelasi Cancer
Tak hanya itu, hujan berlian mengguyur planet Saturnus dan Yupiter. Dalam arti sebenarnya. Â
Data atmosfer dari dua planet gas raksasa itu mengindikasikan bahwa ia memiliki karbon melimpah. Badai petir mengubah metana menjadi jelaga (karbon) yang mengeras menjadi potongan grafit dan kemudian berlian. Namun, hujan batu berlian itu akhirnya mencair dalam inti panas planet.
"Berlian terbesar berdiameter sekitar 1 centimeter. Cukup besar untuk dijadikan mata cincin, meski dalam kondisi belum diasah tentunya," kata Dr Kevin Baines dari University of Wisconsin-Madison dan Jet Propulsion Laboratory NASA. (Baca selengkapnya: Hujan Berlian Turun di Planet Saturnus dan Yupiter) (Riz)
Â
Advertisement