Liputan6.com, New York - Saat berusia 6 bulan, Hessy Taft dipotret. Fotonya itu dipilih sebagai gambaran bayi Arya ideal oleh Nazi dan disebarkan sebagai propaganda partai. Namun, yang luput dari pengetahuan para anak buah Adolf Hitler itu, sang bocah sejatinya keturunan Yahudi.
Nazi memberlakukan politik rasis yang meninggikan bangsa Arya dan merendahkan ras-ras lain. Terutama Yahudi.
"Aku bisa menertawakannya sekarang," kata Hessy Taft, kini seorang profesor berusia 80 tahun saat diwawancarai harian Jerman, Bild, seperti Liputan6.com kutip dari Telegraph, Kamis (3/7/2014). "Namun, jika saat itu Nazi tahu siapa aku sebenarnya, pasti aku tak bakal dibiarkan hidup.
Baca Juga
Baru-baru ini, Hessy menyampaikan presentasi di Yad Vashem Holocaust Memorial di Israel, tentang bagaimana bisa dia tampil di poster Nazi. Perempuan berambut pendek itu juga membawa foto masa kecilnya.
Advertisement
Begini kisahnya: orang tua Hessy, Jacob dan Pauline Levinsons, keduanya penyanyi berbakat, pindah dari Latvia ke Berlin untuk mengejar karir di bidang seni pada tahun 1928. Tak disangka mereka terjebak arus sejarah, Jerman jatuh dalam cengkeraman Nazi.
Akibatnya, sang ayah kehilangan pekerjaannya sebagai seniman dan banting setir menjadi penjaja keliling. Hanya karena ia seorang Yahudi.
Pada tahun 1935, di tengah serangan anti-Semit, Pauline Levinsons membawa putrinya yang berusia 6 bulan, Hessy, ke fotografer terkenal di Berlin. Minta sang putri difoto.
Beberapa bulan kemudian, betapa ngeri perasaan Pauline saat menemukan gambar Hessy di sampul Sonne ins Hause, majalah keluarga terkemuka milik Nazi.
Khawatir terungkap latar belakang mereka, Pauline cepat-cepat menemui fotografer yang memotret putrinya itu, Hans Ballin. Yang mengejutkan sang juru foto mengaku tahu bahwa mereka adalah Yahudi, dan ia memang sengaja mendaftarkan gambar Hessy yang menggemaskan ke kontes bayi Arya paling cantik.
"Aku ingin mengerjai Nazi," kata sang fotografer kala itu.
Dan ia sukses menggolkan niatnya itu. Foto jepretan Hans Ballin memenangkan kontes. Konon, menteri propaganda Nazi, Joseph Goebbels sendiri yang memilihnya.
Mendengar itu, Pauline buru-buru pulang dengan pikiran kalut. Sebuah keputusan diambil: agar tak ada yang mengenali putrinya di jalan dan mempertanyakan identitasnya, Hessy ia sembunyikan dalam rumah. Tak boleh keluar.
Keputusan itu tepat. Tak hanya di majalah, foto Hessy menyebar luas lewat kartu pos yang disebar Nazi. Suatu hari, bibinya yang tinggal jauh di Memel -- saat ini bagian dari Lithuania -- mengenali wajah sang keponakan. Untungnya Nazi tak pernah mengetahui identitas bayi lucu itu.
Pada tahun 1938, ayah Hessy ditahan Gestapo atas tuduhan merekayasa pajak, namun ia dibebaskan setelah akuntannya, yang seorang anggota Nazi, pasang badan.
Setelah kejadian itu, mereka lari dari Jerman. Awalnya keluarga kecil itu tinggal di Latvia, sebelum ke Paris -- yang ternyata kemudian jatuh ke tangan Jerman.
Dengan bantuan para gerilyawan Prancis, mereka kembali melarikan diri, kali itu ke Kuba -- sebelum akhirnya berpindah ke Amerika Serikat pada tahun 1949.
Kini Hessy Taft adalah seorang profesor ilmu kimia di New York. Meski menjadi bintang dalam propaganda Nazi tanpa sepengetahuannya, "aku merasa sudah balas dendam. Sedikit," kata dia, dengan senyum terkembang. (Tnt)