Sukses

Roket Israel Tewaskan 85 Lebih Warga Gaza, Ini Sikap Obama

Sudah lebih dari 85 orang tewas, termasuk puluhan warga sipil, sejak Israel memulai serangan hari Selasa lalu.

Liputan6.com, Wina Setelah memasuk hari ke tiga dan dengan dugaan peningkatan kekerasan konflik Hamas-Israel di Gaza yang telah mengakibatkan tewasnya puluhan warga sipil, akhirnya Amerika Serikat menawarkan gagasan penyelesaian konflik itu.

Hari Kamis lalu, Presiden Obama menawarkan bantuan Amerika Serikat untuk merundingkan gencatan senjata guna mengakhiri kekerasan antara Israel dan Hamas.

Para pemimpin dunia telah memperingatkan keperluan mendesak untuk menghindari perang baru Israel-Palestina yang dapat meluas di kawasan yang ringkih ini. Demikianlah yang dilansir dari Fox News, 10 Juli 2014.

Dalam pembicaraan telepon dengan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, Obama memberikan dukungannya kepada upaya Israel untuk mempertahankan dirinya dari serangan roket yang bertubi-tubi dari Jalur Gaza yang dikendalikan oleh Hamas.

Tapi ia juga menyerukan kepada Israel dan Palestina untuk sama-sama melindungi warga sipil dan mengembalikan ketenangan. Gedung Putih mengatakan bahwa AS berniat “membantu meredakan ketegangan,” kemungkinan seperti gencatan senjata 2012 yang juga ditengahi AS.

Bertambahnya jumlah korban dan menguatnya pertanda serangan darat Israel ke dalam Gaza memicu kekhawatiran di PBB, di mana Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon mengatakan dalam rapat darurat Dewan Keamanan PBB bahwa sekarang ini penting sekali untuk menghindari perang baru Israel-Palestina yang dapat meluas ke segenap kawasan itu. Ia menyerukan dua belah pihak untuk menyetujui gencatan senjata.

“Tidak boleh dibiarkan warga dua belah pihak untuk selamanya tinggal dalam ketakutan menunggu-nunggu serangan udara berikutnya,” kata Ban.

Sudah lebih dari 85 orang tewas, termasuk puluhan warga sipil, sejak Israel memulai serangan hari Selasa lalu.

Serangan itu dimaksudkan untuk menyudahi serangan roket bertubi-tubi yang telah menusuk jauh lebih dalam ke Israel dalam suasana ketegangan terkait pembunuhan tiga remaja Israel dan dugaan pembunuhan balasan atas seorang remaja Palestina. Namun nyatanya, korban tewas sebagian besar adalah warga sipil.

Tawaran untuk menciptakan gencatan senjata dapat menyeret AS lebih dalam ke konflik yang ditengarai AS dapat menggoyahkan kawasan, namun belum jelas kepastian peran AS dalam hal ini.

AS memandang Hamas sebagai organisasi teroris dan AS menganut kebijakan untuk melarang hubungan dengan pemimpin organisasi teroris.

Pejabat senior dalam pemerintahan Obama mengatakan bahwa kebijakan tersebut belum berubah hingga kini tapi sejumlah pihak di Timur Tengah dapat menjadi perantara, sebagaimana halnya ketika Mesir dan Menteri Luar Negeri, Hillary Clinton, bekerjasama memastikan gencatan senjata di bulan November 2012.

Mesir, Turki dan Qatar merupakan pilihan-pilihan yang mungkin, kata pejabat itu, yang minta supaya namanya tidak disebutkan karena membahas masalah diplomatik peka ini.

Dalam pembicaraan telepon itu, Obama mengutuk serangan-serangan roket dan mengatakan bahwa Israel memiliki hak untuk mempertahankan diri, kata Gedung Putih.

Para anggota parlemen yang memihak Israel dan Departemen Dalam Negeri bersikeras bahwa Hamaslah yang dipersalahkan dalam konflik kali ini. Obama juga mengutarakan kekhawatirannya tentang Tariq Abu Khdeir, seorang remaja Palestina-Amerika yang ditahan dan diduga dipukuli oleh pihak berwenang Israel.

“Presiden menyatakan kekhawatiran tentang risiko peningkatan (pertikaian) dan menekankan perlunya semua pihak melakukan segala sesuatu yang mereka bisa untuk melindungi jiwa warga sipil dan mengembalikan ketenangan. Ia juga mendesak dua belah pihak untuk tidak memperparah krisis,” demikian suatu pernyataan Gedung Putih.

Dalam suasana drama di PBB, Duta Besar Israel mendadak membunyikan sirene membahana selama 15 detik yang dipakai memperingatkan warga Israel untuk lari ke perlindungan bom guna menghindari serangan roket untuk menggambarkan ancaman yang dihadapi negaranya.

Ron Prosor mengatakan kepada dewan bahwa Hamas “dengan sengaja dan tanpa pandang bulu” mengancam 3,5 juta warga Israel dan bahwa “tidak satu negarapun, tak seorangpun, dan tidak ada satu pemerintahanpun yang memberi toleransi hal ini.”

Perwakilan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, tidak membawa alat bantu apapun ke hadapan dewan “untuk menghentikan pendarahan” dan menghidupkan kembali “harapan yang sirna’ untuk penghentian konflik dan untuk perdamaian berkebebasan.

“Saya bicara atas nama warga Palestina yang menderita, yang lagi-lagi menghadapi maut, kehancuran, trauma dan teror,” katanya.

Tapi ia menolak “klaim berlebihan” bahwa warga Palestina digunakan sebagai perisai manusia “apalagi sudah diketahui dan serangan-serangan disengaja ke arah kawasan padat penduduk sipil.”

Palestina juga menolak klaim Israel tentang pembelaan diri padahal “Israel sengaja membalas dan menghukum secara kelompok” terhadap kematian tiga remaja Israel, yang juga dikutuk oleh pemimpin Palestina, katanya.

Para diplomat mengatakan Yordania telah membagikan pernyataan pers, yang tidak mengikat secara hukum, untuk menjadi masukan kepada Dewan Keamanan untuk menyerukan gencatan senjata. (Ein)