Liputan6.com, Yerusalem - Sesaat sebelum terjadinya gencatan senjata dengan alasan kemanusiaan di Jalur Gaza, ternyata pihak militan Hamas menyempatkan diri untuk menyusup ke dalam wilayah Israel melalui terowongan bawah tanah yang bermula di Jalur Gaza.
Selain untuk pesanan mengirimkan pasokan dan ayam goreng siap saji, jejaring terowongan bawah tanah itu tentunya dipergunakan untuk mengirim pasukan.
Pihak militer Israel mengatakan telah menggagalkan serangan besar dari Gaza pada Selasa lalu ketika pasukannya memergoki sekitar 13 militan keluar dari terowongan bawah tanah di wilayah Israel, tidak jauh dari sebuah pertanian bersama atau kolektif (kibbutz). Israel kemudian menyerang mereka dari udara.
Advertisement
Seperti yang dilansir Liputan6.com dari New York Times (17/07/2014), insiden terjadi saat serangan udara Israel memasuki hari ke 10 dan sesaat sebelum gencatan senjata 5 jam untuk alasan kemanusiaan dimulai.
Seorang jurubicara militer mengatakan belum jelas apakah semua militan itu terbunuh. Penduduk Israel di perbatasan yang paling dekat dengan ujung terowongan itu, di Kibbutz Sufa, diperintahkan untuk tinggal dalam rumah-rumah mereka beberapa jam setelah mulainya konfrontasi, yaitu sekitar jam 04.30 subuh.
Melalui situs web mereka, sayap militer Hamas mengaku bertanggungjawab. Mereka mengatakan bahwa sekelompok pasukan khusus mereka menerobos "garis pertahanan musuh di dekat Sufa" dan dihujani tembakan dari udara setelah "menyelesaikan tugasnya. Tak ada penjelasan lebih lanjut.
Hamas mengatakan bahwa seluruh pejuangnya kembali ke Gaza dengan selamat. Sementara itu, pihak militer Israel mengatakan bahwa kelompok militan itu terbirit-birit masuk kembali ke dalam terowongan setelah sadar telah dipergoki.
Angka kematian warga Palestina telah lebih dari 220 orang, kebanyakan adalah warga sipil. Israel dan Hamas menyetujui penghentian permusuhan dari jam 10 pagi hingga jam 3 sore hari Kamis ini, sesuai dengan permintaan PBB.
Waktu jeda ini dimaksudkan supaya warga sipil di Gaza bisa menimbun pasokan. Juru bicara militer Israel, Letkol Peter Lerner, mengatakan bahwa penyusupan itu tidak mengganggu gencatan senjata yang singkat itu.
Walaupun begitu, beberapa jam sebelum subuh dipenuhi dengan serangan-serangan udara dan tembakan-tembakan roket. Pihak militer Israel mengatakan bahwa sejak tengah malam mereka telah melakukan sejumlah serangan udara atas kira-kira 37 sasaran, termasuk 15 tempat peluncuran roket yang disamarkan. Beberapa terowongan penyelundupan di bawah perbatasan Mesir-Gaza juga terkena, demikian menurut laporat setempat.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa ada tiga korban pihak Palestina di awal hari Kamis, termasuk seorang pria yang tewas dalam serangan udara terhadap sebuah rumah di Beit Lahiya di Gaza udara.
Seorang pria lain (67), tewas dalam serangan ketika sedang menuju masjid untuk shalat subuh di Rafah di selatan. Seorang wanita (71) meninggal setelah menderita luka sejak serangan sebelumnya di Khan Younis.
Belasan roket diluncurkan dari Gaza ke Israel, termasuk hujan roket yang diarahkan ke kawasan Tel Aviv sekitar jam 09.00 pagi. Setidaknya sebuah roket disergap oleh rudal sistem pertahanan Iron Dome dan roket-roket lainnya jatuh di tempat terbuka. Tidak ada laporan segera tentang korban luka di sisi Israel.
Letkol Lerner menjelaskan bahwa upaya penyusupan subuh itu sebagai "serangan teroris yang bisa saja berakibat luar biasa" jika tidak ketahuan.
Para anggota militan, yang disebut-sebut telah dilengkapi dengan berbagai senjata, termasuk peluncur roket granat (RPG), muncul dari terowongan sekitar 247 meter di dalam wilayah Israel dan hanya sekitar 1,6 kilometer jauhnya dari Kibbutz Sufa.
Letkol Lerner menambahkan bahwa warga desa berpenduduk 300 orang itu dianggap sebagai sasaran serangan karena kedekatannya.
Keberadaan terowongan seperti itu sudah lama diketahui oleh pihak Israel, namun sukar ditemukan dan dihancurkan dari udara. Hal ini menambah alasan bagi mereka yang menganjurkan serangan darat ke Gaza.
Salah seorang anggota Kibbutz Sufa, Eyal Brandeis, mengatakan bahwa penduduk menerima pesan tulisan (SMS) sekitar jam 04.30 pagi yang isinya meminta mereka untuk tinggal dalam rumah. "Dari bunyi ledakannya, kami mengerti bahwa ini adalah kejadian yang menyeramkan," katanya melalui telepon.
Sesaat kemudian, para warga diceritakan bahwa ada dugaan upaya penyusupan. Saat hampir jam 10 pagi, mereka diijinkan untuk kembali ke kegiatan rutin mereka.
Brandeis, seorang dosen ilmu politik di Bar-Ilan University di dekat Tel Aviv, mengatakan bahwa 14 tahun terakhir ini bukanlah hal yang mudah bagi masyarakat di sepanjang perbatasan dengan Gaza, dan "Tentu saja ketegangan meningkat setiap kali ada eskalasi."
Ia mengatakan banyak mortir berjatuhan di sana tanpa ada peringatan apapun. "Kami hanya bisa terus waspada," ujarnya. (Ein)