Liputan6.com, Washington DC- Pesawat Malaysia Airlines Penerbangan MH17 berakhir tragis saat melintasi langit Ukraina timur, di atas wilayah yang bergejolak di perbatasan dengan Rusia. Boeing 777 tersebut dihantam rudal hingga hancur berkeping pada Kamis 17 Juli 2014. Sebanyak 295 orang di dalamnya, penumpang dan awak pesawat, tewas.
Salah satu pertanyaan kunci terkait kecelakaan Malaysia Airlines yang coba diungkap para penyelidik adalah, siapa yang bertanggung jawab menembakkan rudal itu.
Teka teki lain yang perlu dijawab adalah, senjata macam apa yang bisa menembak jatuh pesawat berpenumpang penuh yang melayang di ketinggian 33.000 kaki atau lebih dari 10 kilometer.
Sebuah sistem radar mendeteksi sistem rudal -- yang diluncurkan dari darat -- dinyalakan dan melacak sebuah pesawat sesaat sebelum MH17 jatuh. Demikian diungkap salah satu pejabat Amerika Serikat pada CNN.
Sistem kedua juga melihat jejak panas di saat pesawat ditembak. AS sekarang sedang menganalisis lintasan rudal untuk menentukan di mana serangan itu berasal.
Sebelumnya, penasehat Kementerian Dalam Negeri Ukraina, Anton Gerashchenko dalam Facebooknya mengungkapkan, 'teroris' yang menembak pesawat mengoperasikan sistem rudal Buk.
Seorang pejabat Ukraina juga mengatakan bahwa kelompok sparatis separatis mengaku telah menjatuhkan sebuah pesawat -- sekitar waktu yang sama dengan hilangnya Penerbangan MH17.
Namun senjata macam apa yang bisa menembak jatuh pesawat Malaysia Airlines?
Peluncur rudal bahu -- yang terkadang ada dalam daftar persenjataan kelompok pemberontak dan separatis, layak dikesampingkan. Demikian menurut para ahli.
"Ketinggian jelajah normal pesawat penumpang sipil di luar daya jangkau sistem pertahanan udara portabel yang kita lihat sedang dikembangkan di tangan pemberontak di timur Ukraina," kata Nick de Larrinaga dari IHS Jane's Defence Weekly seperti Liputan6.com kutip dari CNN, Jumat (18/7/2014).
Sementara, analis militer CNN, Rick Francona mengatakan, daya jangkau maksimal peluncur bahu adalah 15.000 kaki.
"Fakta ini mengindikasikan, rudal yang diluncurkan dari darat ke udara, atau dari udara ke udara menjadi kemungkinan yang terbaik," kata dia.
Salah satu kandidat adalah sistem rudal Buk, yang dikembangkan pada era Uni Soviet dan dioperasikan oleh angkatan bersenjata Rusia dan Ukraina.
Sistem misil yang dikenal sebagai SA-11 di kalangan NATO tersebut dioperasikan baik oleh Rusia maupun Ukraina. Demikian menurut Direktur Defense and Intelligence Project at the Belfer Center for Science and International Affairs di Harvard University, Brigadir Jenderal Purnawirawan Kevin Ryan.
Sistem rudal tersebut lebih dari cukup untuk menembak jatuh sebuah pesawat yang terbang pada ketinggian tersebut. Senjata macam itu biasanya dipegang tentara Rusia di level divisi.
Kemungkinan lain adalah rudal S-200 buatan Rusia yang dioperasikan Moskow maupun Ukraina. Juga misil S-300 dan S-400. Senjata-senjata terakhir adalah buatan Rusia yang setara dengan Patriot milik AS.
Baca Juga
Apa yang tampaknya tak mungkin, kata Ryan, adalah bahwa separatis pro Rusia menguasai senjata canggih seperti itu dan menggunakannya untuk menembak jatuh sebuah pesawat.
"Butuh banyak pelatihan dan koordinasi untuk meluncurkan satu dari senjata-senjata seperti itu," kata dia.
Biasanya, sistem rudal dari darat ke udara terdiri atas kendaraan komando, kendaraan radar, beberapa self-propelled launcher, kendaraan pengangkut, bahkan sejumlah kendaraan untuk mengangkut rudal-rudal baru. Demikian menurut Dan Wasserbly, editor IHS Jane's.
Ryan menyimpulkan, bahwa jika benar MH17 ditembak jatuh, kekuatan militer profesional -- entah sengaja atau kecelakaan-- bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Advertisement
Baca juga:
Aneh...Tragedi Malaysia Airlines MH17 Bertepatan dengan TWA 800
Ini Video Amatir Asap Malaysia Airlines Jatuh Ditembak Rudal
Malaysia Airlines Berpenumpang 295 Orang Jatuh Ditembak