Liputan6.com, Kiev - Tertembaknya pesawat penerbangan sipil oleh senjata militer merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Tidak heran jika pihak-pihak yang dicurigai sebagai pelakunya akan saling tuduh satu sama lain, apalagi jika kejadian itu terjadi di tengah-tengah konflik yang serba saru.
Sejumlah pejabat Amerika Serikat menjelaskan kepada Associated Press bahwa intelijen yang ada pada mereka menengarai ditembaknya pesawat Malaysia Airlines oleh milisi anti-Kiev, namun tidak ditemukan adanya kaitan dengan Rusia.
Pihak yang berwenang yakin pesawat penumpang itu disergap menggunakan rudal darat-ke-udara SA-11 yang ditembakkan oleh anggota-anggota milisi Ukrainia.
Advertisement
Sebgaimana yang dilansir Liputan6.com dari Russia Today, Seorang pejabat mengatakan bahwa penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa pesawat itu ditembak karena salah sangka. Ini merupakan penjelasan yang diperkuat oleh jatuhnya 12 pesawat militer karena ditembak pihak militan sebelum ini di kawasan itu.
Intelijen yang ada menunjukkan bahwa, walaupun pihak AS bersikukuh Rusia "menciptakan kondisi" yang mengarah kepada terjadinya penembakan itu, para pejabat tidak mengetahui adanya kehadiran pesawat Rusia manapun sewaktu terjadinya peluncuran rudal itu, dan belum dapat memastikan bahwa para awak rudal itu dilatih di Rusia.
Hancurnya pesawat terbang itu, dengan 298 penumpang di dalamnya, telah memperparah gesekan antara AS, pusat kekuatan Eropa, dan Rusia sehubungan dengan keadaan yang berkembang di timur Ukraina.
Kotak hitam pesawat itu sudah diserahkan kepada pihak berwenang Malaysia pada Senin malam lalu oleh milisi Ukrainia.
Akses ke ladang tempat reruntuhan, yang terletak di tempat yang sepi di Republik Rakyat Donetsk, telah dibatasi dan ada selentingan adanya perilaku tidak baik oleh milisi di kawasan itu.
Seorang pejabat mengatakan bahwa, sehubungan dengan siapa yang sesungguhnya menembakkan rudal itu, "kami tidak mempunyai nama siapapun, kami tidak tahu pangkatnya dan kami bahkan tidak yakin 100% tentang kebangsaannya."
Pejabat itu mengatakan bahwa "tidak akan ada saatnya Perry Mason di sini," sambil mengacu kepada kemungkinan tiadanya kesimpulan yang pasti.
Sebagai catatan, Liputan6.com mendapatkan sedikit keterangan tentang Perry Mason, yang adalah tokoh fiktif dalam sandiwara tentang seorang pengacara yang menangani kasus-kasus yang tidak terpecahkan.
Para pejabat menyadari bahwa sebagian pemeriksaan mereka mengandalkan tayangan-tayangan media sosial, khususnya video peluncur rudal yang disebut sebagai sistem rudal Buk sedang menyeberang menuju wilayah Rusia, dan kelihatan meluncurkan sebuah rudal. Setelah ditanyai, para pejabat intelijen itu mengakui bahwa mereka belum memastikan asal maupun isi video itu.
Penjelasan hari Selasa lalu itu sepertinya sangat berbeda dari komentar-komentar yang dilontarkan oleh presiden AS, Barack Obama, sehari sebelumnya, yang mengatakan bahwa pesawat Malaysia Airlines telah "ditembak di atas wilayah yang dikendalikan oleh pihak separatis yang didukung Rusia" dan kedua pihak telah dipersenjatai dengan senjata anti-pesawat udara dan dilatih oleh Rusia.
Pada Senin lalu, Wakil Jurubicara Departemen Luar Negeri AS, Marie Harf, ditanyai apakah AS dapat mendukung klaim bahwa "akal sehat" menunjukkan milisi Ukraina itulah yang menembak jatuh pesawat Malaysia Airlines, berbarengan dengan bukti dari media sosial. Harf memberikan tanggapan bahwa ada "sejumlah informasi" yang dikumpulkan oleh intelijen AS terkait kejadian itu.
"Terkadang kamu tidak bisa melanjutkan hingga ke hal-hal yang spesifik," katanya. "Berdasarkan informasi yang tentunya masuk akal, betul kami mengetahui di mana rudal itu ditembakkan, kami siapa yang memiliki senjata itu."
"Tentunya saya menyalahkan Rusia atas perilaku separatis pro-Rusia pada umumnya, tapi kita perlu mendapatkan semua fakta tentang kejadian ini."
Pihak militer Rusia telah memaparkan informasi bahwa pesawat Su-25 milik Ukrainia sedang menanjak ke arah pesawat Boeing milik Malaysia itu sesaat sebelum malapetaka tersebut.
Menurut data pemantauan militer yang dibeberkan oleh Staf Jenderal Angkatan Bersenjata, Letjen Andrey Kartopolov bersama dengan Staf Utama Angkatan Udara, Letjen Igor Makushev minggu ini, Rusia prihatin dengan adanya sejumlah pertanyaan yang belum terjawab seputar jatuhnya pesawat tersebut.
"Sistem pemantauan Rusia mencatat ada sebuah pesawat jet Angkatan Udara Ukrainia, mungkin Su-25, yang menanjak dan mendekati pesawat Boeing Malayia itu," ujar Kartopolov.
"Pesawat Su-25 itu berjarak 3 hingga 5 kilometer jauhnya dari pesawat Malaysia. Pesawat Su-25 mampu menanjak ketinggian 10.000 meter dalam waktu singkat. Senjata standarnya termasuk rudal-rudal udara-ke-udara R60 yang dapat mengunci dan mengenai sasaran-sasaran 12 kilometer jauhnya dan pasti kena untuk sasaran-sasaran yang berjarak 5 kilometer."
Pihak militer Rusia juga meminta Kiev untuk menjelaskan mengapa MH17 sepertinya melenceng dari jalur terbangnya setelah mencapai Donetsk sehingga keluar dari koridor internasional di atas ruang udara negara itu dan mengapa sistem rudal Buk digelar oleh Ukraina ke pinggiran wilayah yang dikuasai milisia sebelum jatuhnya pesawat tersebut.
Walaupun ada klaim-klaim sebelumnya bahwa media mungkin telah diberikan bukti yang bukan rahasia dari sejumlah sumber intelijen, para pejabat pemerintahan Obama yang tidak disebutkan namanya mengulang-ulang klaim sebelumnya berdasarkan tayangan media sosial dan rekaman-rekaman suara dan video yang belum terperiksa yang diterbitkan oleh pemerintah Ukrainia. (Ein)