Liputan6.com, Kairo - Seorang pengacara di Mesir mengajukan gugatan ke sang Presiden Abdel Fattah al-Sisi untuk mengamandemen Undang-Undang Kriminal Anak demi membuat efek jera bagi para mereka yang masih di bawah umur namun sudah melakukan kejahatan serius. Gugatan hukum ini memicu kontroversi lantaran merekomendasikan agar anak-anak dijerat hukuman seperti orang dewasa, seperti hukuman seumur hidup atau hukuman mati.
Dalam pengajuan gugatannya, Sameer Sabri menyatakan, amandemen tersebut perlu dilakukan karena moral di kalangan anak di bawah umur Mesir sudah sangat rusak. "Moral di negeri ini sudah sangat rusak. Hal ini terjadi pada masa (mantan Presiden) Mohammed Morsi dan pemerintah selanjutnya," ujar Sabri, seperti dimuat Al-Arabiya, Jumat (8/8/2014).
Dia menjelaskan, pengawasan terhadap anak atas penggunaan internet dan tontonan film sadis dan horor kurang ketat. Sehingga banyak anak kala ini di Mesir yang bertindak kriminal tingkat tinggi.
Untuk itu, Sabri menilai perlunya ada pengetatan hukum yang sangat tegas terhadap anak. Sehingga mereka yang masih di bawah umur tak berani bertindak kriminal.
"Selama ini, anak-anak seolah dibeli dan diperdaya untuk bertindak kriminal karena mereka hanya dikenai hukuman yang ringan," jelas pengacara kondang tersebut.
"Misalnya, pernah ada kasus anak dibayar untuk bertindak kriminal tapi pada akhirnya ia hanya dipenjara sekitar enam bulan dan masuk tempat rehabilitasi," imbuh dia.
Menurut Sabri, pemerintah Mesir perlu memberi perhatian yang besar pada anak-anak, terutama mereka yang terlantar pada usia dini. Sehingga mereka berbuat kriminal. Dan bahkan bertindak sangat memalukan seperti yang terjadi saat inagurasi kemenangan Presiden al-Sisi, di mana sejumlah gadis yang berada di keramaian diperkosa bersama-sama.
Berdasarkan Undang-Undang di Mesir, anak di bawah usia 18 tahun akan dikenai hukuman penjara paling lama 15 tahun.
Kontroversi
Sejumlah pihak menyatakan tak setuju dengan pengajuan amandemen hukum oleh Sabri. Sekretaris Jenderal Koalisi Hak Asasi Mesir Hani Hilal menilai amandem itu tak perlu dilakukan.
"Kita belum perlu melakukan amandemen untuk sejumlah kasus yang bersifat individual," ujar Hani.
Tapi Sabri kembali berargumen pentingnya hukum tegas bagi anak di bawah umur. Seperti yang terjadi di Mesir awal tahun 2014, di mana dua pemuda, masing-masing berusia 15 dan 17 tahun memperkosa dan membunuh seorang gadis cilik. Mereka dijatuhi vonis penjara 15 tahun, yang menurut Sabri tak sesuai dengan perbuatannya.
Sabri pun kemudian menjelaskan bahwa, sesuai hak asasi, anak di bawah umur memang tak bisa dihukum mati. Sehingga hukuman itu, ia sarankan, untuk dilakukan ketika si anak sudah memasuki usia dewasa.
"Hukuman mati misalnya bisa dilakukan saat pelaku sudah berusia 21 tahun. Sementara, sambil menunggu ia dewasa, ia bisa ditempatkan di panti rehabilitasi," Sabri.
Namun menurut Hani, cara seperti ini sama saja memberikan 2 hukuman sekaligus kepada sang anak, selain dipenjara atau dikurung, ia juga dijerat hukuman mati. Dan itu tak harus dilakukan kepada anak. "Ini bentuk hukuman ganda yang melawan konstitusi," tandasnya.
Moral Anak Mesir Rusak, Presiden al-Sisi Digugat
Gugatan hukum ini memicu kontroversi lantaran merekomendasikan agar anak-anak dijerat hukuman seperti orang dewasa.
Advertisement