Liputan6.com, Baghdad - Kebuntuan politik di Irak berakhir. Perdana Menteri Irak Nouri Maliki akhirnya memilih mengundurkan diri. Pengunduran diri Maliki ini saat pemerintah Irak berjuang menghadapi pemberontakan dari kelompok radikal Daulah Islamiyah (IS) -- dulu bernama Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Seperti dikutip dari BBC, Jumat (15/8/2014), pengganti Maliki adalah Haider al-Abadi. Ia memang telah diminta Presiden Fuad Masum untuk membentuk pemerintahan baru.
Beberapa hari silam, tepatnya Selasa 12 Agustus, Presiden Masum meminta Wakil Ketua Parlemen Haider al-Abadi membentuk pemerintahan baru sekaligus menggantikan PM Nouri al-Maliki.
"Negara ini sekarang ada di tangan Anda," kata Masum kepada Abadi.
Lewat pidato di Baghdad yang disiarkan televisi, Masum mengatakan dirinya berharap Abadi akan membentuk sebuah pemerintahan yang dapat 'melindungi rakyat Irak'. Abadi sebelumnya dicalonkan partai-partai Syiah untuk menjadi perdana menteri.
Pemberontakan yang dipimpin Daulah Islamiyah di bagian utara memicu masalah keamanan dan kemanusiaan.
Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan keadaan darurat pada tingkat tertinggi di Irak karena munculnya krisis kemanusiaan akibat gerak maju milisi Daulah Islamiyah di utara.
Pejabat Kurdi mengatakan keadaan di Kota Dohuk sangat kritis karena adanya 150 ribu pengungsi.
Sementara, Amerika Serikat mengatakan misi penyelamatan untuk membantu ribuan orang yang melarikan diri dari Bukit Sinjar kemungkinan tidak akan dilakukan. Sebab jumlah orang lebih sedikit dari perkiraan semula. Pun demikian dengan keadaan di sana lebih baik dari anggapan sebelumnya.
PBB memperkirakan 1,2 juta warga Irak harus mengungsi. Adapun 3negara lain yang mempunyai status darurat adalah Suriah, Sudan Selatan, dan Republik Afrika Tengah.
Baca juga:
Dampak Serangan ISIS, Kursi PM Irak Digoyang Presiden
Helikopter Bantuan untuk Evakuasi Yazidi Jatuh di Irak
Lawan ISIS, AS Kirim 130 Pasukan Militer Tambahan ke Irak