Liputan6.com, Roma Terkait dengan nasib warga Irak dan Suriah yang menjadi korban ISIS, sejumlah negara Barat telah mengulurkan bantuan, baik melalui bantuan kemanusiaan langsung maupun melalui kebijakan pengungsian yang bersahabat bagi para korban kekerasan ISIS itu.
Tokoh-tokoh agama dunia juga akhirnya tergerak mengeluarkan seruan-seruan dukungan kepada upaya-upaya tersebut. Paus Fransiskus mendukung tindakan internasional melawan ISIS di Irak dan mengatakan bahwa "menghentikan agresor yang tidak adil" merupakan hal yang sah adanya.
Sebagaimana yang dilansir Liputan6.com dari Huffington Post UK (18 Agustus 2014), pemimpin Gereja Katolik itu menekankan adanya upaya bersama oleh masyarakat internasional untuk menghentikan kelompok yang telah merambah ke utara dan barat negara Irak yang telah menyasar warga Kristen, muslim Syiah, dan sekte minoritas semisal kaum Yazidi.
Advertisement
"Dalam hal-hal tersebut, telah terjadi agresi tidak adil, saya hanya bisa bilang bahwa sah adanya untuk menghentikan agresor yang tidak adil," katanya kepada para wartawan di dalam penerbangannya dari Korea Selatan, demikian menurut Reuters.
Paus mengatakan bahwa ucapannya tidak dimaksudkan untuk mendukung kampanye militer, tapi mengatakan perlunya ada tanggapan yang terencana.
"Saya menggarisbawahi kata "menghentikan". Saya tidak mengatakan "bom" atau "mulai perang", tapi "hentikan". Ini berarti caranya penghentian itu harus dievaluasi. Menghentikan agresor yang tidak adil tentu sah adanya," katanya.
"Tidak ada satu negara secara sendirian menilai bagaimana dihentikannya, bagaimana agresor yang tidak adil harus dihentikan," imbuhnya, seraya mendukung PBB sebagai lembaga yang harus mengambil keputusan. "Adakah agresi yang tidak adil? Kelihatannya begitu. Bagaimana kita menghentikannya?" pungkasnya.
Paus mengirim utusan pribadinya, Kardinal Fernando Filoni, ke wilayah utara di Irak minggu lalu dan membawa sejumlah uang yang tidak disebutkan jumlahnya untuk membantu para pengungsi.
Fransiskus mengatakan kepada para wartawan bahwa ia sempat terpikir untuk ke sana namun kemudian memutuskan untuk tidak melakukannya. "Pada saat ini, kepergian ke sana bukanlah yang terbaik, namun saya berniat melakukannya," katanya.
Akhir pekan ini, Gereja Inggris menegur Pemerintah karena tidak peduli kepada warga Kristen di Timur Tengah, hanya karena khawatir bahwa kebijakan pengungsian akan mengganggu posisi politik partai Tories di hadapan partai UKIP dan gerakan anti imigrasi.
Melalui ucapan yang sangat tegas terkait dengan cara David Cameron menangani krisis di Irak, dan dengan didukung oleh Uskup Agung di Canterbury, Uskup di Leeds menatakan ada "banyak" imam senior yang sungguh-sungguh prihatin.
Pensiunan pendeta Nicholas Baines telah menulis surat kepada Perdana Menteri mempertanyakan apakah ada strategi jangka panjang. Ia juga melontarkan kritik terhadap "kebisuan yang semakin parah" sehubungan dengan nasib para warga Kristen yang dianiaya.
Secara khusus ia melontarkan pertanyaan tentang kegagalan para rohaniwan untuk menanggapi panggilan mereka, termasuk melalui pertanyaan-pertanyaan di parlemen, untuk menentukan pengaturan yang akan diadakan untuk menawarkan pengungsian di Inggris.
Walaupun penyesahan itu sudah begitu gamblangnya, mereka sepertinya telah kehilangan kesadaran, dan ini mengherankan saya," katanya.
"Apakah pemerintahmu memiliki cara tanggap yang mumpuni terhadap penderitaan sejumlah besar warga Kristen yang dianggap lebih ringan daripada korban-korban yang lain? Atau kita sekedar bereaksi kepada suara media yang paling kencang di suatu saat tertentu saja?
Ia gerah melihat kurangnya tanggapan atas seruan berulang kali untuk penyediaan pengungsian bagi warga Kristen dan kaum minoritas lainnya, katanya sembari membandingkan secara kontras dengan Prancis dan Jerman dengan "kebisuan pemerintah Inggris sejauh ini". (Ein)