Liputan6.com, Frankfurt - Hindenburg, balon udara Zeppelin paling besar sepanjang sejarah, tamat pada 6 Mei 1937. Werner Franz, yang saat itu berusia 14 tahun, menjadi saksi mata detik-detik pesawat sepanjang 245 meter itu terbakar dan jatuh tatkala mencoba untuk berlabuh dengan tiang pengikat di Stasiun Angkatan Udara Lakehurst di New Jersey, Amerika Serikat, 77 tahun lalu.
Tragedi Hindenburg menandai berakhirnya era balon udara. Nyali dan pikiran khas anak muda, serta faktor keberuntungan membuat nyawa Franz tak ikut melayang bersama 36 penumpang dan awak Hindenburg yang lain.Â
Saat balon Zeppelin yang penuh dengan hidrogen meledak dan terbakar, Franz sedang tugas bersih-bersih di mess para perwira kapal. Tangki air yang bobol di atasnya, melindunginya dari api.
Franz muda berhasil melompat dari balon udara, sebelum ia jatuh mengenaskan ke daratan. Pontang-panting ia menyelamatkan diri, melawan angin, dari Hindenburg yang berkobar. Sebuah keputusan yang tepat, jika ia lari ke arah sebaliknya, niscaya ia akan terbakar dan menjadi korban jiwa ke-37.
Setelah tragedi itu, Franz kembali ke Jerman dan menjadi teknisi pesawat selama Perang Dunia II.
Ia kemudian ganti profesi menjadi pelatih roller skating dan ice skating. "Ia tak pernah takut membagi pengalamannya pada siapapun," kata Carl Jablonski, ketua Navy Lakehurst Historical Society, seperti Liputan6.com kutip dari Daily Mail, Senin (1/9/2014). Jablonski kali terakhir bertemu Franz pada 2004 lalu, pada peringatan tragedi Hindenburg.
Kini, Franz tutup usia di usia 92 tahun, akibat gagal jantung awal Agustus lalu. Ia adalah kru terakhir Hindenburg yang tutup usia.
Tragedi Hindenburg dianggap sebagai salah satu kecelakaan udara paling ikonik dalam sejarah karena liputan media yang ekstensif.
John Provan, teman akrab Franz, menceritakan mendiang ikut dalam penerbangan Hindenburg karena kebetulan.
"Kakaknya bekerja di sebuah hotel mewah di Frankfurt, di mana penumpang dan kapten kapal terbang menginap sebelum balon udara lepas landas di pagi buta," kata dia.
Salah seorang kapten saat itu mencari bocah untuk dipekerjakan di kabin, dan kebetulan kabar itu didengar kakak Franz.
"Werner (Franz) sangat beruntung karena saat kejadian dia sedang berada di mess perwira, menjalankan tugas bersih-bersih. Tepat di atasnya ada tangki air yang ambrol dan membasahinya, itu yang melindungi dia dari api dan panas."
Provan mengutip Annerose -- janda Franz-- mengatakan, mendiang meninggal di rumahnya kota Frankfurt pada 13 Agustus 2014.
Diyakini ada 3 korban bencana Hindenburg yang masih hidup saat ini -- 2 penumpang bernama Werner Doehner dan Horst Schirmer dan Robert Buchanan, anggota awak darat yang menunggu untuk mendaratkan balon udara itu di hari nahas.
Kapal udara LZ-129 Hindenburg merupakan pesawat terbesar yang pernah dibangun pada saat itu. Balon yang namanya diambil dari Presiden Jerman Paul von Hindenburg itu menggunakan aluminium, berukuran sepanjang 245 meter, diameter 41 meter, dan mengandung 211.890 meter persegi gas hidrogen dalam 16 kampit atau sel.
Kapal udara LZ-129 Hindenburg mempunyai daya angkut 112 ton, mempunyai empat mesin diesel berkekuatan 1100 tenaga kuda dengan kecepatan 135 kilometer per jam.
Advertisement