Liputan6.com, Kairo - Pada 6 Oktober 1981, 33 tahun lalu, Presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat sedang menonton parade militer memperingati Perang Yom Kippur 1973. Ia yang duduk di bangku kehormatan sama sekali tak menyangka maut segera datang menjemput.
Para pembunuhnya sedang menanti waktu yang tepat. Saat semua orang sedang mendongak menyaksikan manuver pesawat tempur, kendaraan militer yang mereka tumpangi lewat di depan Pak Presiden, empat pria bersenjata sontak melompat, berlari ke arah Sadat dan memberondong target dengan peluru dari jarak dekat. Â
Dua jam kemudian, Anwar Sadat dinyatakan tewas. Sementara 20 orang lainnya luka-luka, termasuk 4 diplomat Amerika Serikat.
Pelakunya adalah anggota organisasi Jihad Islam yang menolak Perjanjian Camp David antara Israel dan pihak Kairo pada 1979 -- inisiatif perdamaian negara Arab pertama dengan negeri zionis.
Pembunuhan Sadat mengawali pemerintahan 3 dekade Hosni Mubarak -- yang kala itu menjabat Wakil Presiden.
Mengapa Sadat dihabisi?
Anwar Sadat adalah pemimpin yang karismatik dan penuh gairah. Tapi juga misterius dan memancing kontroversi. Ini salah satunya: pengganti Gamal Abdel Nasser itu meluncurkan serangan mendadak ke Israel, namun ia juga yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan negara itu.
Ia juga bikin kaget rakyat Mesir, termasuk orang-orang dekatnya -- saat pergi ke Yerusalem untuk menyampaikan pidatonya di Knesset atau Parlemen Israel.
Sadat juga memperkuat hubungan ekonomi dan politik dengan Amerika Serikat, padahal pendahulunya berteman baik dengan Uni Soviet.
Di Mesir, kebijakan Sadat kontroversial. Bagi kubu fundamentalis, seperti Aboud Al-Zomor, seorang perwira intelijen militer, perjanjian damai dengan Israel adalah alasan bahwa sang presiden harus dihabisi.
Saat kejadian, arena dipenuhi personel militer yang menyandang senjata dengan peluru kosong. Namun, para algojo berhasil menyelundupkan peluru dalam senapan serbu AK-47.
Al Zomor, salah satu pendiri kelompok jihad, mengaku sebagai pemasok amunisi dan tahu persis soal plot pembunuhan. Namun, bukan dia yang memberi arahan. "Aku tahu soal itu tapi tidak memberitahukannya ke aparat. Itu satu-satunya kesalahanku," kata dia, seperti dikutip dari NBC News.
Zomor mengatakan, otak pembunuhan Sadat adalah perwira militer bernama Khaled El Islambouly. Islambouly, yang juga memimpin penembakan, ditangkap dan dieksekusi pasca-kejadian.
Sementara, Zomor diganjar seumur hidup. Namun, ia dibebaskan karena mendapatkan amnesti pasca-revolusi Mesir yang menggulingkan Hosni Mubarak tahun 2011.
Dan Zomor tak pernah menyesali perbuatannya. Meski ia menyebut Anwar Sadat lebuh baik dari Mubarak. "Era Sadat jauh lebih baik dari Mubarak," kata dia. "Setidaknya ia tak pernah makan uang rakyat."
Uniknya, salah satu yang merekomendasikan kebebasan Zomor adalah keponakan Sadat.
Talat Sadat menganggap Zomor harus dibebaskan, untuk membuktikan bahwa Mesir masih taat aturan hukum. "Dia sudah lama dipenjara. Baiklah, dia bisa pergi."
Namun, dia menegaskan Zomor bukan pahlawan. "Dia pikir dirinya pahlawan? Aoa yang sudah ia lakukan? Membunuh Sadat? Itu bukan tindakan heroik."
Selain pembunuhan Presiden Mesir Anwar Sadat, tanggal 6 Oktober juga diwarnai sejumlah kejadian bersejarah. Pada tahun 1965, Patricia Harris menjadi Dubes AS untuk Belgia. Dia adalah warga keturunan Afrika pertama yang menduduki jabatan itu. Sebelumnya di tahun 1801, Napoleon Bonaparte memberlakukan konstitusi baru untuk Belanda.
Sementara, pada 6 Oktober 1973, Suriah, Libya dan Mesir menyerbu Israel secara tiba-tiba pada hari Yom Kippur, hari raya Yahudi yang paling besar. Â
Di dataran tinggi Golan, garis pertahanan Israel yang hanya berjumlah 180 tank harus berhadapan dengan 1400 tank Suriah. Sedangkan di terusan Suez, kurang dari 500 prajurit Israel berhadapan dengan 80.000 prajurit Mesir. Peristiwa tersebut diberi nama Perang Yom Kippur. (Ans)