Liputan6.com, Bangui - Republik Afrika Tengah (Central African Republic) kembali memanas. Kericuhan yang terjadi di negara eks jajahan Prancis ini menelan 6 korban jiwa.
Kerusuhan juga menyebabkan ratusan orang melarikan diri. Ricuh berujung maut tersebut tepatnya terjadi di Ibukota Afrika Tengah, Bangui di dekat rumah Presiden Catherine Samba Panza.
Dari keterangan Otoritas Lokal Bangui, kerusahan ini dilancarkan oleh kelompok militan anti-Balaka. Kelompok ini merupakan pemberontak mayoritas yang melakukan perlawanan atas kelompok pemberontak lain, Seleka.
"Kelompok anti-Balaka membakar 22 rumah. Tiga orang tewas 2 di antaranya bahkan hangus terbakar di dalam rumahnya," sebut Wali Kota Bangui, Joseph Tagbele, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (10/16/2014).
Selain korban dari warga sipil, Tagbele menyebut 3 orang korban jiwa lain berasal dari kelompok Anti-Balaka. Di samping itu, puluhan pasukan penjaga perdamaian PBB diketahui terluka.
Menanggapi kerusuhan ini Pemerintah Afrika Tengah segera angkat bicara. Mereka menyebut, kerusuhan tersebut sengaja dilakukan demi mengganggu pemerintahan Samba Panza.
Republik Afrika Tengah sejak satu tahun lalu terjerembab dalam kerusuhan antar agama. Krisis ini dimulai ketika, kelompok Seleka berhasil mengkudeta pemerintahan Presiden Francois Bozize.
Tidak mau kalah, kelompok pendukung Presiden Bozize, Anti-Balaka melancarkan aksi balasan. Aksi tersebut menyebabkan presiden Afrika yang diusung kelompok Seleka, Michel Djotodia lengser dari kursi Presiden dan hidup dalam pengasingan hingga saat ini. (Andreas Gerry Tuwo)