Liputan6.com, Ouagadougou - Partai oposisi dan kelompok sipil di Burkina Faso menyerukan unjuk rasa guna memprotes pengambilalihan kekuasaan oleh militer setelah Presiden Blaise Compaore mundur dari jabatannya. Mereka mengatakan manajemen transisi seharusnya milik rakyat dan tidak boleh diambil alih oleh tentara.
Seruan itu disampaikan beberapa jam setelah petinggi militer Letnan Kolonel Isaac Zida, yang merupakan komandan kedua pengawal presiden, ditunjuk sebagai pemimpin transisi. Sementara Compaore telah melarikan diri ke Pantai Gading.
"Kemenangan lahir dari rakyat dan mereka memiliki hak untuk mengatur transisi. Tak ada yang dapat diambil alih oleh tentara," jelas pernyataan yang disampaikan oleh kelompok oposisi seperti dikutip BBC, Minggu (2/11/2014).
Sebelumnya, protes yang digelar dalam pekan ini mendesak Compaore untuk mengamandemen konstitusi dan memperpanjang masa jabatannya. Pada Kamis pekan lalu, demonstran membakar gedung parlemen dan pemerintahan di ibukota Ouagadougou.
Wartawan BBC, Thomas Fessy, yang mengikuti peristiwa di Burkina Faso dari Senegal, mengatakan muncul kekhawatiran besar di masyarakat terhadap masa transisi yang kemungkinan akan 'dibajak' oleh kudeta militer.
Tetapi di negara ini, kelompok opoisisi terbilang lemah dan jika demonstrasi dilakukan diyakini akan meningkatkan kredibilitas mereka. Namun, belum diketahui apakah imbauan untuk berunjuk rasa hari ini mendapat tanggapan atau tidak.
Compaore berkuasa melalui kudeta pada 1987. Sejak itu, dia telah memenangi empat pemilihan umum yang dipertanyakan keabsahannya. Dia disebut-sebut merupakan sekutu dekat Amerika Serikat dan Prancis. Kedua negara tersebut memakai Burkina Faso sebagai titik tolak dalam operasi militer menghadapi kelompok militan di kawasan Sahel. (Mut)
Oposisi Burkina Faso Tolak Kekuasaan Militer
Partai oposisi dan kelompok sipil di Burkina Faso menyerukan unjuk rasa guna memprotes pengambilalihan kekuasaan oleh militer.
Advertisement