Sukses

Bombardir ISIS, Obama Minta Dana Tambahan Rp 39 Triliun

Presiden Obama meminta Kongres Amerika Serikat untuk menyetujui pengucuran dana sebesar US$ 3,2 miliar atau sekitar Rp 39 triliun.

Liputan6.com, Washington DC - Upaya Amerika Serikat untuk melanjutkan serangan ke kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di muka Bumi terus dilanjutkan. Kini Presiden Amerika Serikat Barack Obama dilaporkan tengah mencari dana tambahan.

Seperti dimuat Al-Arabiya, Jumat (7/11/2014), Presiden Obama meminta Kongres Amerika Serikat untuk menyetujui pengucuran dana sebesar US$ 3,2 miliar atau sekitar Rp 39 triliun untuk memerangi ISIS di tanah Irak dan Suriah

Sejumlah dana yang diajukan tersebut akan digunakan untuk operasi militer lanjutan, termasuk biaya pasokan amunisi baru. Duit triliun tersebut juga dipakai untuk pelatihan tentara Irak.

Selain itu, dana tersebut juga diperuntukkan bagi sekitar 600 ahli militer yang bekerja sama dengan militer Irak dan pasukan Kurdi di Baghdad dan Arbil. Juga untuk sekitar 800 prajurit AS yang bertugas di Kedutaan Besar AS dan bandara di Baghdad.

Kementerian Pertahanan AS (Pentagon) menyatakan serangan udara dan pertempuran melawan ISIS di Irak dan Suriah dalam beberapa pekan terakhir telah memakan biaya sekitar US$ 8,3 juta per hari, atau sekitar Rp 101 juta.

Sebelumnya, pada 16 Oktober, Pentagon telah mengumumkan bahwa pihaknya telah menghabiskan dana US$ 580 juta atau sekitar Rp 7 triliun untuk operasi militer yang yang disebut "Operation Inherent Resolve".

Obama sebelumnya mengatakan kebijakannya saat ini merupakan otorisasi khusus bagi serangan udara koalisi pimpinan Amerika yang tengah dilakukan terhadap militan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).

Ketika Obama pertama kali mengumumkan upaya serangan udara terhadap ISIS pada September lalu, ia meminta izin kepada kongres, seperti yang dilakukan Presiden sebelumnya George . Bush ketika membalas serangan terhadap Al-Qaeda atas serangan teroris 9/11 yang menewaskan hampir 3 ribu orang.

Kata Obama dalam konferensi baru-baru ini, otorisasi perang saat ini harus disesuaikan dan diperbarui agar relevan dengan langkah perang saat ini yang menurut dia berbeda dengan perang yang sebelumnya. (Ein)