Sukses

Presiden Mundur, Burkina Faso Bentuk Parlemen Demokratis

Kondisi di Burkina Faso memburuk setelah Compaore berencana mengubah konstitusi agar bisa kembali maju sebagai capres pada Pemilu 2015

Liputan6.com, Ouagadougou - Setelah Presiden kontroversial Blaise Compaore mengundurkan diri, kondisi Burkina Faso masih tidak menentu. Demi mengembalikan keadaan kondusif di negara yang terletak di Afrika Barat, partai oposisi, kelompok masyarakat dan pemimpin agama berdialog yang menghasilkan sejumlah keputusan.

Hasil pembicaraan yang telah disetujui pemimpin sementara Burkina Faso, Letnan Jenderal Isaac Zida itu berisi permintaan pembentukan parlemen sementara secara demokratis yang beranggotakan 90 orang.

Dewan tersebut terdiri dari 10 anggota militer, 40 orang dari oposisi, dan 30 lainnya dari kelompok masyarakat. Sementara 10 kursi lagi dibagikan ke beberapa partai termasuk beberapa kelompok yang sempat berkoalisi dengan Compaore.

"Ini ditujukkan demi menyatukan semua pihak. Sekarang poin paling penting adalah memilih sosok tepat dalam proses transisi tersebut," ujar Ketua Umum Partai Oposisi, Gerakan Rakyat untuk Kemajuan, Roch Marc Christian Kabore, seperti dimuat Reuters, Senin (10/11/2014).

Diyakini, parlemen transisi akan terwujud dalam waktu dekat. Sebab Zida sudah berjanji siap mengembalikan kekuasaan Burkina Faso ke tangan rakyat bukan militer.

Saat ini, proposal itu akan dilihat Zida dan beberapa pemimpin militer tersebut dahulu. Hal tersebut dilakukan karena ada kemungkinan Zada mengubah berapa poin yang ada dalam proposal tersebut.

Kondisi di Burkina Faso memburuk setelah Compaore berencana mengubah konstitusi agar bisa kembali maju sebagai capres pada Pemilu 2015. Rakyat memprotes langkah pemimpin yang telah berkuasa selama 27 tahun tersebut.

Sejumlah negara Barat termasuk Uni Afrika mengancam akan menghukum Burkina Faso jika tidak segera mengembalikan kekuasaan ke pihak sipil.

Walau bukan negara besar, Burkina Faso termasuk salah satu negara penghasil emas terbesar di dunia. Negara ini pun dikenal sebagai mediator ketika negara tetangga mereka, Mali dan Pantai Gading dilanda krisis politik. (Ein)