Sukses

Foto Mengharukan Polisi Peluk Demonstran di Tengah Rusuh

Foto ini cepat menyebar di media sosial dan membuat terharu warga di Ferguson, dan sadar bahwa tak semua polisi brutal.

Liputan6.com, Ferguson - Suasana Kota Ferguson, Amerika Serikat (AS), perlahan mulai kondusif setelah sempat rusuh lantaran kasus penembakan yang dilakukan seorang polisi, Darren Wilson, terhadap remaja berkulit hitam, Michael Brown.

Sebelumnya, kota di Negara Bagian Missouri dan beberapa kota lain di Negeri Pama Sam dilanda keributan oleh demonstran yang memprotes langkah juri pengadilan setempat yang membebaskan Wilson dari dakwaan pembunuhan terhadap Brown.

Di tengah panasnya situasi, ada polisi yang menghadapi para massa dengan cara lain. Ini menjadi sisi lain yang menunjukkan bahwa tak semua aparat  bertindak kasar ke warga.

Dalam sebuah foto yang dijepret fotografer freelance, Johny Nguyen, terlihat seorang polisi memeluk seorang pemuda berkulit hitam. Polisi terlihat dengan ekspresi wajah yang memancarkan sifat mengayomi, dan si pemprotes yang mengenakan topi dan jaket kulit tampak menangis bercucuran air mata.

Awalnya, demonstran bernama Devonte Hart (12) itu memampang spanduk bertuliskan "Free Hugs" untuk mendulang dana amal. Kemudian polisi bernama Bret Barnum datang dan memeluknya.

"Air mata mengalir dari matanya dan membasahi jaket, ia menatap bingung ke depan memampang spanduk dan tak akan tahu bagaimana tanggapan aparat dari aksinya itu," kata kerabat Devonte, Sarah Hart, seperti dimuat News.com.au, Minggu (30/11/2014).

"Kemudian aparat mendekatinya, mengulurkan tangan. Suasana awal memang agak dingin, tapi kemudian mencair," imbuh dia.

Kata Sarah, polisi itu bertanya kepada Devonte, kenapa ia menangis. Pemuda itu pun menjawab bahwa dirinya sangat prihatin dengan kondisi saat ini, di mana aparat tega menembak mati warganya sendiri.

"Dan polisi itu pun memeluknya," kata Sarah. Sebagai bukti bahwa tak semua aparat bertindak kasar kepada warga.

Foto ini cepat menyebar di media sosial dan membuat terharu warga di Ferguson, dan sadar bahwa tak semua polisi brutal. Aparat lain juga tersadar untuk lebih mengayomi warga, bukan mendahulukan kekerasan saat menegakkan hukum.

Michael Brown, 18, ditembak mati oleh Darren Wilson pada 9 Agustus di daerah pinggiran St Louis. Kematiannya menimbulkan protes yang berujung aksi kekerasan. Polisi pun dikritik karena menggunakan peralatan anti huru-hara militer.

Kasus ini telah memicu ketegangan rasial di Amerika Serikat. Komunitas Afrika-Amerika meminta Wilson didakwa melakukan pembunuhan. Wilson kemudian mengundurkan diri dari kepolisian sebagai langkah untuk mengurangi ketegangan dan menghentikan kekerasan di Ferguson. (Mut)