Liputan6.com, Bern - Sejumlah ilmuwan meyakini, komet mungkin bertanggungjawab mengirimkan air ke planet-planet, termasuk Bumi. Atau dengan kata lain, air di planet kita berasal dari benda langit yang mirip bola salju kotor itu -- yang tersusun dari batuan yang bercampur dengan es.
Lintang kemukus -- istilah komet dalam Bahasa Jawa -- yang menabrak Bumi jutaan tahun yang lalu juga diduga menghasilkan asam amino yang merupakan blok-blok pembangun kehidupan.
Namun, anggapan itu mungkin salah.
Temuan yang dihasilkan misi Rosetta yang dilakukan Badan Luar Angkasa Eropa (ESA) -- yang melakukan pendaratan bersejarah di Komet 67P/Churyumov-Gerasimenko November 2014 kemarin -- menunjukkan fakta berseberangan: bahwa air yang ada di sana jauh berbeda dengan yang ada di Bumi.
Agustus lalu, Rosetta menjadi pesawat pertama yang mengorbit di sebuah komet. Dan 2 bulan kemudian, giliran satelit Philae mendarat di permukaannya.
Rosetta membantu menguak misteri mengapa Bumi menjadi dunia yang sangat berair -- jangan lupa 70 persen wilayah planet kita adalah lautan.
Sebelum Rosetta mengorbit Komet 67P/C-G, ia mengerahkan instrumen yang disebut ROSINA (Rosetta Orbiter Spectrometer for Ion and Neutral Analysis) yang bertugas menganalisis jejak kimiawi gas yang menyelubungi komet.
Permodelan lahirnya Bumi mengungkap, planet ini teramat panas setelah pembentukannya sekitar 4,6 miliar tahun lalu. Ilmuwan menduga, tak mungkin ada air saat itu.
Studi sebelumnya mengisyaratkan bahwa tubrukan kosmis mungkin bertanggung jawab membawa air ke Bumi, selama era yang dikenal sebagai Late Heavy Bombardment, sekitar 800 juta tahun setelah pembentukan Planet Biru.
Untuk menguak asal usul air di Bumi, para ilmuwan mencari benda angkasa lain di Tata Surya yang memiliki air serupa. Dari setiap 10.000 molekul air di Bumi, 3 di antaranya adalah molekul air tidak standar: deuterium yang disebut juga Hidrogen-2, atau hidrogen berat.
Normalnya, air terbentuk dari 2 atom hidrogen dan 1 atom oksigen. Dalam air berat, sebuah tom hidrogen digantikan deuterium.
Dalam rangka mencari tahu apakah komet merupakan sumber air yang ada di Bumi, pada 1986, satelit ESA Giotto diterbangkan dekat dengan Komet Halley -- dan menemukan bahwa komet tersebut punya jumlah air berat dua kali lipat dari yang ada di Bumi.
Komet Halley berasal dari Awan Oort (Oort cloud), awan komet raksasa berbentuk bola yang berada 5.000 sampai 100 ribu kali jarak Bumi dan Matahari. Data yang diperoleh menyebut, Oort bukanlah sumber air Bumi. Demikian tulis pemimpin studi Prof Kathrin Altwegg dari University of Bern, Swiss.
Namun, Awan Oort bukan satu-satunya sumber komet di Tata Surya. Masih ada Kuiper Belt. Terungkap bahwa Komet 103P/Hartley 2 dari Sabuk Kuiper memiliki rasio deuterium dan hidrogen dan cocok dengan air yang ada di Bumi.
"Jika kita bandingkan air di komet dengan air di Bumi, maka kita bisa mengatakan air di Bumi kompatibel dengan air di komet itu," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Kamis (11/12/2014).
Dan kini, Rosetta memperoleh data dari Komet 67P/C-G yang juga berasal dari Sabuk Kuiper. Namun, air yang ada di sana jauh berbeda. Jauh lebih berat dari di Bumi.
Seandainya air di Bumi berasal dari objek dari Sabuk Kuiper maka rasio deuterium terhadap hidrogen niscaya lebih tinggi secara signifikan daripada air yang ada saat ini.
Itu berarti, "Kita bisa mengenyampingkan komet dari Kuiper Belt sebagai pembawa air ke Bumi," tambah Altwegg seperti Liputan6.com kutip dari SPACE.com.
Baca Juga
Komet Atau Asteroid?
Advertisement
Alih-alih komet, dia menambahkan, air di Bumi kemungkinan besar dibawa dari asteroid.
"Asteroid saat ini hanya punya sedikit air, itu jelas," kata dia. "Namun, sebelumnya mungkin tak seperti itu. Selama 3,8 miliar tahun lalu, asteroid mengandung lebih banyak air."
Asteroid yang kita lihat saat ini, Altwegg menambahkan, telah tinggal di sekitar Matahari selama 4,6 miliar tahun. Panas sang Surya menguapkan air yang ada di batu-batu angkasa itu. Analisis lebih jauh terhadap benda langit kaya es di sabuk asteroid akan memberikan titik terang dari mana air di Bumi berasal.
"Mereka jauh lebih dekat dengan Bumi, sehingga lebih cenderung menabrak planet kita daripada komet yang sangat jauh, yang berada di luar Neptunus."
Temuan tersebut akan dijelaskan secara rinci di jurnal ilmiah Science.
Sementara, beberapa peneliti mengatakan terlalu dini untuk menyingkirkan teori bahwa air di Bumi berasal dari komet. Kata mereka, butuh lebih banyak data untuk menghasilkan kesimpulan. (Ein/Riz)