Sukses

Kematian Misterius Bangsawan Italia Terkuak Setelah 700 Tahun

Pada tahun 1939, bangsawan Italia, Cangrande della Scala tiba-tiba jatuh sakit, lalu meninggal. Ternyata, kematiannya tak wajar.

Liputan6.com, Florence - Pada tahun 1329, bangsawan Italia, Cangrande della Scala tiba-tiba jatuh sakit. Tubuhnya yang lemah tak lagi kuat menahan derita fisik. Ia kemudian meninggal dunia pada usia 38 tahun (9 Maret 1291 - 22 Juli 1329).

Beberapa hari sebelum menghembuskan nafas penghabisan, penguasa Verona itu baru memegang kendali atas kota Treviso.

"Kematiannya yang mendadak diawali gejala muntah-muntah, diare, dan demam. Menurut dokumen tertulis pada masa itu, ia diketahui minum dari mata air yang tercemar beberapa hari sebelumnya," demikian ditulis para peneliti dalam Journal of Archaeological Science, seperti Liputan6.com kutip dari situs News.com.au, Kamis (8/1/2014)

Namun, desas-desus berhembus seputar kematianya. Konon, sang penguasa tewas diracun.

Untuk menguak kasus kematian yang penuh tanda tanya, pada tahun 2004, hampir 700 tahun setelah kematiannya, para ilmuwan membuka peti batu yang selama ini menyimpan jasad Cangrande. Di dalamnya mereka menemukan mumi yang terawetkan secara alami.

Para peneliti lalu melakukan otopsi modern dan menemukan sisa-sisa kotoran dalam rectal ampulla -- bagian sistem pencernaan yang menyimpan sisa-sisa makanan yang telah dicerna -- milik Cangrande.

Pada tahun 2007, tim peneliti menjelaskan temuannya itu dalam ajang World Congress on Mummy Studies.

"Ada sejumlah besar serbuk sari camomile, murbei hitam, dan -- yang tak terduga -- foxglove atau digitalis dalam kotoran," demikian ungkap tim ahli dalam pemaparannya.

"Di Abad Pertengahan, camomile digunakan secara meluas...sebagai obat penenang dan antispasmodic -- mengatasi gangguan pada pencernaan, sementara murbei hitam dikenal sebagai astringent, sebaliknya  foxglove dianggap tanaman beracun."

Menurut penelitian ilmiah baru dalam bidang genetika, tumbuhan ini dapat digolongkan dalam famili Plantaginaceae. Apabila digunakan secara berlebihan, digitalis memang dapat berfungsi sebagai racun. Digitalis juga digunakan untuk obat penyakit jantung, terutama digoksin yang diekstraksi dari tanaman ini.

Menurut para arkeolog, konsentrasi foxglove dalam perut Cangrande cukup untuk membuatnya keracunan. Diduga, tanaman berbahaya itu diberikan pada korban dengan kedok perawatan medis.

"Salah satu tabib Cangrande, yang digantung oleh penerusnya Mastino II, menekankan memungkinan itu," kata para peneliti.

Tak hanya itu, Cangrande yang badannya tak terlalu tinggi, memiliki rambut keriting cokelat, mungkin menderita sejumlah penyakit.

Paru-parunya menunjukkan bukti pneumoconiosis coalworker. Warnanya menghitam. Dia juga mungkin telah menderita sirosis dan sinusitis kronis, dan ada bukti arthritis ringan mungkin karena gaya hidup yang aktif. Cangrande mungkin bahkan menderita TBC, yang umum pada waktu itu.

Namun, keberadaan jejak foxglove dalam kotorannya tak nyambung dengan kondisi kesehatannya itu.

"Temuan itu adalah sebuah kejutan," kata pemimpin studi Gino Fornaciar, peneliti Paleopathology dari University of Pisa, kepada situs sains LiveScience awal pekan ini.

Fornaciar dan timnya menulis dalam studi terbaru soal kemungkinan tanaman beracun sengaja diberikan pada Cangrande, bukan karena kekeliruan. "Hipotesis yang paling mungkin tentang penyebab kematian adalah pemberian Digitalis dalam jumlah mematikan," demikian ditulis timnya.

Jadi, siapa pelakunya? Mungkin musuh atau keponakannya yang ambisius ingin cepat-cepat bertakhta.

Selain menjadi penguasa penting di utara Italia di masanya, Cangrande hingga hari ini dikenang sebagai sahabat sekaligus pelindung penyair Dante Alighieri, yang diasingkan dari Florence.

Dante bahkan memuji Cangrande dalam karyanya. "Kemurahan hatinya akhirnya akan diketahui, sehingga bahkan musuh-musuhnya tak bisa tetap diam karenanya," kata penyair itu dalam karyanya, 'Paradiso'. (Ein/Mut)