Liputan6.com, London - 'Bye, bye', demikian bunyi tulisan misterius yang ditorehkan pada pesawat United 869 yang dijadwalkan terbang antara San Francisco dan Hong Kong. Mengetahui hal itu, 13 awak pun ogah mengudara.
Mereka sepakat untuk 'angkat tas' dari dalam burung besi itu. Alasannya: takut atas keamanan pesawat. Namun kekhawatiran mereka berujung pahit. Ketigabelas orang awak tersebut dipecat.
Enam bulan berselang, 13 orang itu melayangkan gugatan, untuk mendapatkan pekerjaannya kembali.
Berkas gugatan setebal 26 halaman diajukan ke Badan Keselamatan dan Kesehatan Kerja AS (OSHA) atau US Occupational Safety and Health Administration. Berisi rincian bagaimana kru melihat kata-kata mengerikan itu, dengan dua gambar wajah di ekor pesawat yang diperkirakan terbuat dari residu berminyak.
"Satu wajah tersenyum tapi yang lain seperti beraura jahat," demikian bunyi salah satu keluhan seperti dimuat News.com.au, Kamis (8/1/2015).
Menurut pemberitaan yang beredar, grafiti tersebut ditoreh pada bagian pesawat setinggi 9 meter. Tentu diperlukan peralatan untuk mencapainya ketinggian itu.
Baca Juga
Pejabat maskapai penerbangan belum bisa memastikan apakah itu ditulis di San Francisco atau bandara sebelumnya di Incheon, Korea Selatan -- seperti yang dijelaskan dalam lembar keluhan.
Salah satu pramugari yang dirahasiakan identitasnya buka suara, menceritakan pengalaman pahitnya terlibat dalam insiden 'bye-bye' itu.Â
Advertisement
"Ada beberapa kru merasa aman, tak bermasalah dengan pesan 'bye-bye'. Tapi apa salahnya jika melakukan pemeriksaa tambahan, untuk memastikan pesawat aman untuk lepas landas. Daripada mengetahui ada yang tak beres saat sudah terbang," ucap dia situs perjalanan SavvyStews.com.
"Kami berada di sini untuk menjaga penumpang. Mereka mempercayai kami untuk menjaga mereka tetap aman, dan berdasarkan alasan itu (bagaimana bisa menjaga orang lain saat diri sendiri merasa tak aman), aku tidak akan mengubah keputusanku untuk terbang," jelas dia.
Para pramugari di pesawat tersebut menolak untuk terbang, sementara 300 penumpang diturunkan dari Boeing 747-400 itu, untuk mencari bahan peledak yang dikhawatirkan diletakkan di sana. Alhasil, penerbangan tersebut dibatalkan karena kurangnya kru.
Pihak maskapai United kemudian memecat mereka, karena dinilai membangkang dari perintah pengawas yang meminta untuk terbang.
Khawatir pasca-menghilangnya MH370
David Marshall, yang mengajukan pengaduan sebagai mitra di Katz, Marshall & Bank, mengatakan awak pesawat khawatir tentang ancaman keamanan. Setelah insiden hilangnya Malaysia Airlines Flight 370 pada 8 Maret tahun lalu.
"Klien kami berhak atas perlindungan hukum karena melakukan apa yang benar," kata Marshall.
Namun seorang juru bicara United mengatakan tak ada masalah pada pesawat mereka. Sehingga kekhawatiran para pramugari itu dinilai berlebihan.
"Tim operasi penerbangan, keselamatan dan pemeliharaan kami telah menyelidiki dan tak ada ancaman keamanan yang kredibel.
"Semua aturan dari FAA (Federal Aviation Administration) dan prosedur keselamatan United sudah dijalankan, termasuk memeriksa keamanan komprehensif sebelum boarding, pada pilot, mekanik hingga pesawat sepenuhnya dinyatakan aman untuk terbang," beber jubir itu.
Meski demikian, pihak United tak memberikan komentar lebih lanjut pada rincian sistem tersebut. (Tnt/Ein)