Liputan6.com, Jakarta - Hari ini di tahun pada 2010, Haiti diguncang gempa. Kekuatannya 'hanya' 7,0 skala Ritcher (SR), namun akibatnya sungguh luar biasa. Lindu itu bertanggung jawab atas kematian lebih dari 200 ribu jiwa, sementara 1,5 juta korban gempa yang selamat kehilangan tempat bernaung.
Guncangan hebat yang berlangsung pukul 04.30, berpusat di 15 mil dari Ibukota Port-au-Prince -- kota dengan populasi paling padat di Haiti. Sekitar 70 persen bangunan rata dengan tanah, nyaris tak ada yang bisa dijadikan tempat mengungsi. Bahkan istana Presiden ikut rubuh. Demikian dilansir dari situs History, Senin (12/1/2015).
Setelah gempa, masalah lain pun muncul. Ribuan jasad korban tergeletak di jalanan. Tak ada tenaga dan daya tersisa untuk mengidentifikasi dan menguburkan mereka secara layak. Pemerintah setempat pun memutuskan mengubur jenazah yang tidak bisa teridentifikasi di kuburan masal.
Melihat kejadian ini, komunitas internasional segera mengulurkan bantuannya. Amerika Serikat (AS) mengirim ribuan tentaranya untuk melakukan upaya SAR. Sejumlah negara lain tak ragu menyumbangkan dana untuk membantu Haiti bangkit dari keterpurukannya.
Baca Juga
Belakangan, para ilmuwan menemukan sesuatu yang tak disangka-sangka. Gempa Haiti ternyata disebabkan oleh patahan (fault) yang belum pernah dipetakan. Bukan patahan Enriquillo -- seperti yang dikira sebelumnya.
Tak hanya di bidang geologi, gempa Haiti menjadi pelajaran berharga tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana, termasuk kekuatan struktur bangunan.
Empat tahun setelah gempa Haiti, pada Selasa 1 April 2014, rakyat Chile panik. Bumi yang mereka pijak berguncang hebat oleh lindu dengan kekuatan 8,2 SR.
Meski mengalami bencana sehebat itu, 'hanya' 6 orang yang tewas. Aparat menyebut, 4 dari mereka meninggal gara-gara longsor yang dipicu gempa, listrik yang mati, dan kena serangan jantung gara-gara mendengar soal tsunami. Dua lainnya akibat tertabrak.
Mengapa korban jiwa di Chile relatif sedikit? Jawabannya, negara itu menerapkan standar bangunan yang ketat. Rumah-rumah, gedung, dan infrastruktur lain tak mudah ambrol akibat guncangan. Tak ada dana pembangunan yang dikorupsi!
"Dua kejadian tersebut adalah contoh sempurna dari perbedaan aturan pembangunan dan penegakkannya di 2 lokasi berbeda," kata John Bellini, ahli geofisika dari USGS . "Aturan dalam membangun memainkan peran penting untuk menentukan sejauh mana kerusakan dan kehancuran akibat gempa, juga jumlah korban."
Di tanggal yang sama tahun 1916, Mantan Perdana Menteri (PM) Afrika Selatan Pieter Willem Botha, lahir ke dunia. Botha merupakan tokoh yang sangat kontroversial. Pasalnya, PM Afsel ke-9 itu adalah pendukung utama politik Apartheid.
Selain dua peristiwa itu, masih ditanggal serupa namun berlangsung di tahun 1528, Raja Gustav 1 resmi ditahbiskan jadi Raja Swedia. Gustav I memerintah Kerajaan Swedia dari 1523-1560. (Ein)
Advertisement