Liputan6.com, Roma - Hidangan dari koki ternama sudah disajikan untuk makan malam. Lagu pengiring pun mulai dilantunkan. Ratusan penumpang pun bersiap menyantapnya. Sementara seorang pesulap tengah memainkan atraksinya. Namun tiba-tiba kapal terguncang.
Kala itu, jumat malam, 13 September 2012 atau 2 tahun lalu, sebuah kapal pesiar mewah Costa Concordia karam di sekitar Pantai Tuscan, dekat Pulau Isola del Giglio. Akibatnya 32 orang tewas. Jasad korban terakhir, Russel Rebello yang merupakan seorang pramusaji ditemukan di bangkai kapal mewah pada 3 Desember 2014 lalu.
Kapal yang mengangkut 4.299 orang itu berangkat mulai pukul 19.00 waktu setempat dari Pelabuhan Civitavecchia, dekat Roma untuk mengelilingi Laut Tengah dan dijadwalkan akan berhenti di Palermo, Cagliari, Palma, Bercelona (Spanyol) dan Marseille (Prancis).
Baru 2,5 jam perjalanan, kapal tiba-tiba menabrak karam. Kendaraan laut itu terguncang. Penumpang panik dan berlarian menyelamatkan diri. Namun listrik mati beberapa menit kemudian. Kapal mulai miring ke kanan. Sedikit demi sedikit kapal tenggelam sebagian.
Suasana di kapal sungguh kacau balau. Sejumlah penumpang memakai pelampung dan berkumpul di dek, yang menjadi pangkalan sekoci. Sementara kapten kapal mencoba melakukan manuver agar mendekatkan kapal ke pantai. Sekoci mulai diturunkan dan pengawas pantai mulai beraksi melakukan penyelamatan terhadap penumpang.
"Rasanya mirip berada di kapal Titanic. Situasi sungguh kacau. Kru yang satu meminta untuk tetap di kabin namun kru lain menyuruh untuk ke sekoci," ungkap salah satu penumpang, Silvano, seperti dikutip Liputan6.com dari Dailymail, Selasa (13/1/2015).
Ulah memalukan dilakukan Francesco Schettino saat Costa Concordia hancur. Ia tak seheroik nakhoda Titanic yang memilih mati bersama kapalnya. Schettino disebutkan ngacir duluan, meninggalkan 4.200 penumpang dan para kru yang berjibaku melakukan evakuasi. Belakangan, ia balik menuduh para bosnya, yang memerintahkan berlayar dekat dengan Pulau Giglio, lokasi karamnya kapal, demi kepentingan publikasi.
Kapten Francesco Schettino ditemukan di darat dalam kondisi kelelahan. Ia selamat bersama ribuan penumpang lainnya yang berhasil naik sekoci. Sementara puluhan orang lainnya saat itu diyakini menghilang. Namun pada akhirnya jumlah korban ditetapkan sebanyak 32 orang.
Persidangan Kapten
Hingga kini, Schettino masih dalam proses persidangan. Proses hukum ini berlangsung pelik lantaran si kapten beberapa kali meminta keringanan dari dakwaan 20 tahun penjara yang dilayangkan jaksa lantaran telah dinilai melakukan pembunuhan dan mengakibatkan tenggelamnya kapal. Nakhoda itu dituduh sengaja mendekatkan kapal ke pantai untuk menyapa seorang temannya. Namun ia membantah semua tuduhan yang dialamatkan padanya. Dan balik menuding para bosnya, yang memerintahkan berlayar dekat dengan Pulau Giglio, lokasi karamnya kapal, demi kepentingan publikasi.
Pengadilan sebelumnya menetapkan pemilik kapal sebagai penanggung jawab dari krisis di pelayaran Costa, Roberto Ferrarini, yang telah dihukum 10 bulan penjara, diikuti manager layanan kabin Manrico Giampedroni, yang divonis 2,5 tahun. Tiga kru lainnya termasuk juru mudi asal Indonesia, Jacob Rusli Bin yang divonis 20 bulan penjara.
Sementara itu, bangkai kapal saat ini sudah berhasil dievakuasi dalam beberapa proses yang dilakukan sekitar 1 tahun. 50.000 bajanya akan dilebur dan dijual ke pasar untuk membuat balok konstruksi, mobil, bahkan untuk membuat kapal lainnya.
Kecelakaan Costa Concordia penuh dengan kisah, juga skandal. Kabarnya, lagu tema film Titanic diputar di restoran kapal saat kecelakaan terjadi. Selain itu, evakuasi kapal juga diwarnai skandal suap. Sekelompok orang kaya Rusia diduga memberikan "segepok uang" kepada kru Costa Concordia demi bisa naik ke sekoci pertama, saat kapal mulai terbalik usai menabrak karang.
Franca Anichini, yang tinggal di dekat Pelabuhan Giglio, di mana sekoci kapal berlabuh. mengaku terkejut saat menjumpai pria dan perempuan berpenampilan elegan, yang bicara dalam Bahasa Rusia dalam sekoci pertama yang sampai dari Costa Concordia.
"Saya menuju ke kapal penyelamat saat ia mulai mendarat, berharap melihat dan bisa menolong perempuan dan anak-anak, serta mereka yang terluka. Tapi yang kulihat, perempuan dan lelaki dalam setelan dan gaun malam yang elegan, yang bicara Bahasa Rusia," kata dia, seperti dilansir New Kerala.
Pada tanggal 13 Januari 1985, kereta api di Ethiopia jatuh ke jurang, mengakibatkan 428 penumpang tewas. Ini merupakan bencana kereta api terparah di Afrika. Pada tanggal yang sama di tahun 1982, sebuah pesawat Air Florida dengan nomor penerbangan 90 jatuh di Sungai Potomac, Washington DC hingga menyebabkan 78 orang tewas.