Liputan6.com, Jakarta - Eksekusi mati yang akan dilakukan Pemerintah Indonesia kepada beberapa warga negara asing (WNA) terus menuai kecaman. Kali ini nota protes tersebut datang dari Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon.
Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir pun angkat bicara terkait kecaman itu. Ditekankannya, komentar dari Ban tak perlu diperdebatkan.
"Bahwa kemudian masing-masing siapa pun itu membuat pernyataan itu terkait tentu saja dengan kepentingan dan posisi masing-masing negara, saya pikir tidak harus diperdebatkan," sebut Fachir di Gedung Pancasila di kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu) di Jakarta, Senin (16/2/2015).
"Kita mempunyai kebijakan sendiri dan kita tetap melakukan apa yang harus menurut kepentingan kita harus dilakukan," sambung dia.
Ia pun menambahkan, bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sudah tepat. Bahkan, kata eks Dubes RI untuk Arab Saudi itu, hukuman mati tidak menyalahi hukum internasional.
"Yang harus dilihat adalah bahwa persoalan hukum kita tidak bermasalah. Hukum internasional tidak melarang kita melakukan itu," imbuh dia.
Oleh sebab itu, karena sudah sesuai dengan hukum intenasional, pemerintah dipastikan tidak akan dijatuhi sanksi akibat menjalankan eksekusi mati.
"Tidak ada tak akan ada sanksi," tandas Fachir.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Ban Ki-moon mendesak Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menghentikan hukuman mati.
Desakan dari Ban itu disampaikan juru bicara PBB Stephane Dujarric. Menurut dia, Ban sudah berbicara dengan Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi soal hal itu.
"Ban telah mengungkapkan keseriusannya atas hukuman yang dilakukan di Indonesia. PBB dengan tegas menolak eksekusi mati," ujar Stephane Dujarric. (Tnt/Mut)