Sukses

'Tersangka Baru' Black Death yang Membunuh Jutaan Orang di Eropa

Tikus hitam atau sarangnya itu dituding sebagai asal muasal strain pes atau Black Death . Namun, studi terbaru menyebut, ada tersangka baru.

Liputan6.com, Oslo - Pada tahun 1300-an, wabah mematikan 'Black Death' merajalela di Eropa. Kala itu, pagebluk menewaskan jutaan orang atau separuh dari populasi Benua Biru:  pes atau bubonik.  

Tikus hitam atau sarangnya itu dituding sebagai asal muasal strain wabah. Namun, studi terbaru menyebut, hewan pengerat tersebut mungkin bukanlah 'tersangka utama'.

Ilmuwan yakin, wabah Black Death yang selalu berulang -- yang mulai menyerang Eropa pada Abad ke-14, dibawa oleh tikus lain, tikus gurun dari Asia.

"Jika apa yang kami temukan ternyata benar, sepertinya kita harus menulis ulang sejarah," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Selasa (24/2/2015).

Studi tersebut dimuat dalam jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences.

Black Death, yang berasal dari Asia, tiba di Eropa pada 1347 dan menyebabkan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah manusia.

Selama 400 tahun kemudian, epidemi kembali muncul secara berulang. Menewaskan jutaan orang.

Tikus hitam sudah lama dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab, membawa wabah ke Eropa. Wabah kemudian menyebar melalui lalat-lalat melompat dari tikus yang terinfeksi ke manusia.

Namun, Profesor Stenseth dan para koleganya belakangan menemukan indikasi bahwa bukan sarang tikus hitam yang menjadi biang keladinya.

Mereka membandingkan data lingkaran pohon dari Eropa dengan 7.711 wabah dalam sejarah, untuk mengetahui apakah kondisi cuaca optimum bagi perkembangan wabah.

"Untuk itu, dibutuhkan musim panas yang hangat, dengan curah hujan tak terlalu tinggi. Kering, tapi tidak terlalu kering."

Berdasarkan spektrum indeks iklim yang luas, para ilmuwan tak menemukan kaitan antara munculnya wabah dan cuaca. Tim ahli justru yakin, kondisi cuaca tertentu di Asia mungkin telah menyebabkan wabah lain yang dipicu gerbil atau tikus gurun besar. Dan kemudian menyebar di Eropa.

Musim semi basah diikuti dengan musim panas yang hangat akan menyebabkan angka tikus gurun melonjak.

"Kondisi seperti itu bagus untuk tikus gurun. Ini berarti populasi gerbil tinggi di daerah luas dan itu menunjang untuk munculnya wabah,"

Kutu, yang juga didukung kondisi seperti itu, akan melompat ke hewan peliharaan atau manusia. Dan karena periodenya bertepatan dengan puncak perdagangan antara Timur dan Barat, wabah kemungkinan besar dibawa ke Eropa di sepanjang Jalur Sutra. Demikian jelas Profesor Stenseth. "Bagi saya ini agak mengejutkan," kata dia.

"Awalnya kami berpikir wabah disebabkan tikus hitam dan perubahan iklim di Eropa, tetapi sekarang kita tahu asalnya kembali ke Asia Tengah."

Tim sekarang berencana untuk menganalisis bakteri wabah DNA yang diambil dari kerangka kuno di seluruh Eropa. Jika materi genetik menunjukkan sejumlah besar variasi, maka itu akan memperkuat hipotesis tim.

Gelombang wabah yang berbeda dari Asia akan menampilkan lebih banyak perbedaan dari strain yang muncul dari sarang tikus. Wabah mematikan di Eropa menghilang setelah Abad ke-19, namun wabah pes terus berjangkit saat ini di bagian lain dunia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada hampir 800 kasus yang dilaporkan dari seluruh dunia pada 2013, termasuk 126 kasus kematian.

Dalam tulisan lain, yang diterbitkan dalam American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, peneliti di AS mengatakan ekspansi pertanian lah yang meningkatkan risiko wabah di Afrika Timur.

Ketika lahan pertanian meningkat, populasi hewan pengerat juga meningkat, menciptakan "badai yang sempurna untuk penyebaran wabah," kata para peneliti. (Ein/Yus)