Sukses

1-3-1949: Serangan Umum 1 Maret, RI Tunjukkan 'Taring' ke Belanda

TNI menunjukkan pada dunia internasional bahwa Indonesia masih punya kekuatan setelah Belanda mencoba menguasai kembali tanah air

Liputan6.com, Yogyakarta - 1 Maret 1949 atau 66 tahun silam sebuah peristiwa bersejarah terjadi di tanah Yogyakarta. Hari itu adalah hari bagi TNI menunjukkan taringnya kepada Belanda. Hari di mana TNI dan rakyat -- yang berjuang demi menjaga kemerdekaan dan keutuhan negara -- menunjukkan pada dunia internasional bahwa Indonesia masih punya kekuatan setelah Belanda mencoba menguasai kembali tanah air setelah Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Pembuktian kekuatan TNI ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda.

Serangan yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III ini dilakukan dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Divisi III, Kolonel Bambang Sugeng.

Dalam serangan ini, Soeharto pada waktu itu menjabat sebagai Komandan Brigade X/Wehrkreis III yang berperan sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.

Serangan dimulai pada pagi hari secara serentak di seluruh wilayah Divisi III/GM III, dengan fokus serangan Ibukota Republik, Yogyakarta, serta koar-besaran oleh pasukan Brigade X yang diperkuat dengan satu Batalyon dari Brigade IX.

Sedangkan serangan terhadap pertahanan Belanda yang dilakukan di Magelang dan penghadangan di jalur sekitar Yogyakarta, terutama Magelang, sesuai Instruksi Rahasia yang dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun dan Komandan Wehrkreis II Letkol Sarbini.

Pada saat yang bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan adalah Kota Solo guna mengikat tentara Belanda dalam pertempuran agar tidak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta. Adapun pos komando serangan umum ini ditempatkan di Desa Muto. Demikian yang dikutip dari Wikipedia, Minggu (1/3/2015).

Pada malam hari menjelang serangan umum, pasukan telah merayap mendekati kota secara sembunyi-sembunyi. Keesokan harinya, pada sekitar pukul 06.00 pagi, serangan dilancarkan ke segala penjuru kota setelah ada aba-aba sirine.

Dalam penyerangan ini, Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno. Sedangkan untuk sektor kota dipimpin Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki.

TNI berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang, sebagaimana yang telah ditentukan semula, seluruh pasukan TNI mundur

Sementara, serangan yang juga dilakukan di Kota Solo kala itu berhasil menahan Belanda yang berusaha mengirim bantuan ke Yogyakarta. Sementara serangan lain di Magelang juga berhasil memperlambat gerak pasukan bantuan Belanda ke Yogyakarta. Meski pada akhirnya, tentara Belanda dari Magelang kemudian menerobos hadangan gerilyawan TNI dan sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11.00.

Serangan berakhir pada siang hari. Beberapa jam kemudian, situasi kembali kondusif. Kesibukan lalu-lintas dan pasar kembali seperti biasa, malam harinya dan hari-hari berikutnya keadaan kembali tenteram.

Dari pihak Belanda, tercatat 6 orang tewas, dan di antaranya adalah 3 orang anggota polisi negeri kincir angin. selain itu, 14 orang lainnya mengalami luka-luka. Sedangkan menurut sejumlah catatan, sekitar 300 prajurit TNI tewas, 53 anggota polisi tewas, rakyat yang tewas tidak dapat dihitung dengan pasti.

Berdasarkan laporan majalah Belanda De Wappen Broeder terbitan Maret 1949, selama bulan Maret 1949, korban di pihak Belanda tercatat mencapai 200 orang tewas dan luka-luka.

Menteri Luar Negeri RI saat itu, Alexander Andries Maramis yang tengah di New Delhi menggambarkan betapa gembiranya mereka mendengar siaran radio dari Burma -- kini Myanmar -- mengenai serangan besar-besaran TNI dan rakyat Indonesia terhadap Belanda. Berita tersebut menjadi headlines di berbagai media cetak yang terbit di India. Hal ini diungkapkan oleh Maramis kepada mantan Kwartiermeester-general Staf Q TNI Letkol TNI W Hutagalung saat bertemu pada tahun 50-an di Pulo Mas, Jakarta.

Serangan Umum 1 Maret mampu menguatkan posisi tawar dari Republik Indonesia, mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa RI sudah lemah. Tak lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta yang menjadi salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang karena membuktikan kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie, persenjataan berat - artileri, pasukan infanteri dan komando yang tangguh. Serangan umum Solo inilah yang menyegel nasib Hindia Belanda untuk selamanya. (Riz/Ans)