Sukses

Lee Kuan Yew, Bapak Bangsa Singapura sang Pemikir Strategis

Lee adalah "pemikir strategis" yang memanfaatkan sumber daya paling bernilai bagi Singapura: yaitu rakyatnya sendiri.

Liputan6.com, Singapore City - Kabar duka cita datang dari negeri tetangga Singapura. Mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew meninggal dunia pada usia 91 tahun setelah berjuang melawan  pneumonia atau paru-paru basah.

"Perdana Menteri dengan duka yang dalam mengumumkan meningalnya Lee Kuan Yew, Perdana Menteri pendiri Singapura. Lee meninggal dengan tenang di Singapore General Hospital hari ini pukul 03:18 pagi," menurut kantor perdana menteri, seperti dilansir Channel News Asia, Senin (23/3/2015).
 
Lee Kuan Yew memimpin Singapura dari tahun 1959 hingga 1990. Namun demikian hingga menghembuskan nafas terakhir, ia tetap menjadi tokoh berpengaruh dan pakar strategi ekonomi negara kota itu.

"Harry" Lee Kuan Yew merupakan warga Singapura generasi keempat yang nenek moyangnya dulu pindah dari Provinsi Guangdong di Tiongkok pada tahun 1860-an. Dia telah memainkan peran utama dalam memimpin negara pulau pasca era penjajahan menuju negara yang sukses di bidang ekonomi.

Lee merupakan salah satu orang yang selamat dari pendudukan Tentara Kekaisaran Jepang di Singapura. Setelah penjajahan, Lee belajar ekonomi di London dan kuliah di Universitas Cambridge sampai mendapat gelar sarjana hukum.

Kareir politiknya dimulai tahun 1954 dengan pembentukan Partai Aksi Rakyat (PAP) yang merupakan koalisi kelompok kelas menengah dan serikat dagang pro-komunis. Tahun 1955, Lee menjadi pemimpin kelompok oposisi di parlemen. Tetapi perpecahan di dalam PAP dengan sayap kiri partai itu mendorong penangkapan tokoh-tokoh pro-komunis tahun 1957.

Pada pemilu tahun 1959, seperti dilansir VOA, PAP menang besar dan Lee Kuan Yew menjadi perdana menteri pertama Singapura, jabatan yang dipegangnya hingga tahun 1990 sebelum ia diangkat menjadi menteri senior.

Lee Kuan Yew pernah menghadapi tantangan berat sebagai perdana menteri. Rencananya semula adalah membentuk Federasi Malaysia, yang menyatukan Singapura, Malaysia, Sabah dan Sarawak. Tetapi kemudian muncul perbedaan pendapat antara Perdana Menteri Semenanjung Malaysia Tunku Abdul Rahman dan Lee Kuan Yew, terutama setelah kerusuhan rasial antara warga Muslim dan China tahun 1964 dan terulang kembali tahun 1965. Pada tanggal 9 Agustus 1965 Tunku Abdul Rahman menyerukan perpisahan.

"Ada beberapa perbedaan di antara pemerintah Malaysia dan pemimpin pemerintah Singapura. Perbedaan-perbedaan ini muncul dalam begitu banyak bentuk dan banyak hal yang tidak mungkin diselesaikan, jadi kami memutuskan untuk berpisah," kata dia.

Sejumlah sejarawan mengatakan Lee Kuan Yew menentang sikap Tunku Abdul Rahman yang lebih berpihak pada warga Melayu dibanding etnis China. Lee sangat sedih mendengar berita perpisahan ini.

"Sepanjang hidup saya, saya yakin pada persatuan Malaysia dan Singapura. Yang terhubung karena geografi dan ikatan kekerabatan… maaf dapatkah kita berhenti sebentar," ujar Lee Kuan Yew yang tampak emosional saat itu.

Pada usia 42 tahun Lee Kuan Yew menjadi pemimpin tunggal Singapura, bekerja keras mencapai pertumbuhan ekonomi untuk membangun Singapura dan membina kesatuan. "Saya tidak berada di sini untuk memainkan strategi orang lain. Saya bertanggungjawab pada beberapa juta orang dan Singapura harus berhasil," tegasnya.

Pemikir Strategis

Beberapa analis mengatakan kekuatan Lee adalah pada kemampuannya menetapkan standar dan tujuan, Lee adalah "pemikir strategis" yang memanfaatkan sumber daya paling bernilai bagi Singapura: yaitu rakyatnya sendiri.

Menurut pakar politik di University of New South Wales di Australia, Carl Thayer,  Lee sangat penting bagi sejarah Singapura di masa mendatang.

"Kisah tentang Singapura modern ini tidak bisa diceritakan tanpa merujuk pada Lee Kuan Yew. Ia membawa negara itu dari era penjajahan menuju kemerdekaan. Ia menangkis tantangan-tantangan dari kelompok sosialis-kiri dan kemudian mendominasi politik," ujar Thayer.

Sementara, pakar politik di Universitas Flinders, Australia Selatan, Michael Barr mengatakan, berkat kepemimpinan Lee Kuan Yew yang memajukan industri , Singapura telah berkembang menjadi negara kota yang modern.

"Saya kira salah satu pencapaian terbaik Lee Kuan Yew, warisan yang paling positif yang akan ditinggalkannya, adalah bagaimana ia menyadari dan memanfaatkan keunggulan alami Singapura dengan cara-cara yang sangat luar biasa."

Singapura menjadi pelabuhan tersibuk di dunia, dan baru akhir-akhir ini dikalahkan oleh Shanghai. Investasi mengalir ke bidang penyulingan minyak, pembangunan pusat transportasi di kawasan, maskapai penerbangan nasional yang mencapai keunggulan global dan menjadikan sektor perbankan sebagai bagian penting pasar keuangan global.

Barr mengatakan Lee Kuan Yew juga mengumpulkan tokoh-tokoh penting untuk memetakan pembangunan masa depan Singapura.

“Ia membina pimpinan politik yang serius dan membangun dukungan politik yang kuat bagi tokoh-tokoh negara dan administrasi yang tanggap dan penuh imajinasi. Tanpa kepemimpinan politiknya, Singapura tidak mungkin membentuk hegemoni politik seperti sekarang ini," katanya. (Riz)

Video Terkini