Sukses

Yaman Kian Panas, PBB Pulangkan Seluruh Staf Internasional

Haq mengatakan, operasi PBB di Yaman akan dikelola oleh beberapa ratus staf lokal. Melihat situasi yang belakangan kian memanas.

Liputan6.com, Sanaa - Konflik di Yaman kian memanas. Satu per satu perwakilan dari negara lain di Yaman mulai ditarik pulang, termasuk PBB.

"Kami telah menarik sisa personel internasional dari Yaman, sementara kepala badan HAM PBB memperingatkan bahwa negara itu berada di tepi jurang kehancuran total," kata juru bicara lembaga tersebut Farhan Haq seperti dikutip dari VOA News, Rabu (1/4/2015).

"Ke-13 staf internasional yang tersisa di Yaman itu telah ditarik dan akan kembali ke sana jika situasinya memadai. Jamal Benomar, utusan PBB untuk Yaman, telah direlokasi ke Yordania," jelas Haq.

Haq menuturkan, operasi PBB di Yaman akan dikelola oleh beberapa ratus staf lokal.

Di Jenewa, Komisaris Tinggi PBB Untuk HAM Zeid Ra’ad Al Hussein mengatakan situasi di Yaman sangat mencemaskan. "Puluhan warga sipil terbunuh dalam beberapa hari ini," ucap dia.

PBB dan badan-badan bantuan internasional menyatakan cemas akan situasi HAM dan kemanusiaan di Yaman yang memburuk dengan cepat. Mereka mengimbau pihak-pihak yang bertikai agar melindungi warga sipil, dan memungkinkan pemberian bantuan medis serta bantuan lainnya yang sangat dibutuhkan para korban.

Serangan udara pasukan koalisi Timur Tengah yang dipimpin Arab Saudi banyak menewaskan warga sipil Yaman. Rentetan bom pada Senin 30 Maret, dilaporkan yang paling gencar sejak operasi itu dimulai beberapa hari lalu.

Salah satu lokasi yang diserang adalah kamp Al-Mazraq yang menampung pengungsi dalam negeri di Harad, di Yaman utara. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mempunyai 400 staf di Yaman, banyak dari mereka berada di kamp itu saat serangan terjadi.

Juru bicara IOM Joel Millman mengatakan, 40 orang tewas dan 200 terluka.

"Kami diberitahu bahwa staf kami sepanjang malam berlindung di sana. Serangan bom mengganggu sambungan internet dan telepon. Tetapi mereka hari ini keluar untuk melakukan apa saja yang mungkin di rumah sakit, memulihkan sistem distribusi air minum."

"Kami juga dihubungi pemerintah Sri Lanka, Sudan, Ethiopia dan beberapa lainnya untuk memulai operasi membantu pengungsian sebagian petugas mereka dari negara ini," papar Millman.

Banyak negara Liga Arab bergabung dengan Arab Saudi dalam upaya mengalahkan pemberontak Houthi yang didukung Iran dan memulihkan kekuasaan Presiden Yaman, Abd Rabbu Mansour Hadi. Kepada VOA, juru bicara Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), William Spindler mengatakan badan tersebut telah mencatat sekitar seperempat juta pengungsi di Yaman -- umumnya warga Somalia, Ethiopia, Irak dan negara lain.

Spindler menambahkan, dari pertempuran sebelumnya, terdapat sekitar 340 ribu pengungsi di Yaman.

"Informasi terakhir yang ada pada kami, sejumlah orang melarikan diri dari Yaman menuju Somalia dan Djibouti. Kami tidak tahu berapa banyak dari orang-orang itu adalah warga Yaman."

"Mungkin di antara mereka terdapat sebagian pengungsi Somalia yang kembali karena situasi di Yaman begitu mengerikan. Kami sedang menyiapkan pusat transit di Djibouti dan membuat persiapan di Somalia," jelas Spindler.

Sementara itu, Komite Internasional Palang Merah mendesak faksi-faksi yang bertikai, agar memungkinkan pengiriman pasokan yang dibutuhkan guna merawat korban bentrokan dan serangan udara yang mematikan selama seminggu.
 
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi, Zeid Raad Al Hussein, mengatakan serangan-serangan itu begitu banyak membunuh warga sipil tak bersalah. Ia pun mengecam semua serangan terhadap rumah sakit dan fasilitas medis lain.

Pemerintah RI juga turut mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Yaman, menyusul memburuknya kondisi di negara tersebut akibat perang saudara. Evakuasi dilaksanakan sejak Yaman mulai bergejolak Februari lalu.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, ada beberapa jalur yang diambil untuk evakuasi. "Kita akan evakuasi melalui Oman dan Arab Saudi. Kalau dari Oman, kita ambil di titik Salalah," ujar Retno di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin 30 Maret. (Tnt/Mut)

Video Terkini