Liputan6.com, Jakarta - Musim panas 1816 tak berlangsung seperti biasa. Salju turun di New England, hujan rajin mengguyur. Dingin, badai, dan gelap. Suasana serba muram. Pada tahun itu Eropa dan Amerika Utara mengalami 'The Year Without a Summer'.
Penyebabnya ada di belahan Bumi yang lain. Pada 5 April 1815, 200 tahun lalu, Gunung Tambora di Sumbawa, Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda aneh. Ia mulai 'batuk' dan bergemuruh, 5 hari kemudian ia meletus dahsyat.
Tambora menyemburkan abu panas dan gas ke atmosfer, menggelapkan langit, Mahatari pun menghilang dari pandangan. Lebih dari 90 ribu jiwa tewas, akibat aliran piroklastik, tsunami, dan debu yang menyesakkan jalan nafas. Juga akibat kelaparan dan wabah yang terjadi selama beberapa bulan kemudian.
Di Eropa dan Amerika Utara, tanaman pangan mati karena beku maupun kekurangan sinar matahari. Makanan jadi barang langka. Di tengah segala petaka yang ditimbulkan letusan Tambora, ada berkah yang muncul. Berikut 3 di antaranya:
Selanjutnya: Penemuan Sepeda...
Penemuan Sepeda
Penemuan Sepeda
Panen yang gagal membuat kelaparan merajalela. Para pemilik kuda tak mampu memberi pakan gandum. Hewan-hewan itu bahkan disembelih untuk dimakan manusia.
Kalaupun nekat menggunakan kuda, niscaya biayanya makin mahal.
Baron Karl von Drais, bangsawan asal Jerman, butuh cara untuk memeriksa tanamannya yang masih tersisa. Tanpa kuda. Ia pun menemukan inovasi dengan menempatkan 2 roda sejajar dalam bingkai kayu yang menyeimbangkan laju roda dengan dynamic steering.
Temuannya tersebut menjadi cikal bakal kendaraan yang populer hingga saat ini: sepeda.
"Untuk orang modern, menyeimbangkan 2 roda terlihat mudah dan gampang dibayangkan," kata sejarawan Hans-Erhard Lessing seperti dikutip dari The New Scientist.
"Namun, saat itu masyarakat menganggap hal normal adalah melihat orang berjalan kaki, naik kuda, atau menumpang kereta kuda."
Selanjutnya: Frankenstein...
Advertisement
Frankenstein
Frankenstein
Kala itu, seorang perempuan 18 tahun bernama Mary Shelley sedang berlibur di kawasan Danau Jenewa, Swiss. Bersama Bysshe Shelley, suaminya di masa depan, mereka terjebak hujan deras di rumah Lord Bryon. Suasana gelap kala itu.
Untuk mengalihkan perhatian dari cuaca buruk, tuan rumah mengadakan kompetisi menulis cerita horor. Shelley menghasilkan sebuah novel spektakuler yang tenar sepanjang massa, "Frankenstein".
Masa itu, seperti dimuat situs sains, Discovery.com, mereka juga sempat melakukan eksperimen, menggunakan gelimbang listrik pada hewan yang mati -- yang melatarbelakangi ide membangkitkan jasad yang tak bernyawa. Kelompok itu juga bergiliran membaca kisah horor Jerman.
Sementara, Lord Bryon menghasilkan puisi berjudul "Darkness". "Cahaya matahari padam," demikian tulis Bryon dalam puisi yang ia tulis.
Selanjutnya: Penduduk AS Menyebar...
Penduduk AS Menyebar
Penduduk AS Menyebar
Di Amerika Serikat bagian timur laut, cuaca di pertengahan Mei 1816 tak seperti biasanya. Cuaca dingin dan beku melanda New England hingga Virginia. Hujan salju turun pada Juni.
"Pada 4 Juli air di bak air membeku, salju turun lagi. Perayaan Hari Kemerdekaan dirayakan di dalam gereja, di mana hati yang bergelora sedikit memberi kehangatan," tulis Thomas Jefferson, yang baru saja pensiun dari masa jabatan kedua sebagai Presiden AS. Tanaman jagungnya gagal panen tahun itu, sehingga ia terpaksa memohon pinjaman US$ 1.000.
Gagal panen dan kenaikan harga pada 1815 dan 1816 mengancam para petani di AS. Akibatnya, ribuan orang meninggalkan New England, mencari lokasi yang cuacanya lebih ramah, ke barat Sungai Ohio.
Dampak dari migrasi semacam itu, Indiana menjadi negara bagian pada 1816, dan Illinois pada 1818. (Yus)
Advertisement