Sukses

Sistem Ini Bisa Cegah Berulangnya Tragedi MH370?

Tragedi MH370 menguak kelemahan sistem pelacakan pesawat dengan menggunakan radar berbasis darat.

Liputan6.com, Berlin - Malaysia Airlines MH370 lenyap dalam penerbangan dari Kuala Lumpur, Malaysia menuju Beijing, China pada 8 Maret 2014. Sinyal keberadaannya raib di atas Teluk Thailand.

Hingga kini, keberadaan MH370 masih belum diketahui, menjadi salah satu misteri terbesar pada Abad ke-21. Nasib 239 orang di dalamnya pun tak bisa dipastikan.

Bagaimana bisa sebuah pesawat berukuran jumbo hilang begitu saja pada era teknologi maju?

Ada banyak pelajaran dari musibah MH370. Salah satunya, menguak kelemahan sistem pelacakan pesawat dengan menggunakan radar yang berada di darat (ground-based radar).

Saat terbang di atas wilayah terpencil, atau lautan luas, pesawat bisa saja menghilang dari sistem pelacakan radar. Itulah yang terjadi pada burung besi milik negeri jiran tersebut.

Terkait tragedi MH370, Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat (AS) atau National Transportation and Safety Board merekomendasikan solusi dalam laporan yang dipublikasikan Januari 2015 lalu: pelacakan satelit real-time.

Malaysia Airlines MH370 masih jadi misteri (Reuters)

Sejumlah perusahaan swasta telah menjual pemancar yang dapat mengirim sinyal dari pesawat ke satelit tiap menitnya. Di AS, sistem pelacakan berbasis satelit NextGen (Next Generation Air Transportation System) dijadwalkan diluncurkan penuh pada 2025.

Kini, dengan menggunakan sinyal dari pemancar Automatic Dependent Surveillance–Broadcast (ADS-B) -- yang masih dalam tahap eksperimen, Badan Luar Angkasa Eropa (ESA) mengaku berhasil melacak lebih dari 15.000 pesawat menggunakan satelit mini (minisatellite) selama lebih dari 2 tahun.

Eksperimen ESA menggunakan Proba-V minisatellite, satelit mini yang ukurannya kurang dari 1 meter kubik, yang diluncurkan pada 2013. Tujuan awalnya adalah untuk memetakan perubahan pola vegetasi global.

Selama itu, satelit tersebut melacak lebih dari 25 juta posisi pesawat-pesawat yang sedang mengangkasa.

"Kami telah menunjukkan bahwa deteksi pesawat bisa juga dilakukan dari angkasa luar tanpa hambatan, meski faktanya sinyal-sinyal tersebut tak didesain bisa terdeteksi dari jarak jauh (dari luar Bumi)," kata Toni Delovski dari DLR German Aerospace Center dalam pernyataannya yang dikutip dari situs sains LiveScience, Selasa (12/5/2015).

Pola pelacakan satelit mengungkap lokasi di Bumi yang relatif damai dari deru mesin jet: Sahara, Himalaya, Madagaskar,  Brooks Range Alaska -- dan juga-- gurun Nevada. Untuk tempat terakhir, mungkin sistem tersebut tak didesain jet militer yang berseliweran di sana.

Sinyal ADS-B adalah bagian dari sistem pelacakan berbasis satelit yang kini sedang diterapkan di seluruh dunia, bagi industri penerbangan komersial. Teknologi tersebut akan mengirim juga menerima pancaran dari pesawat, memberikan informasi penerbangan seperti kecepatan, posisi, dan ketinggian.

Peralatan tersebut bisa menggantikan posisi radar sekunder dan membantu meningkatkan keamanan dengan menyediakan informasi yang lebih akurat mengenai posisi. Juga meningkatkan pengawasan.

Radar primer menentukan posisi dengan cara memantulkan sinyal dari pesawat. Sementara, radar sekunder menggunakan trasponder untuk mengirimkan informasi lokasi secara langsung dari pesawat.

Sebelumnya, tanpa puing dan jasad yang ditemukan, pada Senin 24 Maret 2014,  Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengumumkan: Malaysia Airlines MH370 berakhir di Samudera Hindia bagian selatan. Tak ada satu pun dari 239 orang di dalamnya yang selamat.  

Kesimpulan bahwa MH370 jatuh di selatan Samudera Hindia berdasarkan analisis terbaru yang disampaikan firma satelit Inggris, Inmarsat yang menyediakan data satelit. Juga dibantu penyelidik kecelakaan udara Air Accidents Investigation Branch (AAIB).

Pencarian besar-besaran pun dilakukan. Hasilnya, masih nihil. Hingga saat ini. (Ein/Mut)