Sukses

Rumah 'Bandel' Ini Bikin Puyeng Pengembang

'Rumah Paku', fenomena di China yang terjadi saat pemilik ngotot mempertahankan rumah sehingga menghambat pembangunan kota.

Liputan6.com, Nanning - Dalam rangka perlawanan terhadap pihak otoritas, seorang penghuni rumah di bagian Selatan China ngotot tidak membolehkan petugas membuldozer rumahnya.

Rumah tak berpenghuni di Nanning, China itu kurang lebih bisa dibilang gubuk. Lokasinya lah yang sedikit berbeda dari rumah selayaknya, yaitu di tengah-tengah jalan, yang menghambat pembangunan, seperti dikutip dari telegraph.co.uk, Rabu (20/5/2015).

Ada istilah ‘rumah paku’ di China, yang digunakan untuk menyebut properti yang tidak pada tempatnya lantaran si pemilik tidak membolehkan untuk menggusur properti itu. Kata ‘paku’ mengacu pada sikap keras kepala si pemilik dan rumah yang seakan muncul dari tanah seperti paku yang tidak pada tempatnya.

Sesuai hukum yang berlaku di China, adalah ilegal untuk menghancurkan properti secara paksa tanpa persetujuan dari pemiliknya. Secara tipikal, penduduk menolak akibat kompensasi yang tidak sesuai.

Perselisihan atas rumah paku di Nanning sudah ada sejak lebih dari satu dekade lalu. Rumah yang sudah bobrok dengan atap pecah-pecah itu merupakan milik dari seorang penduduk desa yang sudah direlokasi di akhir tahun 90-an.

Menurut laporan Nanguo, pemerintah gagal dalam mengisukan izin penggusuran dengan benar, sehingga, si pemilik yang tidak yakin dengan klaim kompensasi menolak menandatangani persetujuan.

Dengan si rumah berdiri di tengah-tengah jalan berlumpur selama lebih dari satu dekade, bermunculan protes atas terganggunya pekerjaan pembangunan jalan. Penduduk yang menunggu dibukanya jalan, terpaksa mengatur ulang rute perjalanan mereka.

“Kami tidak mengerti kenapa rumah itu tidak bisa disingkirkan," ucap Huang, seorang penduduk lokal.

Beberapa isu mendapat empati publik, yang berbalik melawan pengembang kaya yang ingin membuat lapangan golf atau apartemen mewah.

Dalam salah satu kasus 'rumah paku' di Kota Chongqing tahun 2007, Yang Wu dan Wu Ping menolak bayaran dari pemerintah selama bertahun-tahun. Bahkan saat 208 keluarga di sekitar mereka pindah untuk membangun pusat perbelanjaan.

Walau pihak developer memotong sumber listrik dan air, dan mengisi lubang sedalam 10 meter di sekitar rumah, Yang tetap bersikeras.

“Kita tidak akan pindah! Kita lahir dan mati dengan rumah ini!” seru dia dari atap rumah. (Ikr/Ans)

Video Terkini